Minggu, 27 Desember 2020

 

ASPEK FILSAFAT ILMU DALAM ILMU KOMUNIKASI ISLAM: KAJIAN AKSIOLOGI ILMU KOMUNIKASI ISLAM

Fatimatuz Zahro'ul B (2001028006)

UIN Walisongo Semarang

fatimatuzzahroulbatul@gmail.com

 

Abstrak

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa secara aksiologis ilmu komunikasi Islam menekankan pada tujuan mencari ilmu dalam Islam, yakni ingin memberikan kepuasan dan kemanfaatan bagi manusia serta dalam kerangka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan tersebut menjadi titik tolak dalam pengembangan ilmu komunikasi. Karenanya, peran ilmu komunikasi Islam, selain untuk mengenali diri manusia itu sendiri, juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan kemanusiaan, mentransmisikan nilai-nilai Islam kepada generasi penerus, dan untuk membangun persaudaraan dan persatuan. Adapun metode yang digunakan yaitu metode kajian pustaka dengan pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji berbagai literature baik berupa buku, jurnal, dan sumber-sumber online.

Keyword: aksiologi, ilmu, komunikasi Islam

Pendahuluan

Filsafat telah dikaji dalam berbagai kontek, baik terpisah tersendiri dalam suatu mata kuliah maupun intergrasi dalam suatu bidang ilmu. Kajian filsafat sering dikaitkan dengan aspek ontology, epistimologi, dan aksiologi keilmuan. Satu satu di antara tiga aspek filsafat dalam membangun kerangka keilmuan suatu disiplin ilmu adalah pembahasan aspek aksiologi dari ilmu tersebut. Pembahasan mengenai aksiologi ilmu adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

Pada aspek aksiologi, keberadaan ilmu dakwah cukup dirasakan urgensinya dan mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Keberadaan dakwah Islam disebut strategis karena pada tahap operasional, kegiatan dakwahlah yang lebih dominan berperan dalam sosialisasi dan pelembagaan konsep-konsep Islam di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, tanpa kegiatan dakwah, tentu upaya pengembangan dan pemasyarakatan sistem keilmuan Islam menjadi lamban. (Asep, 2011: 447)

Berdasarkan tinjauan aspek aksiologi ini, eksistensi dakwah Islam adalah tidak perlu diragukan lagi. Tetapi berdasarkan tinjauan ontologi dan epistemologi masih sangat diperlukan pemikiran dan penelitian yang dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan keilmuan dakwah sehingga dapat sejajar dengan sistem keilmuan lainnya.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini mendapatkan data-data berupa ungkapan-ungkapan, pernyataan-pernyataan, catatan-catatan, tingkah laku orang yang terobservasi, dan berbagai simbol yang bermakna dan dapat diinterpretasikan (Rober, 1993: 30 ). Berkenaan dengan penelitian ini, data-data yang diperoleh berupa pernyataan-pernyataan, catatan-catatan dan berbagai simbol yang bermakna dan dapat diinterpretasikan. Dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif tersebut akan terungkap secara mendalam dan komprehensif tentang konsep  aksiologi  ilmu komunikasi Islam

Pembahasan

Kata aksiologi juga merupakan bahasa Yunani yaitu axios yang berarti layak atau pantas. Kemudian logos memiliki arti ilmu, yang secara sederhana, aksiologi mempelajari tentang manfaat atau nilai-nilai yang kita peroleh dari sebuah ilmu pengetahuan yang dalam hal ini adalah ilmu komunikasi dan dakwah. Dengan kata lain aksiologi merupakan teori nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan komunikasi yang didapatkan. Aksiologi ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu: pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika, kedua, esthetic expression, atau ekspresi keindahan, dan ketiga, sosio-political life, atau kehidupan sosial politik. Dari ketiga bahasan inilah lahir filsafat ilmu komunikasi. Aksiologi juga merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan etika, estetika, dan agama, sedangkan aksiologis merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (Nurhayati, 2020: 195).

Arah pengembangan ilmu komunikasi Islam dan dakwah, secara aksiologis dapat melengkapi manfaat kebutuhan pengembangan sistem pengelolaan pesan informasi nilai ajaran Islam yang dikemas dalam sistem pers dakwah maupun dengan menggunakan teknologi dakwah sehingga informasi pesan dakwah lebih berorientasi pada kemampuan, kecakapan dan kebebasan penyampaian informasi ruang publik secara massif sehingga menimbulkan perilaku dan kesadaran kolektif secara bersifat lebih efektif dan efisien (Hasyim, 2014: 144).

Jika seluruh tahapan pencarian keilmuan diwarnai dengan nilai-niali Islam, maka pada akhirnya akan terwujud sebuah eksistensi keilmuan komunika Islam yang kuat dengan batasan problem yang jelas sehingga dapat dibedakan dari konteks kelimuan komunikasi dengan yang lainnya. Dengan demikian komunikasi Islam akan menjadi sebuah kajian ilmu yang mapan dalam memantu pencarian kebenaran yang hakiki. Komunikasi Islam akan menjadi hasil pemikiran ilmiah manusia yang bersifat dinamis dan tidak terlepas dari pengujian terhadap tingkat kebenaran ilmu komunikai. Penggunaan kata Islam mewjadi ciri khas dari bentuk teori dan prinsip yang dibangun sesuai dengan tata nilai dan aturan, agar manusia menjalani hidupnya sesuai dengan aturan-aturan-Nya.

Hasil Pembahasan

Aksiologi dalam Ilmu Komunikasi Islam

Di dalam ajaran Islam, tujuan mencari ilmu bukan hanya untuk mencari kepuasan atau keingintahuan manusia (curiosity) saja, tetapi juga untuk mengetahui jejak Tuhan di muka bumi atau vestigia dei (Kartanegara, 2003: 132) atau dalam bahasa yang lain untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Menurut Ali Abdul Azhim (1989), tujuan terbesar ilmu dalam Islam adalah komunikasi dengan Allah, karena Dia merupakan zat yang Maha Tinggi untuk kebenaran, kebaikan, dan keindahan, sebagaimana firman Allah “dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi, dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ar-Rum: 27).

Jika tujuan mencari ilmu dalam Islam tersebut dikaitkan dengan tujuan untuk mempelajari ilmu komunikasi Islam, maka akan didapatkan bahwa tujuan dari mempelajari ilmu komunikasi Islam adalah: Pertama, mengembangkan rasa ingin tahu manusia (curiosity) dalam memahami diri manusia, masyarakat dan lingkungan. Kedua, menciptakan dan mengembangkan teori-teori komunikasi yang berlandaskan nilai-nilai Islam, sehingga dalam praktek kita dapat menjadi pekerja komunikasi yang baik, terampil dan profesional dalam melaksanakan tugas serta dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketiga, membantu manusia dalam mengatasi berbagai persoalan komunikasi manusia, baik komunikasi dengan Tuhan, manusia, maupun dengan alam semesta. Keempat, sebagai media manusia dalam mengembangkan kualitas diri dan juga dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada empat peran penting ilmu komunikasi Islam. Keempat peran ini tidak bisa dihilangkan meskipun teknologi komunikasi telah berkembang begitu cepat.

Pertama, peran ilmu komunikasi Islam adalah untuk mengenal diri manusia itu sendiri. Pengenalan terhadap diri sendiri menjadi bekal yang utama bagi manusia dalam menjalankan aktivitas di dunia dan juga untuk mengenal Tuhannya. Siapa dirinya dan untuk apa ia hidup di dunia? Merupakan sebagian kecil dari pertanyaan yang perlu dijawab oleh manusia. Karena itu, manusia diperintahkan secara proaktif untuk mencari tahu tentang eksistensi dan perannya. Manusia diberikan oleh Allah akal, indra, dan hati agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Salah satu ilmu yang dapat membantu manusia dalam pencarian dirinya adalah melalui komunikasi. Manusia bisa melakukan komunikasi intrapersonal dengan cara melakukan kontemplasi, tafakkur, berdo’a atau introspeksi diri.

Kedua, peran ilmu komuikasi Islam untuk menjalin hubungan kemanusiaan (human relation) yang bersandarkan kepada ajaran Islam. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia pasti membutuhkan orang lain, baik secara disengaja ataupun tidak disengaja, atau secara langsung maupun tidak langsung. Kebutuhan terhadap orang lain merupakan kebutuhan yang bersifat naluriah (fitri). Untuk memenuhi kebutuhan makan atau minum, sejak dahulu kala manusia membutuhkan orang lain. Sistem barter dalam perdagangan yang ada dalam sejarah perkembangan ilmu ekonomi menunjukkan bahwa manusia selalu membutuhkan orang lain. Demikian juga, secara naluriah manusia membutuhkan lawan jenisnya untuk mendapatkan kehangatan dan memenuhi kebutuhan seksualnya. Dari sanalah lahir lembaga perkawinan dengan segala pranatanya.

Ketiga, peran ilmu komunikasi Islam untuk mentransfer nilai-nilai Islam dari satu generasi

kepada generasi selanjutnya melalui proses pendidikan dan dakwah. Setiap manusia pasti menghendaki adanya generasi penerus, baik dalam kehidupan rumah tangga, sosial, dan bernegara. Generasi yang akan dilahirkan tentu harus lebih baik dari generasi sebelumnya. Allah mengajarkan kepada manusia supaya mempersiapkan generasi pelanjutnya, generasi yang kuat dan sehat supaya dia mampu menghadapi tantangan zamannya.

Dalam kerangka penyiapan generasi inilah peran komunikasi Islam amat urgen.Misalnya, media masa islam dapat menjadi media pendidikan masyarakat. Di dalamnya norma-norma atau ajaran-ajaran Islam dapat disosialisasikan melalui media massa. Beberapa contoh isi materi yang bisa dimuat dalam media islam, diantaranya: bagaimana pendidikan karakter menurut Islam, cara berkomunikasi yang efektif dalam keluarga, cara membimbing remaja, berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagainya. Intinya, tema-tema yang diangkat tentunya tema-tema yang bisa mempersiapkan generasi muda bisa bersaing di masa depan.

Keempat, peran ilmu komunikasi Islam untuk membangun persatuan dan kesatuan umat. Komunikasi Islam memiliki peran penting dalam merekat kesatuan umat dan peran ini tidak bisa digantikan dengan kemajuan teknologi komunikasi. Meskipun dalam realitas kita berbeda-beda secara bahasa, agama, dan budaya, tetapi sebenarnya kita berasal dari umat yang satu. Kesatuan umat ini menjadi pesan sentral yang ada dalam al-qur’an. Dengan paham kesatuan umat ini akan lahir prinsip-prinsip persaudaraan, persamaan, toleransi, dan tanggung jawab sosial.

Kemudian, manusia yang berbeda-beda secara suku, bahasa, dan ras serta agama diminta oleh Tuhan untuk saling kenal mengenal . Ta’aruf merupakan lahan awal untuk menjalin komunikasi sosial selanjutnya. Melalui ta’aruf, seseorang membuka dirinya dan saling mengapresiasi sehingga komunikasi bisa berjalan. Jika muncul persepsi yang negatif terhadap orang lain tentu proses komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik karena itu islam melarang seseorang merendahkan dan memberi sebutan sebagai ejekan pada orang lain,  berburuk sangka, memata-matai, dan menggunjing satu sama lain  dan berbagai etika komunikasi interpersonal lainnya. Tujuan utama Tuhan memberikan petunjuk etika berkomunikasi secara sosial agar manusia dapat menunjukkan perilaku yang baik (akhlak mahmudah). Lebih jauh lagi, etika dalam ilmu komunikasi Islam diarahkan untuk menjawab beberapa persoalan yang muncul dalam pengembangan komunikasi sekuler dimana ada peraturan-peraturan tetapi tidak ada tindakan-tindakan, banyak teknologi tanpa kemanusiaan, banyak teori tanpa praktek, adanya perubahan global tanpa memperhatikan perubahan individual, dan ada etika individual tanpa kesadaran dunia.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perspektif filsafat ilmu, konstruksi ilmu komunikasi Islam tidak terlepas pada kajian ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu. ,secara aksiologis, ilmu komunikasi Islam menekankan pada tujuan mencari ilmu dalam Islam, yakni ingin memberikan kepuasan dan kemanfaatan bagi manusia serta dalam kerangka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan tersebut menjadi titik tolak dalam pengembangan ilmu komunikasi Islam. Karenanya, peran ilmu komunikasi Islam, selain untuk mengenali diri manusia itu sendiri, juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan kemanusiaan, mentransmisikan nilai-nilai Islam kepada generasi penerus, dan untuk membangun persaudaraan dan persatuan. Peran tersebut dapat dilakukan secara baik manakala nilai dan etika yang ada dalam komunikasi Islam diterapkan dalam proses komunikasi dan pengembangan ilmu komunikasi Islam. Nilai-nilai dan etika yang dibangun bersandarkan kepada nilai dan etika yang ada di dalam al-Qur’an dan al-sunnah.

Daftar Pustaka

Abd Rasyid, Nurhayati. Memahami Filsafat dalam Ilmu Komunikasi dan Dakwah. Al-mishbah, Vol.16 No. 1 Januari – Juni 2020.

Asep, Shodiqin. Membingkai "Episteme" Ilmu Dakwah. Ilmu Dakwah Vol. 5 No. 2 Edisi Juli – Desember 2011.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ghani, Zulkiple Abd. and Mohd Safar Hasim. 2004. Islamic Values and Ethics in Communication Islamiyyat.

Hasanah, Hasyim. Arah Pengembangab Dakwah Melalui Sistem Komunikasi Islam. At-Tabsyir, Vol. 4, No. 1 Juni 2016.

Kartanegara, Mulyadhi. 2002. Panorama Filsafat Islam. Bandung: Mizan.

Robert Bodgan dan Steven J. Taylor. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.

KOMUNIKASI PERSUASIF DALAM MENGHADAPI COVID-19

 

Al Fiatur Rohmaniah

Program Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam

Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

alfirohmaniah09@gmail.com

 

Abstrak: Covid-19 merupakan virus baru yang obat penangkalnya sampai kini belum ditemukan, sehingga manusia dituntut melakukan langkah pencegahan penyebaran virus Covid-19. Respon seiring ditandai oleh ketidakpastian, kebingungan menghadapi virus Covid-19. Kementerian Kesehatan RI, WHO (World Health Organization), dan Majelis Ulama Indonesia Komisi Fatwa mengajak seluruh masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Komunikasi persuasif dapat dilakukan dengan kampanye melalui televisi, media sosial, iklan layanan masyarakat. Artinya bahwa jenis informasi dan pola distribusi informasi yang disediakan oleh pemerintah kepada publik mengenai wabah covid-19 bertujuan agar publik terpacu untuk mengikuti apa yang pemerintah inginkan dari tujuan informasi tersebut disampaikan.

Kata Kunci: Komunikasi Persuasif, Covid-19

 

A.    Pendahuluan

Kekhawatiran akan adanya pandemi Covid-19 terus terjadi seiring dengan awal ditemukannya virus pertama kali di Kota Wuhan, Cina, kemudian menyebar hingga ke seluruh penjuru dunia.[1] Pandemi Covid-19 menjadi wabah yang menginfeksi warga dunia. Merebaknya virus Covid-19 secara global membuat pemerintah melakukan langkah-langkah preventif untuk mereduksi penyebaran virus tersebut. Pandemi Covid-19 berdampak banyak pada perubahan pola hidup masyarakat sehingga membatasi ruang gerak sosial. Setiap negara melalui otoritasnya mewajibkan seluruh rakyat untuk tetap di rumah (stay at home), menjaga jarak fisik (physical distancing) maupun jarak sosial (sosial distancing). Dampak dari hal ini, seluruh aktivitas yang sewajarnya dilakukan di luar rumah menjadi bekerja dari rumah (work from home), sistem pendidikan yang terbiasa tatap muka harus dilakukan secara online, dan membatasi kegiatan agama yang biasa dilakukan di tempat peribadatan agama masing-masing.

Covid-19 merupakan virus baru yang obat penangkalnya sampai kini belum ditemukan, sehingga manusia dituntut untuk meningkatkan ketahanan fisik dan mentalnya serta berusaha sedapat mungkin menghindari kontak fisik paling tidak dalam jarak satu atau dua meter menurut para ahli kesehatan. Agamawan pun menganjurkan sekian banyak hal.[2] Respon seiring ditandai oleh ketidakpastian, kebingungan menghadapi virus Covid-19. Kementerian Kesehatan RI, WHO (World Health Organization), dan Majelis Ulama Indonesia Komisi Fatwa mengajak seluruh masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.

Protokol kesehatan telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai ulil amri. Informasi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat berusaha memiliki sifat yang persuasif.[3] Pembiasaan mencuci tangan pakai sabun (hand washing), menjaga jarak fisik (physical distancing), menggunakan masker, dan menjaga kebersihan lingkungan sebenarnya merupakan tuntunan Islam dalam bersuci (thaharah) seperti wudhu, mandi, dan lain-lain. Majelis Ulama Indonesia senantiasa menjadi pelayan umat (khadimul ummah) dalam literasi konten keislaman dan partner pemerintah (shadiqul hukumah) terpanggil untuk mendampingi upaya percepatan memutus penyebaran Covid-19 melalui bimbingan keislaman secara kontekstual. Dalam perspektif Islam sesungguhnya syari’at Islam itu luas dan luwes.[4]

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana komunikasi persuasif dalam menghadapi covid-19?

 

C.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif untuk memperoleh data deskriptif. Babbie (1986) menyebutkan bahwa observasi kualitatif memiliki kekuatan pada aspek spesifikasi, proses peniruan, dan generalisasinya.[5] Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yaitu penelitian yang sumber-sumber datanya terdiri atas bahan-bahan tertulis yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku, jurnal ilmiah, dan lain-lain.

 

D. Kajian Teori

1.      Komunikasi Persuasif

Dalam ilmu komunikasi dikenal istilah komunikator, adalah orang yang menyampaikan suatu pesan kepada komunikan (penerima pesan).[6] Menurut Hariyanto dalam Gita (2014: 45), Komunikasi persuasif bertujuan untuk membuat komunikan memberikan umpan balik sesuai keinginan komunikator. Menurut Azwar dalam Zahara (2020), menjelaskan bahwa usaha persuasif merupakan usaha mengubah sikap individu atau kelompok dengan cara memberikan informasi berupa ide, pikiran, pendapat, dan fakta terbaru melalui pesan-pesan komunikatif.[7] Pengertian persuasif adalah perubahan sikap akibat paparan informasi dari pihak lain. Dalam hubungan dokter pasien, komunikasi persuasif banyak digunakan terutama untuk merubah perilaku kesehatan pasien. Komunikasi persuasif dapat dikembangkan melalui:[8]

a.       Kejelasan penyampaian pesan. Agar pesan dapat tersampaikan dengan jelas, makaperlu memperhatikan keselarasan elemen-elemen komunikasi dan meminimalkan hambatan komunikasi.

b.      Pemahaman sudut pandang dan keinginan komunikan.

Komunikator dapat meminta komunikan melakukan sesuatu sesuai keinginan komunikator.

Pengertian komunikasi persuasif adalah komunikasi yang dilakukan sebagai ajakan atau bujukan agar mau bertindak sesuai dengan keinginan komunikator. Tahap-tahap mencapai keberhasilan dalam komunikasi persuasif sama dengan komunikasi informatif, tetapi disertai tujuan untuk mengajak komunikan agar nertindak sesuai dengan isi pesan komunikator. Komunikasi persuasif, dalam melaksanakan yang sifatnya mempengaruhi atau merayu pihak lain agar mau mengikuti kehendaknya, pencapaian tujuan hanya dapat berhasil lebih efektif apabila pihak komunikator mampu menguasai teknik-teknik yang dapat menumbuhkan motivasi atau minat.[9] Komunikasi persuasif dapat dilakukan dengan kampanye melalui televisi, media sosial, iklan layanan masyarakat, dan penyuluhan.[10] Artinya bahwa jenis informasi dan pola distribusi informasi yang disediakan oleh pemerintah kepada publik mengenai wabah covid-19 bertujuan agar publik terpacu untuk mengikuti apa yang pemerintah inginkan dari tujuan informasi tersebut disampaikan.[11]

Menurut Robert B Caldini (2000) dalam Asep Suryana, berdasarkan hasil kajian tentang kepatuhan, menyimpulkan bahwa terdapat eman kegiatan dasar yang dapat mempengaruhi naluri manusia. Secara psikologis, manusia dapat dipengaruhi oleh komunikasi yang disampaikan oleh orang lain, berikut penjelasannya:

a.       Reciprocity, berkaitan dengan kecenderungan seseorang akan membalas kebaikan yang diberikan orang lain.

b.      Social proof, memperlihatkan kondisi seseorang merasa aman dan nyaman untuk melakukan sesuatu manakala hal itu sebelumnya telah dilakukan orang lain,

c.       Liking, kondisi kecenderungan orang melakukan sesuatu yang dibutuhkan oleh orang yang ia sukai dan orang lain itu menyukainya,

d.      Scarcity, memperlihatkan kecenderungan orang untuk mengikuti sesuatu yang unik atau langka dan jarang ditemui,

e.       Authority, memperlihatkan kecenderungan orang akan mempercayai orang lain yang ia anggap memiliki otoritas,

f.        Commitment and consistency, secara naluri seseorang akan memperlihatkan konsistensi dan komitmen sikapnya terhadap apa yang diyakininya.[12]

 

2.      Menghadapi Covid-19

Pada 11 Februari 2010, World Health Organization (WHO) secara resmi mengumumkan nama Covid-19 untuk penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-COV-2 sesuai dengan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Corona virusdisease-19 pada 27 Desember 2019,[13] ditemukan pertama kali di Kota Wuhan, Provinsi Hubei China. Virus Covid-19 merupakan virus berbahaya bagi tubuh manusia.

Corona berasal dari bahasa latin yang berarti crown (mahkota) atau wreath (rangkaian bunga bundar). Virus ini berdiameter partikel sekitar 80 x 160 nanometer, diameter envelope sekitar 85 nanometer dan spikes sekitar 12 hingga 24 nanometer. Virus ini berukuran sangat kecil dengan bentuk seperti bola, yang tidak dapat dilihat melalui mata secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan menggunakan alat bantu berupa mikroskop.[14]

 

E.  Hasil Penelitian

1.    Komunikasi Persuasif Pemerintah untuk Lawan Covid-19.

Komunikasi persuasif merupakan proses simbolik di mana komunikator mencoba meyakinkan orang lain untuk mengubah sikap atau perilaku mereka, mengenai masalah tertentu melalui transmisi pesan. Ada pesan simbolik yang diarahkan untuk memengaruhi halayak sasaran, dengan tujuan membentuk (shaping), memperkuat (reinforcing), atau mengubah (changing) pemilihan dengan argumentasi.[15]

Pemerintah melalui satuan tugas penanganan Covid 19 memberikan informasi seputar perkembangan dan pencegahan virus tersebut yang dapat diakses di https://covid19.go.id. Informasi 3 M adalah memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak merupakan perintah yang wajib dipatuhi selama pendemi covid-19. Dalam hal ini berkaitan dengan komunikasi persuasif adalah mempengaruhi, membujuk, atau ajakan untuk mematuhi protokol kesehatan dimasa pendemi covid-19. WHO (World Health Organization) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengajak masyarakat untuk lebih disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan 3M. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan shalat Jama’ah dan shalat Jum’at perlu mematuhi protokol kesehatan seperti, memakai masker, membawa sajadah sendiri, berwudhu dari rumah, dan menjaga jarak aman.[16]

Komunikasi persuasif memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak atau 3M ini disampaikan melalui media massa yaitu televisi, website, youtube, atau internet. Media massa memiliki sejumlah fungsi untuk penyampaian pesan atau informasi. Hal ini dimungkinkan sebagaimana dikatakan Sobur, media memang dapat menampilkan sebuah cara dalam memandang realita.[17]

Kampanye sejatinya merupakan aktifitas persuasif. Dalam situasi pandemi satuan tugas penanganan Covid-19 berkolaborasi dengan grup musik Padi Reborn dalam melakukan kampanye memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak (3M) dengan judul lagu "Ingat Pesan Ibu”, yang diluncurkan pada 1 Oktober 2020 lalu.

Lirik lagu “Ingat Pesan Ibu”

Ingat pesan Ibu

Pakai maskermu

Cuci tangan pakai sabun

Jangan sampai tertular

Ingat selalui pesan Ibu

Jaga jarakmu

Hindari kerumunan

Jaga keluargamu

 

Selain itu pemerintah juga melakukan kampanye persuasif melalui gambar dan pesan tagar untuk selalu mengingatkan masyarakat agar tidak lupa menggunakan masker, seperti pada gambar berikut ini yang di dapat dari http://covid19.go.id.

“Aku Pakai Masker Supaya Virusnya Kalah”

Pesan terebut diucapkan Bintang usia 9 tahun. Ia tahu bahwa mengenakan masker akan melindungi dirinya dan orang-orang yang ia sayang dari virus #COVID19.

Yuk kita juga selalu mengenakan masker seperti Bintang, karena satu masker dapat melindungi banyak orang.

#PakaiMasker #JagaJarak #CuciTanganPakaiSabun #BikinVirusCoronaKalah

#ForEveryChid

“Masjid Kami Siap Untuk Shalat Jum’at”

Masjid selain tempat ibadah, juga berfungsi sebagai pusat syiar edukasi jamaah dan masyarakat. Salah satunya tentu terkait protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. Masjid yang telah menerapkan protokol kesehatan dapat memasang banner/spanduk di depan pintu/gerbang agar warga merasa tenang dan aman dalam melaksanakan ibadah.

 

2.    Pentingnya Menjaga Jarak, Memakai Masker, dan Mencuci Tangan dengan Sabun (3M) di masa pandemi Covid-19.

Pencegahan dan pengendalian covid-19 harus ditempatkan pada priortitas yang paling utama dalam kebijakan pemerintah. Untuk itu komunikasi persuasif 3 M dari para ahli dan pemangku kepentingan terkait sangat penting untuk mencegah penularan Covid-19. Dalam pencegahan penularan Covid-19 banyak sekali hal yang mesti dilakukan, diantaranya:

a.        Mencuci Tangan

WHO (World Health Organization) menyarankan cara untuk mencegah penyebaran Virus Covid-19 dengan sering mencuci tangan. Kebiasaan mencuci tangan merupakan cara mengindari penularan penyakit, karena penyakit terutama ditularkan melalui makanan. Kebiasaan mencuci tangan secara teratur perlu dilatih sejak dini. Yang perlu dipahami ketika mencuci tangan pada dasarnya adalah air untuk mencuci tangan hendaklah air yang mengalir. Penggunaan sabun hendaknya mengenai seluruh tangan dan diperlukan waktu agar kontak kulit dan sabun dapat terjadi.[18] 

Dalam kondisi sekarang ini tidak ada salahnya rajin cuci tangan sebelum atau setelah melakukan aktivitas. Apalagi dari segi riset ilmu pengetahuan terdapat banyak manfaat dari cuci tangan. Dalam Hadist yang dinarasikan Abu Huraira:[19] Rasulullah saw menyatakan, “Ketika kamu bangun tidur, dia seharusnya cuci tangan tiga kali sebelum beraktivitas karena dia tidak tahu kondisi tangannya saat malam hari.” (HR. Muslim).

Panduan umum cara mencuci tangan yang diajarkan Rasulullah Saw dapat dijelaskan keutamaan dan hikmahnya dengan Ilmu Kedokteran dan Kesehatan pada saat ini.[20] Dari sisi kesehatan, membasuh telapak tangan sebelum berkumur dan menghirup air ke dalam hidung memiliki faedah yang sangat besar bagi kesehatan tubuh. Penelitian ilmiah dalam bidang kedokteran menetapkan bahwa mencuci tangan dengan air bersih akan menghilangkan sekitar 90% kotoran dan mikroba. Dalam majalah Chocharane Library disebutkan bahwa mencuci tangan dengan sabun dan air merupakan cara sederhana dan efektif untuk menghentikan penyebaran virus yang menyerang pernafasan, baik virus flu biasa maupun virus lain yang lebih ganas dan yang sangat membahayakan kesehatan,[21]seperti ancaman bahaya virus Corona yang terjadi pada tahun 2020 saat ini.

b.          Memakai masker

Menggunakan masker merupakan kebiasaan baru yang diwajibkan untuk kalangan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI menghimbau masyarakat untuk melindungi diri ketika keluar rumah.[22] Memakai masker sesuai dengan himbauan dari WHO (World Health Organization). Himbauan untuk mejaga diri dari penularan virus corona dengan cara menutup pintu masuk virus kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Hal ini, menimbulkan pertanyaan di antara umat Islam terkait hukum memakai masker saat sedang shalat.[23] Penggunaan masker saat shalat seperti yang tertulis dalam Majelis Ulama Indonesia Komisi Fatwa Nomor 14 tahun 2020, yaitu:

1.        Menggunakan masker yang menutup hidung saat shalat hukumnya boleh dan shalatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat shalat.

2.        Menutup mulut saat shalat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar’iyyah. Karena itu shalat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah Covid-19 hukumnya sah dan tidak makruh.

Maka disimpulkan bahwa shalat dengan menggunakan masker di wajah hukumnya makruh. Namun menjadi boleh (tidak apa-apa) jika memang ada hajat, atau uzur syar’I atau kondisi darurat seperti ketika sakit,[24] menghadapi virus Covid-19 pada saat ini. Maka shalat yang dilakukan hukumnya tetap sah.[25] Ibadah sholat wajib tentu tidak boleh ditinggalkan meski dalam keadaan sedang terjadi serangan wabah.

 

c.           Menjaga Jarak

Mengapa perlu menjaga jarak, menghindari keramaian dan di rumah saja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu memahami bagaimana penularan virus Covid-19. Virus ini menular melalui droplet, yaitu cairan atau cipratan liur yang dikeluarkan seseorang dari hidung atau mulut saat bersin, batuk bahkan berbicara.[26] Dengan demikian, WHO menyarankan untuk menjaga jarak aman dengan orang lain sejauh satu meter bahkan lebih. Anjuran menjaga jarak juga dilakukan dengan cara lockdown atau karantina wilayah. Selain itu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Permenkes RI Nomor 9 tahun 2020 meliputi:

1.      Peliburan sekolah dan tempat kerja, dikecualikan untuk instansi yang melakukan fungsi strategis dan pelayanan,

2.      Pembatasan kegiatan keagamaan, dilakukan di rumah dan tetap mengatur jarak.

3.      Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, dikecualikan untuk supermarket, pasar, pelayanan kesehatan, serta tempat olah raga dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan,

4.      Pembatasan moda transportasi, dikecualikan untuk moda transportasi umum atau pribadi dengan tetap memperhatikan jumlah penumpang dan jarak, moda tranportasi barang untuk pemenuhan dasar masyarakat,

5.      Pembatasan kegiatan terkait aspek pertahanan dan keamanan,

PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi coronavirus disease 2019.[27] Dari himbauan tersebut, Maret tahun 2020. MUI Komisi Fatwa menyarankan sholat Jum’at diganti dengan sholat dzuhur di rumah. Dapat dipahami bahwa darurat adalah untuk menjaga jiwa dari kehancuran atau posisi yang sangat darurat sama sekali, maka dalam keadaan seperti ini kemadharatan harus dihilangkan dengan mencari kemaslahatan.[28]

Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar. Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR. Bukhari).

Hadis diatas menjelaskan bahwa apabila di lokasi tinggal sedang terjadi wabah, kita tidak boleh keluar dari wilayah wabah, sebab akan berpotensi menulari wilayah selainnya. Begipula sebaliknya, apabila ada daerah, atau seseorang yang terkena wabah, lebih baik kita menjaga jarak tubuh dari infeksi penyakit, agar tidak langsung tertular atau menularkan.

Dimasa sahabat Umar bin Khattab setelah wafat Nabi, dalam karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi pada tahun 18 H, ketika Umar melakukan perjalanan menuju Syam bersama sahabat-sahabat, di perbatasan memasuki Syam, mendengar sebuah kabar tentang wabah penyakit kulit yang menjangkiti wilayah itu. Penyakit kulit itu dinamai wabah Tha’un Amwas. Akhirnya mereka bersepakat untuk mengikuti hadis nabi untuk tidak masuk ke daerah Syam dan kembali pulang ke Madinah. Lockdown diberlakukan di Syam oleh gubernur Abu Ubaidah yang digantikan posisi oleh Amr bin Ash. Tercatat sekitar 20 ribu orang meninggal hampir separuh penduduk Syam. Penduduk kala itu saling berjaga jarak, menempatkan diri di gunung-gunung.[29]

Perlu diingatkan pandangan atau tulisan yang mengatakan tidak perlu takut dengan virus Covid-19 jalani kehidupan seperti biasa. Itu bisa jadi hal yang keliru kalau memang sampai wabah tersebut tidak segera usai. Sebaiknya kita wajib mengikuti aturan pemerintah dan fatwa ulama untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yaitu 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak aman).

 

F.   Kesimpulan

Pemerintah melalui satuan tugas penanganan Covid 19 memberikan informasi seputar perkembangan dan pencegahan virus corona. Informasi 3M adalah memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak merupakan perintah yang wajib dipatuhi selama pendemi covid-19. Dalam hal ini berkaitan dengan komunikasi persuasif adalah mempengaruhi, membujuk, atau ajakan kepada masyarakat untuk selalu ingat dan mematuhi protokol kesehatan dimasa pendemi covid-19, dimanapun, kapanpun termasuk ketika melakukan ibadah di masjid.

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Prof. Dr. I Putu Gelgel, S.H, M. Hum. Bali vs Covid-19. 2020. Bali: Nilacakra.

Quraish Shihab. Corona Ujian Tuhan Sikap Muslim Memghadapinya. 2020. Tangerang Selatan: Lentera Hati.

Cut Rita Zahara. Minda Mahasiswa Indonesia: Psikologi Masyarakat Indonesia di Tengah Covid-19. 2020. Aceh: Syiah Kuala University Press.

Dr. KH. M. Abduh Al-Manar. Fiqih Wabah. 2020. Jakarta: Hutamedia.

Gita Sekar Prihanti. Empati dan Komunikasi. 2014. Malang: UMMPress.

Atep Adya Barata. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Alex Media Kompetindo.

Prof. Dr. Alo Liliweri, M. S. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. 2011. Jakarta: Kencana.

Dr. Asep Suryana, M. Si. Konsep-Konsep Dasar Komunikasi Persuasif.

Dr. Shikhar Chohan. Corona Virus. 2020. Evincepub Publishing.

Kumpulan Ide Desain Menghadapi Virus Corona. 2020. UNSRI Press

Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. Realitas Komunikasi Politik Indonesia Kontemporer. 2020. Yogyakarta: IRCiSoD.

Dr. Samsuridjal Djauzi. Raih Kembali Kesehatan. Mencegah Berbagai Penyakit Hidup Sehat untuk Keluarga. 2009. Jakarta: Buku Kompas.

Yoyok Bekti Prasetyo. Modul Pelatihan Pencegahan Covid-19 bagi Kader Kesehatan. 2020. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Dr. Muhammad Qadaruddin, M.Sos.I. Polemik Covid-19 & Perubahan Sosial. 2020. Sulawesi Selatan. Mahasiswa KPM IAIN Parepare

H. Ahmad Zacky El-Syafa. Nikmatnya Ibadah. 2018. Surabaya: Genta Group Production.

Rohadatul Ais. Komunikasi Efektif di masa Pandemi Covid-19: Pencegahan Penyebaran Covid-19 Di Era 4.0. 2020. Banten: Makmood Publishing.

Hasanah, Hasyim. Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Dalam Rumah Tangga Perspektif Pemberitaan Media. Sawwa-Volume 9, Nomer 1, Oktober 2013.

Mariyatul Nordiyati Rahmah. Kredibilitas Juru Dakwah sebagai Komunikator. Jurnal Ilmu dakwah Vol. 12. No. 24, Juli-Desember 2013.

Hasyim Hasanah. Teknik-Teknik Observasi. (Sebuah alternatif metode pengumpulan data kualitatif ilmu-ilmu sosial). Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 1, Juli 2016.

https://mui.or.id/category/produk/fatwa/

http://covid19.go.id.

 



[1] Prof. Dr. I Putu Gelgel, S.H, M. Hum. Bali vs Covid-19. 2020. Bali: Nilacakra.

[2] Quraish Shihab. Corona Ujian Tuhan Sikap Muslim Memghadapinya. 2020. Tangerang Selatan: Lentera Hati.

[3] Cut Rita Zahara. Minda Mahasiswa Indonesia: Psikologi Masyarakat Indonesia di Tengah Covid-19. 2020. Aceh: Syiah Kuala University Press.

[4] Dr. KH. M. Abduh Al-Manar. Fiqih Wabah. 2020. Jakarta: Hutamedia.

[5] Hasyim Hasanah. Teknik-Teknik Observasi. (Sebuah alternatif metode pengumpulan data kualitatif ilmu-ilmu sosial). Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 1, Juli 2016.

[6] Mariyatul Nordiyati Rahmah. Kredibilitas Juru Dakwah sebagai Komunikator. Jurnal Ilmu dakwah Vol. 12. No. 24, Juli-Desember 2013.

[7] Cut Rita Zahara. Loc.Cit.

[8] Gita Sekar Prihanti. Empati dan Komunikasi. 2014. Malang: UMMPress.

[9] Atep Adya Barata. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Alex Media Kompetindo.

[10] Prof. Dr. Alo Liliweri, M. S. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. 2011. Jakarta: Kencana.

[11] Cut Rita Zahara. Loc.Cit.

[12] Dr. Asep Suryana, M. Si. Konsep-Konsep Dasar Komunikasi Persuasif.

[13] Dr. Shikhar Chohan. Corona Virus. 2020. Evincepub Publishing.

[14] Kumpulan Ide Desain Menghadapi Virus Corona. 2020. UNSRI Press

[15] Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. Realitas Komunikasi Politik Indonesia Kontemporer. 2020. Yogyakarta: IRCiSoD.

[16] https://mui.or.id/category/produk/fatwa/

[17] Hasyim Hasanah. Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Dalam Rumah Tangga Perspektif Pemberitaan Media. Sawwa-Volume 9, Nomer 1, Oktober 2013.

[18] Dr. Samsuridjal Djauzi. Raih Kembali Kesehatan. Mencegah Berbagai Penyakit Hidup Sehat untuk Keluarga. 2009. Jakarta: Buku Kompas.

[19] Yoyok Bekti Prasetyo. Modul Pelatihan Pencegahan Covid-19 bagi Kader Kesehatan. 2020. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

[20] Dr. Muhammad Qadaruddin, M.Sos.I. Polemik Covid-19 & Perubahan Sosial. 2020. Sulawesi Selatan. Mahasiswa KPM IAIN Parepare

[21] H. Ahmad Zacky El-Syafa. Nikmatnya Ibadah. 2018. Surabaya: Genta Group Production.

[22] Rohadatul Ais. Komunikasi Efektif di masa Pandemi Covid-19: Pencegahan Penyebaran Covid-19 Di Era 4.0. 2020. Banten: Makmood Publishing.

[23] Isnan Ansory, Lc., M. Ag. Fiqih Menghadapi Wabah Penyakit.

[24] Farid Nu’man Hasan. Loc.Cit.

[25] Isnan Ansory, Lc., M. Ag. Fiqih Menghadapi Wabah Penyakit.

[26] Rohadatul Ais. Komunikasi Efektif di masa Pandemi Covid-19: Pencegahan Penyebaran Covid-19 Di Era 4.0. 2020. Banten: Makmood Publishing.

[27] Rohadatul Ais. Komunikasi Efektif di masa Pandemi Covid-19: Pencegahan Penyebaran Covid-19 Di Era 4.0. 2020. Banten: Makmood Publishing.

[28] Muhammad Rizka Saomi, M.Pd.I. Islam dan Corona Upaya Mengkaji Covid-19 dengan Pendekatan Islam. 2020. Jakarta: Goresan Pena.

[29] Dr. Muhammad Qadaruddin, M.Sos.I. Polemik Covid-19 & Perubahan Sosial. 2020. Sulawesi Selatan. Mahasiswa KPM IAIN Parepare.