URGENSI
PENGGUNAAN MEDIA MASSA DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH ISLAM
Siti Ani Munasaroh
(2001028002)
Program Magister Komunikasi Penyiaran
Islam UIN Walisongo Semarang
Email:
dezaani21@gmail.com
Abstrack
The implementation of da'wah
through the media is in line with Islamic orders which oblige some Muslims who
have the knowledge to preach, especially when a Muslim sees the evil that is
done openly. Da'wah is not only good and not only to increase the number of
Muslims, but it is demanded precisely to realize the responsibility for the
general mission of the Prophet Muhammad SAW in the hands of Muslims. This
responsibility is the responsibility of every individual Muslim community that
must be fulfilled, because the responsibility of this message has been borne by
Allah on the people to be conveyed to mankind after the Prophet Muhammad died.
In
this article the author describes the effects of mass media, both in terms of
function and impact on society. The existence of mass media in society is very
urgent and can even influence people's mindset and even behavior. Then the
writer tries to correlate between preaching and mass media. So that it can be
seen that the use of mass media is an urgent need in the development of Islamic
da'wah.
Keyword: Urgency,
Mass media, Da’wah
Pelaksanaan dakwah melalui media
selaras dengan perintah Islam yang mewajibkan sebagian dari umat Islam yang
memiliki ilmu untuk berdakwah, terutama ketika seorang muslim melihat
kemunkaran yang dilakukan secara terang terangan. Dakwah bukan hanya sekadar
kebaikan dan bukan pula untuk menambah jumlah kaum muslimin saja, akan tetapi
hal itu dituntut justru untuk mewujudkan tanggung jawab misi umum diutusnya
Nabi Muhammad SAW di tangan umat Islam. Tanggung jawab ini merupakan tanggung
jawab setiap individu umat Islam yang wajib ditunaikan, karena tanggung jawab
risalah ini telah dibebankan Allah atas umat untuk disampaikan kepada umat
manusia setelah Nabi Muhammad wafat.
Dalam artikel ini penulis
memaparkan tentang efek dari media masa, baik dari segi fungsi maupun pengaruhnya
terhadap masyarakat. Keberadaan media massa di tengah masyarakat sangat urgen
bahkan mampu mempengaruhi pola pikir bahkan perilaku masyarakat Kemudian
penulis mencoba mengkorelasikan antara dakwah dengan media masa. Sehingga dapat
diketahui bahwa penggunaan media masa menjadi kebutuhan yang mendesak dalam
pengembangan dakwah Islam.
Kata Kunci: Urgensi, Media masa, Dakwah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan
media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Media massa mampu
membentuk opini hingga mengubah perilaku masyarakat. Seiring dengan itu,
kehadiran media membawa nilai positif juga negatif. Sementara itu, aktivitas
diarahkan membentuk perilaku yang baik bagi masyarakat sehingga media
diharapkan juga dapat memberi kontribusi melalui pemberitaan dalam pengembangan
dakwah dalam masyarakat. Perkembangan perilaku sosial masyarakat di era
informasi dominan dipengaruhi dari konstruksi media. Media mengenal agenda setting
atau framing untuk mengkonstruksi suatu peristiwa yang memiliki dampak
luas bagi masyarakat. Hal ini seiring dengan transformasi informasi media yang
menemukan momentumnya sejak memasuki era reformasi yang lebih terbuka menuju
kebebasan berekspresi sebagai pijakan terbentuknya tatanan kehidupan
masyarakat. Sementara dampak dari transformasi informasi ke arah lebih terbuka
itu menimbulkan perubahan drastis terhadap perilaku masyarakat. Perubahan
mencolok lebih tampak dari aspek perilaku keagamaan di samping aspek lainnya.
Perubahan
perilaku keagamaan akibat dari transformasi informasi media, terindikasi dari
moralitas masyarakat yang terkadang mengabaikan nilai-nilai agama. Maka
kehadiran media mesti direspon sehingga memberi dampak positif terhadap
perilaku keagamaan masyarakat serta mempertahankan nilai-nilai yang selama ini
dianut masyarakat. Media hadir membawa dampak negatif terhadap perilaku
keagamaan, jika dilihat dari sikap masyarakat yang mengakses informasi tidak
selektif, khususnya bagi kalangan anak-anak dan remaja. Namun di sisi lain,
media justru dipercaya memberi kontribusi positif terhadap perilaku masyarakat,
termasuk bidang keagamaan. Hal ini tampak dari beragamnya acara keagamaan yang
disajikan di media, baik cetak maupun elektronik yang menyajikan informasi di
daerah maupun isu nasional. Di antara kontribusi media adalah terbagunnya sikap
kritis masyarakat akibat keterbukaan informasi. Kegiatan dakwah kian semarak
ditandai tingginya respon sejumlah media.
Pada dasarnya teknologi informasi pada media
massa adalah keikutsertaan massa secara langsung dalam melakukan proses
komunikasi. Jadi, model komunikasi yang di bentuk oleh media massa adalah
komunikasi massa yang melibatkan banyak manusia dalam prosesnya. Jika
dianalogikan, komunikasi menjadi bahan sedangkan dunia maya menjadi wadah atau
media. Hal ini akan menjadi pasangan yang cocok dalam penyebaran dakwah melalui
teknologi informasi. Efektivitas waktu menjadi salah satu kelebihan teknologi informasi.
Hal tersebut disebabkan oleh kecanggihan teknologi informasi yang telah
berhasil menghapus ruang geografis dalam kehidupan manusia hingga keberadaannya
terasa sangat penting untuk kehidupan manusia dan telah menjadi kebutuhan vital
bagi kehidupan masyarakat kontemporer. Keadaan ini justru harus menjadi peluang
yang begitu luar biasa bagi para ulama untuk menyebarluaskan informasi dakwah
ke seantero jagat raya lintas negara maupun bahasa dengan cepat.
Dalam perkembanganya, media mampu
melakukan konstruksi sosial dalam membentuk opini publik terhadap realitas di
tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, mengukur positif dan negatifnya
media terhadap perilaku masyarakat perlu kajian akademik sehingga memiliki
kualifikasi keilmiahan. Tentu baik dan buruk dampak media sangat tergantung
dari perspektif yang digunakan.
Untuk itu, tulisan ini lebih difokuskan
pada aspek keagamaan, kaitannya dengan perubahan perilaku akibat informasi
media. Terjadinya dekadensi moral atau demoralisasi yang dianggap sebagai
akibat negatif media menunjukkan masyarakat tidak selektif dalam menyimak
sajian informasi media yang cukup beragam. Karakteristik masyarakat yang
memiliki rasa ingin tahu dan keinginan mencoba segala sesuatu yang dilihatnya
menjadi faktor determinan yang menjadikan acara televisi atau media cetak
membawa dampak negatif. Sementara media justru efektif dijadikan sebagai media
dakwah untuk menyebarkan informasi-informasi keagamaan sehingga pesan- pesan
dakwahnya dapat dicerna dan diamalkan masyarakat. Persoalan yang muncul
kemudian adalah pada posisi media sebagai media dakwah atau justru kehadiran
media menjadi tantangan dakwah.
Kegiatan dakwah diorientasikan untuk
transformasi personal dan kolektif umat ke arah yang lebih baik serta
meminimalisir kemunkaran. Idealitas dakwah tersebut berhadapan dengan realitas
kehidupan masyarakat yang lebih mengarah pada aspek pragmatisme di tengah
menjamurnya budaya dan cenderung mengabaikan agama. Hal ini tidak terlepas dari
kontribusi media pada sisi negatifnya mampu mempengaruhi hingga merubah pola
pikir hingga perilaku masyarakat yang paradoks dengan nilai-nilai budaya dan
agama. Aktivitas dakwah menjadi keniscayaan dengan melakukan inovasi-inovasi
dalam menjaga eksistensi agama secara berkesinambungan.
Dalam hal ini, Islam sebagai agama
dakwah (missionary religion) menjadikan kegiatan tersebut sebagai
perekat terpeliharanya nilai-nilainya Islam. Proses transmisi pesan-pesan
dakwah dari seorang da’i dihadapan mad’u yang menjadi sasaran
dakwah, tentunya dalam bingkai amar ma’ruf nahi mungkar (menyeru pada
kebaikan dan mencegah kemunkaran). Dalam konteks inilah, fenomena tersebut
sejatinya dikritisi dalam perspektif jurnalisme dakwah. Upaya memproduksi
karya-karya jurnalistik yang memuat pesan-pesan dakwah. Hal ini diselaraskan
dengan tujuan mulia kegiatan dakwah adalah membimbing seseorang ke arah
transformasi personal melalui perbaikan perilaku yang dibangun dari pemahaman
keagamaan secara tepat. Transformasi personal meniscayakan pribadi yang
paripurna dengan predikat beriman dan beramal saleh. Kadar keilmuan seseorang
diperoleh dari seorang guru, termasuk di dalamnya mendengar ceramah berisi ilmu
agama dari seorang dai. Dinamika perkembangan dakwah kontemporer diperhadapkan
pada kompleksitas persoalan umat. Karenanya, para dai harus berkiprah secara
profesional, guna memberi pencerahan agama bagi umat dalam menemukan atau
mengurai persoalan-persoalan kehidupan agar tetap istiqamah, konsisten,
menjalankan nilai-nilai agama yang diyakininya.
Karena itu, Islam sebagai agama dakwah
meniscayakan disebarluaskan kepada masyarakat. Kegiatan dakwah diyakini membawa
pengaruh terhadap kemajuan Islam. Sebaliknya, aktivitas dakwah yang lemah akan
berdampak pada kemunduran Islam. Dakwah adalah jalan paling utama dan merupakan
aktivitas yang dilakukan dengan iltizam di jalan dakwah merupakan hal
yang sangat menentukan nasib setiap muslim untuk memiliki keyakinan yang mantap
terhadap keselamatan arah perjalanan dakwah itu sendiri (Masyhur, 1995: 247). Da’i
selain harus menguasai unsur-unsur dakwah seperti mad’u dan materi, da’i juga
dituntut untuk dapat melihat kebutuhan umat, yaitu dengan menjadikan media
sebagai jalan untuk memaksimalkan atsar atau efek dakwah kepada
masyarakat.
Berdakwah melalui media adalah merupakan tugas yang mulia dengan harapan mereka para pelaku dakwah melalui media dapat memperjuangkan kebenaran dengan menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam skala lebih luas melalui media tanpa membiaskan makna dakwah tersebut. Berbagai persoalan yang mengiringi pola dan intensitas perilaku keagamaan masyarakat tidak terlepas dari besarnya pengaruh media massa.
B.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research). Metode Library Research adalah penelitian yang dilakukan
terhadap sumber-sumber tertentu berupa buku, majalah, artikel, dan karangan
lain (Singarimbun, 1989: 157). Peneliti mengumpulkan data-data penelitian
bersumber buku yang memanfaatkan perpustakaan dan situs jurnal yang memuat tentang
penggunaan media dalam pengembangan dakwah. Dalam telaah kepustakaan ini, tidak
hanya sekedar membaca maupun mencatat literatur atau buku-buku. Namun, library
research ialah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian
(Zed, 2004: 3)
PEMBAHASAN
1. Efek Media Massa
Seluruh
studi yang berkaitan dengan media massa didasarkan pada asumsi bahwa media
memiliki dampak, meskipun belum diperoleh kesepakatan yang jelas mengenai
dampak tersebut, apakah bersifat langsung atau tidak langsung memberi pengaruh
yang besar atau kecil. Bahkan sampai tahun 1970-an, hampir semua penelitian
tentang media dan agama berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penyiar
religi tentang dampak apa yang mereka miliki. Sebagian besar pr ogram religi
mengklaim memiliki banyak penonton akan lebih menarik minat masyarakat sehingga
mempunyai dampak “menobatkan” banyak orang daripada syiar religi secara
konvensional. Hal ini karena bentuk media yang fleksibel (Robert, 2007: 4).
Menurut
McLuhan bentuk media memberi pengaruh kepada masyarakat. Pengaruh yang
ditimbulkan oleh sebuah media bukan hanya terletak pada isi pesannya, melainkan
pula dipengaruhi oleh jenis media komunikasi yang dipergunakan interpersonal,
media cetak atau televisi. Saat ini kita hidup dalam sebuah lingkungan yang
disebut McLuhan sebagai Global Village yang berarti bahwa dengan
perantaraan media komunikasi modern, memungkinkan berjuta-juta orang di seluruh
dunia merasakan kedekatan antara satu dan yang lain dalam sebuah lingkaran
(Rivers, 2008: 346).
McLuhan juga menyatakan bahwa dampak
paling signifikan dari media tidak hanya pada psikologi individu tetapi pada
keseluruhan budaya dan masyarakat. McLuhan mempelajari media melalui analisis
sastra yang menekankan aktivitas orang dalam membaca dan menafsirkan teks.
Media yang berbeda menyentuh indera yang berbeda telinga, mata, seluruh
kesadaran dan orang tersebut
menanggapinya dengan menyusun makna teks sesuai dengan pengaruh indera utama,
sehingga menghasilkan “budaya lisan” atau “budaya visual” (Robert, 2007: 5).
Dampak
yang ditimbulkan oleh sebuah media massa tidak bisa terlepas dari fungsi media
massa itu sendiri dalam masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
tertarik untuk bersentuhan dengan media massa di antaranya seperti yang
dikemukakan McQuail (1994: 79), yaitu: Pertama, fungsi informasi (information)
yaitu menyediakan informasi tentang suatu peristiwa dan kondisi dalam kehidupan
masyarakat dan dunia. Fungsi ini juga memberikan fasilitas terhadap adanya
inovasi, adaptasi, dan kemajuan. Kedua, fungsi korelasi (correlation)
yaitu menjelaskan, menginterpretasikan, dan mengomentari peristiwa dan
informasi yang ada serta merupakan wadah dari proses sosialisasi dan membangun
konsensus. Ketiga, fungsi kesinambungan (contuinitas) yaitu
mengekspresikan budaya dominan dan mengakui kehadiran budaya baru. Keempat,
fungsi hiburan (entertainment) yaitu menyediakan hiburan, pengalihan,
perhatian, dan meredakan ketegangan sosial. Kelima, fungsi mobilisasi (mobilization)
yaitu mengkampanyekan kepada masyarakat mengenai hal- hal yang berkaitan dengan
politik, perang, pembangunan, ekonomi, dan agama.
McLeod,
Kosicki dan Zhongdanpan dalam Curran & Gurevitch (Curran, 1994: 250) mengemukakan
bahwa sebuah media dapat memberi efek yang besar atau kecil terhadap
penerimanya tergantung dari beberapa faktor yang mendorong dalam menggunakan
media, di antaranya yaitu: Pertama, Kepuasan (Gratification), hal pokok
yang paling mendasari seorang individu dalam memanfaatkan media adalah faktor
keinginan untuk memenuhi kebutuhan sesuai yang diharapkan. Kedua, Selektivitas (selectivity),
orang akan secara selektif memilih media yang sesuai dengan sikap dan
kepercayaan mereka. Hyman dan Sheatsley berpendapat bahwa operasionalisasi dari
sikap selektif penerima ini meliputi beberapa proses yaitu terpaan (exposure),
perhatian (attention), persepsi atau interpretasi (perception),
dan ingatan (retention).
Straubhar
dan LaRose (1997: 419) mengemukakan pula adanya tiga hal yang amat berperan
dalam proses selektivitas individu, yaitu: Pertama, selective exposure
yaitu kecenderungan seseorang menghindari terpaan informasi media yang tidak
sesuai dengan keinginan atau kepercayaan mereka. Kedua, selective perception
yaitu seseorang akan cenderung salah dalam menginterpretasi beberapa informasi
yang berbeda dengan pandangannya. Ketiga, selective retention yaitu
seseorang cenderung hanya akan mengingat sebuah pesan yang ingin diingatnya.
Perhatian (attention) merupakan aktivitas audiens yang utama, khususnya
sebagai usaha membangun mental dalam pengggunaan sebuah media. Setiap media
yang digunakan, apakah elektronik maupun media cetak membutuhkan perhatian
khusus. Di samping itu diperlukan pula kesadaran dan kontrol personal dalam
penggunaannya (Curran, 1994: 251).
Menurut
Achmad, perhatian adalah salah satu penyesuaian dari tubuh dengan alat
penginderaan merintis adanya persepsi yang jelas dalam kesadaran. Perhatian ini
dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu : Pertama, involuntary yaitu
perhatian yang muncul secara spontan tanpa unsur kesengajaan. Kedua, voluntary,
perhatian yang timbul karena adanya unsur kesengajaan. Ketiga, habitual
yaitu perhatian yang muncul karena kebiasaan sehari- hari (Achmad, 1990: 14).
Berdasarkan paparan para ahli mengenai efek media, dapat penulis simpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh media masa tidak terlepas dari fungsi media masa itu sendiri, media masa dapat berfungsi sebagai alat untuk berbagi informasi, hiburan, wadah untuk sosialisasi dan tempat untuk menginterpretasikan suatu peristiwa. Kemudian media dapat memberi efek yang besar maupun kecil terhadap penerimanya tergantung dari tingkat kepuasan dan selektivitas yang mendorong dalam menggunakan media. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa media dapat merubah perilaku dan pola pikir masyarakat dengan mempengaruhi lingkungan sehingga dapat membentuk realitas baru.
2. Dakwah
dan Media Massa
Kegiatan dakwah menjadi semarak dengan merambah
dunia media massa yang terintegrasi. Dalam perkembanganya, media mampu
melakukan rekonstruksi sosial dalam membentuk opini publik terhadap realitas di
tengah-tengah masyarakat. Dalam Burhan Bungin, untuk memahami konstruksi sosial
media massa berpijak dari teori dan pendekatan konstruktivisme yang bermula
dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif (Bungin, 2008: 13). Sementara dakwah senantiasa bersentuhan dengan
realitas dalam masyarakat tertentu. Secara historis, interaksi Islam dengan
realitas sosio-kultural terdapat dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam
mampu memberikan pengaruh terhadap lingkungan sehingga terbentuknya realitas
sosial yang baru. Kedua, dakwah Islam terpengaruh oleh perubahan
masyarakat dalam arti eksistensi corak dan arahnya. Ini berarti bahwa
aktualitas dakwah ditentukan oleh sistem sosio-kultural. Jika kemungkinan kedua
ini yang terjadi maka dakwah akan bersifat statis atau terdapat dinamika dengan
kadar hampir tidak berarti bagi perubahan sosio-kultural (Ahmad, 1983: 2).
Dalam
aplikasi penyampaian dakwah, seorang dai sebagai subjek dakwah memerlukan
seperangkat pengetahuan dan kecakapan dalam hal metode. Dengan mengetahui
metode maka da’i mampu memahami dan menyampaikan materi kepada objek
dakwah yang sedang dihadapinya dengan harapan bahwa mampu diterima dan dipahami
pula oleh mad’u Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru
dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu
pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun
baik, tetapi disampaikan melalui metode yang tidak tepat maka pesan bisa saja
ditolak oleh si penerima pesan Kegiatan dakwah kontemporer mengharuskan
pendekatan komunikasi, khususnya melalui media.
Dalam mengurai relasi bahkan
integrasi dakwah dan komunikasi melalui media, memberi kesadaran untuk
melakukan transformasi gerakan dakwah melingkupi pengajian di masjid-masjid
atau majelis ta’lim ibu-ibu melalui arisan bulanan. Selain itu aktivitas
dakwah melalui media, sebab gerakan yang paradoks dengan dakwah kini berkembang
pesat, yang kini merambah pada dunia maya (teknologi modern seperti internet).
Untuk itu, kontekstualisasi dakwah kontemporer menjadi suatu keharusan. Hal ini
sekaligus menjawab berbagai pertanyaan di atas. Artinya, dakwah tidak tepat
lagi dipahami sebatas pengajian, ceramah di tempat-tempat tertentu, melainkan
harus merambah pada dunia maya, internet dan alat teknologi lainnya. Selain
itu, berdakwah melalui jalur media massa juga menjadi kebutuhan, justru saatnya
diintensifkan.
Selama ini para elit banyak
melakukan penyimpangan moral, maka saatnya figur-figur yang bermoral dengan
komitmen keagamaan yang kuat untuk masuk dalam kancah dakwah praktis. Dalam
konteks ini, dakwah dipahami secara lebih luas, yakni suatu proses internalisasi
nilai-nilai Islam dalam kancah kehidupan, sehingga nilai-nilai tersebut dapat
mewarnai perilaku masyarakat dalam tatanan kehidupan yang Islami. Dakwah adalah
upaya menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam, secara sederhana dan universal
dakwah adalah menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Nilai dakwah ini
merupakan strategi untuk mengkomunikasikan ajaran-ajaran suci agama yang dapat
diaktualisasikan dalam berbagai formulasi tergantung kondisinya, termasuk
melakukan formalisasi dakwah melalui partai dakwah.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi masa kini dapat mempengaruhi aktivitas dakwah yang dilakukan oleh
para pelaku dakwah. Oleh karena itu, dakwah masa kini sudah seharusnya dikemas
dalam berbagai metode yang efektif sesuai dengan kondisi objeknya. Dakwah
bil-lisan yang selama ini digunakan oleh para pelaku dakwah, dianggap tidak
memadai lagi. Oleh karena itu dakwah seharusnya menggunakan metode-metode
komunikasi sebagaimana halnya penyampaian informasi secara umum, dengan
menggunakan media komunikasi yang komunikatif. Surat kabar dan televisi adalah
salah satu media massa yang banyak mendapat perhatian seluruh lapisan
masyarakat. Namun media tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh para pelaku
dakwah masa kini. Media pers seperti surat kabar, majalah tidak hanya sarat
dengan informasi-informasi berwujud berita, tetapi juga diwarnai dengan
bentuk-bentuk tulisan lainnya yang bersifat ganda, memberi infomasi sekaligus
menghibur (Bungin, 2008: 35).
Dengan demikian pers memiliki empat fungsi
utama yaitu sebagai pemberi informasi, pemberi hiburan, melakukan kontrol
sosial dan mendidik masyarakat secara luas. Perlu pula diketahui bahwa fungsi
menghibur bagi pers, bukan dalam arti menyajikan tulisan-tulisan atau
informasi-informasi mengenai jenis-jenis hiburan yang disenangi oleh
masyarakat. Akan tetapi menghibur dalam arti menarik pembaca dengan menyuguhkan
hal- hal yang ringan diantara sekian banyak informasi yang berat dan serius.
Dengan demikian tampak bahwa ada kesamaan antara fungsi dakwah dan fungsi pers.
Dalam hal ini, persamaan antara dakwah dan
publisistik yaitu sama-sama menyampaikan isi pernyataan, sasarannya sama-sama
yaitu manusia, sama-sama bertujuan agar manusia lain jadi sependapat, selangkah
dan serasi dengan orang yang menyampaikan isi pernyataan. Dengan demikian, nampak
bahwa antara dakwah dan media massa mempunyai hubungan yang erat, terutama
dakwah masa kini sebagai alat penyampaian dakwah kepada khalayak. Untuk melihat
secara gamblang mengapa dakwah masa kini perlu melalui media massa, maka perlu
dilihat beberapa unsur dakwah.
Menurut Buya Hamka seperti yang
dikutip oleh H. M. Iskandar dalam buku Pemikiran Hamka tentang Dakwah,
dikemukakan lima unsur dakwah yaitu subjek dakwah, materi dakwah, metode dakwah,
media dan sarana dakwah dan objek dakwah (Iskandar, 2001: 251). Unsur-unsur
tersebut salah satu diantaranya adalah media dan sarana dakwah. Media dalam
sebuah informasi adalah sangat penting, karena media merupakan saluran
informasi yang merupakan faktor penentu berhasil tidaknya suatu pesan yang
disampaikan oleh komunikator. Realitas menunjukkan bahwa dakwah billisan
sekarang ini sudah dianggap tidak memadai lagi. Oleh karena itu, pelaku dakwah
masa kini harus melihat kondisi objektif sasaran dakwah. Kehadiran pers dewasa
ini dalam kaitannya dengan perubahan sosial, tidak bisa lagi dipandang sebelah
mata. Selama ini tidak seorang pun yang menyangkal bahwa masjid merupakan pusat
dakwah yang efektif. Akan tetapi dengan perkembangan dan kemajuan teknologi
yang pesat dari tahun ke tahun, kini dakwah tidak cukup hanya dipusatkan di
masjid saja tanpa mencoba mencari alternatif lain, mengembangkannya di luar
masjid dengan mempergunakan media yang tersedia, seperti pers atau surat kabar.
Pers dalam arti luas adalah menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan
dengan media cetak, maupun dengan media elektronik (Kusumaningrat, 2005: 17).
Di tengah-tengah perkembangan dan
pembangunan sektor komunikasi yang menggembirakan sekarang ini, pikiran untuk mengembangkan
dakwah dengan melihat pers tentu saja merupakan langkah yang tepat dan bijak.
Sekarang sudah saatnya para pemikir, muballigh, ulama dan pemuka Islam lainnya,
memanfaatkan serta mempergunakan peluang maupun pengaruh yang dimiliki oleh
pers tersebut guna meningkatkan dakwah. Harapan tersebut seirama dengan apa
yang dinyatakan oleh Hasan Basri Tanjung bahwa beranjaknya kehidupan masyarakat
pada tahap informasi telah mengajak kita untuk melangkah lebih jauh atau paling
tidak sama dengan perubahan sosial yang ada. Untuk mengantisipasi hal tersebut
kata beliau, dakwah billisan tidak memadai lagi, tetapi harus mendapat dukungan
dengan suatu media yang refresentatif dan relevan dengan cakrawala pikiran
manusia yang semakin maju (Tanjung, 1993).
Dengan demikian pers dapat dipandang
sebagai bagian dari strategi dakwah, sekaligus sebagai instrumen perubahan yang
bersifat hikmah, yang menurut Harun Nasution memiliki dimensi intelektual,
etikal, estetikal, dan prakmatikal. Hal yang perlu diketahui, sejalan dengan
gerakan reformasi yang digulirkan, bahwa pengeluaran SIUPP (Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers) yang dulu sarat dan berbelit-belit kini menjadi terbuka lebar.
Dunia pers yang memiliki fungsi utama sebagai media informasi, media hiburan
dan media kontrol sosial kini semakin semarak. Kehidupan masyarakat pun tidak
bisa lagi dipisahkan dengan pers. Masyarakat kini, khususnya masyarakat yang
melek secara informasi, sangat bergantung kepada pers. Kini masyarakat dapat
leluasa membaca surat kabar apa saja dari surat kabar politik, dakwah, sampai
surat kabar yang seluruh isi halamannya diisi dengan bentuk-bentuk sensual
lengkap dengan gambar-gambarnya yang serba terbuka dan menantang. Bahkan kini
telah muncul pula surat kabar digital yang bisa diakses di internet semacam
detik.com, kompas.com atau bacaberita.com dan lain-lain. Namun demikian perlu
pula diingat bahwa pada dasarnya, pers adalah pedang bermata dua, ia dapat
menjadi alat dakwah yang sangat efektif, tetapi pada saat bersamaan ia juga
dapat menjadi medium propaganda setan yang paling jitu. Oleh karena itu menulis
pesan-pesan dakwah di koran perlu memperhatikan karakteristik media massa (Muhyidin,
2002: 208).
Asep Saiful Muhtadi dalam bukunya
Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek mengemukakan karakteristik media massa
sebagai berikut, pertama, komunikasi massa berlangsung satu arah. Kedua,
komunikasinya bersifat melembaga. Ketiga, pesan-pesan yang disampaikan bersifat
umum. Keempat, pesan-pesan yang disampaikan lewat media digunakan secara
serempak. Kelima, komunikasinya bersifat heterogen (Saiful, 1999: 73). Oleh
karena itu menulis pesan-pesan dakwah dalam sebuah koran maka ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan yaitu tulisan bernuansa dakwah itu akan dikonsumsikan
kepada media apa, apakah media pers khusus Islam atau pers umum.
Menulis dakwah untuk media pers
khusus Islam memiliki teknik dan cara yang sedikit berbeda dengan menulis di
media pers umum. Media khusus media Islam pembacanya sudah jelas sedang media
pers umum pembacanya heterogen berasal dari beragam latar belakang kepercayaan.
Karena itu bahasa dakwah melalui jurnalistik harus memiliki sifat singkat,
padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Sedang bahasa agama adalah
bahasa yang mengedepankan kemurnian, kebenaran, kebersihan, jauh dari kata-kata
kotor, kasar, tidak simpatik dan menyingkirkan kata-kata yang bernada hasutan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Hujurat/49:11-12, Q.S.
Lukman/31: 18-19.
Dakwah masa kini melalui media massa
atau surat kabar adalah langkah yang tepat, karena dengan pers objek dakwah
akan lebih cepat menerima informasi yang diperlukan. Namun pers atau surat
kabar sekarang masih sangat terbatas dijadikan sebagai media komunikasi dakwah
oleh pelaku dakwah. Cara berkomunikasi dalam bentuk dakwah melalui pers harus
mengikuti teori-teori persuratkabaran tanpa meninggalkan nilai-nilai ajaran
agama, agar pesan-pesan dakwah dapat diterima dengan baik oleh sasarannya.
Media dakwah merupakan elemen yang ke empat dari unsur-unsur dakwah setelah pelaku
dakwah (dai), mad’u, dan materi (maddah). Istilah media bila
dilihat dari asal kata berasa dari kata medium yang berarti alat perantara,
jadi yang dimaksud media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.
3. Arah
Pengembangan Dakwah
Sebagai
suatu ilmu sosial, pengembangan dakwah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan
agar dakwah sebagai ilmu memiliki tingkat generalisasi lebih luas, intrepretasi
kaya, kesimpulan yang semakin kuat dan tingkat abstraksi atas berbagai gejala
menjadi lebih tinggi. Mendasarkan hal tersebut, maka pengembangan dakwah harus
memiliki arah yang jelas dan sistematis. Pada pengembangan dakwah Islam tentu
tidak akan lepas dari analisis interaksi unsur dalam dakwah yang kemudian
ditinjau dari aspek ontologi, axiologi dan epistimologi membentuk bangunan
keilmuan yang utuh. Dalam hal ini analisis yang terlibat dalam proses
pengembangan dakwah islamiyah meliputi unsur doktriner ajaran Islam, da’i,
mad’u, dan tujuan dakwah Islamiyah (Hasanah, 2017: 189).
Kerangka
analisis yang terbentuk dari interaksi unsur dakwah (a) doktrin Islam dan da’i
akan menghasilkan hakekat dan pemahaman esensi pesan, (b) da’i dan mad’u akan
menghasilkan kegiatan tabligh dan silaturrahmi, (c) mad’u dan tujuan dakwah
akan menghasilkan model perilaku Islam secara empiris (amal shaleh) dan (d)
tujuan dakwah dan da’i akan menghasilkan efisien dan efektivitas pencapaian
tujuan dan sasaran dakwah. Lebih lanjut, tema pengembangan dakwah selalu
berkaitan dengan aspek keilmuan dakwah itu sendiri yaitu (meliputi aspek
teoritis, metodologis dan pokok-pokok kajiannya (subject matter)
kemudian diselaraskan dengan aspek epistimologis, axiologis dan ontologi
keilmuan dakwah menggunakan kerangka kajian sistem komunikasi Islam. Arah
pengembangan dakwah Islam secara teoritis meliputi tiga bahasan utama yaitu
sosiologi, psikologi dan komunikasi (Hasanah, 2017).
Arah
pengembangan dakwah dalam term komunikasi didasarkan pada hakekat dakwah
sebagai proses penyampaian pesan dakwah yang harus dikemas secara sistematis
baik melibatkan sistem dasar komunikasi ataupun dengan melibatkan teknologi
informasi dan komunikasi. Peran komunikasi dalam dakwah sangat bergantunng pada
kehidupan sosial manusia berupa fungsi sosial manusia yaitu komunikasi sosial,
kontrol sosial, dan kerjasama sosial. Lebih lanjut dikatakan oleh Laudlow, dkk
dalam Hasanah (2016: 140) bahwa pengembangan yang melibatkan proses komunikasi
terletak pada efektivitas komunikasi.
Arah
pengembangan dakwah Islam secara ontologis, dapat ditinjau dari wujud perilaku
keberagamaan manusia, jadi seluruh perilaku keberagamaan manusia dalam dimensi
sosiopsikologisnya berupa proses internalisasi, transmisi, difusi dan
transformasi ajaran Islam yang melibatkan unsur dakwah secara sistematis dalam
rentang waktu untuk mewujudkan kehidupan umat yang salam, hasanah dan thayyibah
serta memperoleh ridha Allah SWT. Sebagai sebuah sistem kegiatan, dakwah
merupakan sistem penjelas yang proporsional dalam mencermati perilaku
keberagamaan umat menyangkut empat hal yaitu irsyad, tabligh, tamkin/tathwir
dan tadbir. Mengacu pada empat hal
tersebut Sukriadi Sambas merangkum menjadi dua kegiatan sistem dakwah, pertama
irsyad dan tabligh Islam sebagai bagian integral dari da’wah bi ahsani al
aq-wal (dakwah yang banyak menggunakan lisan), kedua takwim dan tadbir Islam
sebagai bagian dari da’wah bi ahsani al a’mal (dakwah dengan tindakan
nyata atau perbuatan) (Hasanah, 2016: 141)
Berdasarkan formulasi disiplin ilmu dakwah
maka secara etimologis kegiatan irsyad berisikan kegiatan Bimbingan dan
Penyiaran Islam Penyuluhan Islam (BPI), kegiatan tabligh berisikan
cerama popular/ ilmiah/ konvensional, khitobah diniyah, seni Islam dan
futuhat yang disebut pula ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), kegiatan tamkin/tathwir
berisikan penjelasan Pengembangan Masayarakat Islam (PMI); dan tadbir
berisikan pelembagaan dan pengelolaan Menejemen Dakwah Islam (MDI).
Formulasi ilmu dakwah dalam
melengkapi eksistensi sekaligus pengembangan secara epistimologis tabligh
Islam melahirkan ilmu komunikasi dan penyiaran Islam yang terdiri dari
kegiatan:
a. Sistem
Pers dakwah
1) Kitabah
seperti Artikel, feacture, resensi buku dan film, puisi, skenario, dan
lain-lain.
2) I’lan
yaitu penyiaran radio, televisi dan produksi Film, jejaring sosial
b. Sistem
teknogi dakwah
1) Pengelolaan
Media konvensional seperti Khitobah Diniyah, Ta’tsiriyah.
2) Pengelolaan
Media Digital dengan memanfaatkan teknologi berbasis sistem informasi dan
teknologi digital seperti internet, telepon, dan media online lainnya.
Arah pengembangan ilmu komunikasi Islam dan dakwah, secara aksiologis dapat melengkapi manfaat kebutuhan pengembangan sistem pengelolaan pesan informasi nilai ajaran Islam yang dikemas dalam sistem pers dakwah maupun dengan menggunakan teknologi dakwah sehingga informasi pesan dakwah lebih berorientasi pada kemampuan, kecakapan dan kebebasan penyampaian informasi ruang publik secara massif sehingga menimbulkan perilaku dan kesadaran kolektif secara bersifat lebih efektif dan efisien (Hasanah, 2016: 144).
4. Urgensi
Penggunaa Media Massa dalam Pengembangan Dakwah
Keberadaan media massa di tengah
masyarakat sangat urgen bahkan mampu mempengaruhi pola pikir bahkan perilaku
masyarakat. Ketika sebuah peristiwa diinterpretasikan media menjadi tayangan
bermuatan dakwah dan diakses publik yang meliputi umat Islam selaku mad’u,
tentu penafsiran media atas teks atau tayangan dalam konstruk dakwah merupakan
harapan bagi pengembangan dakwah melalui media massa yang diyaikini pengaruhnya
signifikan. Pola ini juga digunakan Burhan Bungin dalam mengamati konstruksi
sosial media terkait dengan iklan televisi (Bungin, 2008: 38).
Dalam teori konstruksi sosial,
setidaknya ada beberapa tokoh yang mengembangkan teori tersebut atau teori yang
mendukung. Sebut diantaranya, Derrida, Habermas, Berger dan Luckmann. Konsep
konstruksi sosial atas realitas sosial bagi Berger dan Luckmann, individu dan
masyarakat ditempatkan sebagai objek dalam proses eksternalisasi,
subjektifikasi, dan internalisasi. Selain itu, mereka juga menempatkannya
sebagai pencipta realitas sosial yang dikonstruksikan dalam setiap tahap
konstruksi (Berger, 1966).
Tayangan media yang bermuatan dakwah
didekonstruksi oleh pemirsa selaku mad’u. Proses dekonstruksi terjadi
melalui proses penafsiran kemudian menjadi realitas sosial baru dalam kesadaran
umum melalui tahap eksternalisasi, subjektifikasi, dan internalisasi yang
berlangsung dalam proses konstruksi sosial dakwah dalam media. Konstruksi media
tidak terlepas dari realitas masyarakat sehingga proses konstruksinya berpijak
pada peristiwa yang kemudian menjadi realitas yang direkayasa media sebagai
sebuah tayangan menarik.
Dalam kaitannya dengan dakwah,
konstruksi sosial media dilihat sejauhmana media memuat tayangan atau
pemberitaan keagamaan yang diakses publik sehingga implikasinya akan
mempengaruhi opini dan perilaku masyarakat secara umum dalam kehidupan sosial
keagamaan. Salah satunya melalui pemberitaan media. Dalam perspektif komunikasi
massa, terpaan informasi yang disebarkan media televisi memungkinkan terjangkau
masyarakat luas seantero nusantara. Diyakini dalam waktu bersamaan akan disimak
jutaan pemirsa. Hal ini kemudian bisa dibuktikan melalui tingkat rating acara,
frekuensinya tergolong tinggi atau rendah. Jika sebuah acara diminati pasti
ratingnya tinggi. Sementara media yang tidak bisa lepas dari dimensi bisnisnya,
mengingat aktivitas media tidak bisa berjalan tanpa biaya yang tidak sedikit.
Kontribusi terbesar diperoleh setiap pengelola media masih bertumpu pada
pendapatan iklan. Ibarat iklan adalah roh yang menentukan hidup matinya sebuah
media, di samping manajemen yang professional (Berger, 2000: 45).
Maka dari itu kolaborasi seorang dai
dengan media tidak dapat dihindarkan jika “kepentingan” hendak terakomodir.
Seorang dai membutuhkan media sebagai saluran dakwah agar terjangkau masyarakat
luas selaku mad’u, sasaran dakwah. Kepentingan media adalah eksistensi
perusahaan yang mengandalkan iklan. Maka, dalam kegiatan dakwah harus jeda demi
“mempersilahkan” tayangan iklan. Dalam pandangan keagamaan, kegiatan dakwah di
televisi yang diselingi iklan menjadi kebutuhan. Namun sebuah tayangan
keagamaan, terutama dakwah, sebaiknya dihindari tayangan iklan yang vulgar.
Realitas media di Indonesia menunjukkan betapa meraka diperhadapkan pada
situasi paradoksal, acara bernuansa agama tapi terkadang diselingi iklan yang
berbeda muatan pesannya dengan nilai-nilai dakwah yang disponsorinya.
Demikian realitas media berbeda
dengan realitas masyarakat tetapi dapat dimaklumi. Menyadari adanya perbedaan
itu, maka pelaku dakwah harus lebih profesional dalam mencari titik temu secara
objektif. Terkait itu, titik temu yang hendak dilakukan minimal menumbuhkan
kesadaran saling melengkapi, saling membutuhkan. Dengan begitu ada tawar
menawar antara pelaku dakwah atau seorang ustadz untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Islam tanpa mengurangi pesan-pesan dakwah atas nama kepentingan
pihak tertentu saja. Misinya adalah memberi pencerahan kepada umat soal-soal keagamaan
sebagai tanggung jawab sosial keagamaannya.
Di sisi lain pihak media juga
dituntut menjadi sadar media, mampu memahami kebutuhan media sesuai dengan
kepentingan dakwahnya. Persoalannya kemudian, antara keduanya masih pada titik
singgung saling memanfaatkan. Hal itu kemudian mengakibatkan, pelaku dakwah
condong lebih mengikuti keinginan media. Misalnya, rating acara prime time
hampir tidak ada dalam durasinya bernuansa dakwah melainkan hiburan. Artinya,
pihak media tampaknya belum melirik nuansa dakwah menjadi sesuatu yang belum
layak jual untuk dipublikasikan.
Seiring perkembangan teknologi yang
sangat canggihnya, memudahkan aktivitas pengkajian Islam dilakukan dengan
mengakses di dunia maya seperti melalui internet saja. Akses dakwah dan pengkajian
Islam tersebut menambah riuhnya dakwah, tetapi belakangan menunjukkan adanya
benturan-benturan antara kelompok Islam fundamental maupun liberal melalui
media internet di dunia maya. Selain itu, banyak bertebaran berita-berita
bohong (hoax) dan berbagai tulisan tentang ajaran Islam yang belum bisa
dipastikan ke-shahihan redaksinya, Hal ini menjadi fenomena teknologi
komunikasi media yang dihubungkan dengan dakwah dengan berbagai
problematikanya.
Seorang ahli komunikasi kontemporer
bernama Everett M. Rogers dalam bukunya Communication Technology: The New
Media in Society, menguraikan hubungan komunikasi dalam masyarakat mencakup
era tulis, media cetak, media telekomunikasi dan era komunikasi interaktif
(Rogers, 1986: 25). Berkaitan dengan fenomena tersebut, kegiatan dakwah
anak-anak muda aktivis dakwah yang sebagiannya rajin mengakses materi-materi
dakwah melalui dunia maya tersebut, mengalami proses perubahan yang berjalan
sangat cepat bersamaan dengan proses era reformasi yang memberi peluang bagi
aktivis dakwah untuk mengakomodasikan diri dalam kelompok-kelompok harakah atau
pergerakan aktivis dakwah.
Derasnya arus informasi melalui
media sulit dibendung. Dalam ruangan cukup sempit saja, masyarakat dapat
mengakses informasi secara beragam, termasuk persoalan agama. Banyak website
yang menawarkan bacaan “pencerahan” yang menyingkap khazanah dunia Islam.
Kegiatan dakwah melalui jalur media diakui menjadi kebutuhan umat yang efektif
dalam konteks hiburan tapi tidak melepaskan orientasi dakwah untuk menegakkan
kebenaran dan mencegah berbagai bentuk kemunkaran, seperti penindasan dan
kekerasan. Artinya, umat Islam saatnya harus sadar media atau peduli terhadap
keberadaan media.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
media sebagai sistem komunikasi Islam merupakan upaya sistematis meletakkan
informasi pesan dakwah yang dilandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam, sehingga
Arah Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam dapat mempengaruhi
pola sikap dan perilaku yang mengarah pada pola sikap dan perilaku islami.
Setiap proses kegiatan komunikasi (baik secara interpersonal, maupun kelompok)
harus mendasari diri pada pola interaksi yang berdasar pada nilai islamiyah,
komunikasi berpijak pada norma tingkah laku yang berdasar pada ketentuan dan kaidah
nilai-nilai ajaran Islam. Alasan pentingnya media dalam sistem Komunikasi Islam
menurut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
a. Perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi yang kian pesat (bahkan akan terus
berkembang di masa mendatang), sehingga akan mempengaruhi pola arus informasi
yang semakin kompleks.
b. Islam
merupakan ajaran yang berlaku sepanjang perjalanan kehidupan manusia,
sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution bahwa Islam agalah ajaran atau
doktrinasi yang sempurna pada konteks tempat (syumuliyatul makan),
ruang, waktu zaman (syumuliyatul zaman) dan seluruh sistem kehidupan
manusia (syumuliyatul minhaj). Selain itu perkembangan Islam yang begitu
pesat diharuskan dapat mengakomodir kepentingan multietnis agar tidak
menyebabkan konflik SARA ditengah masyarakat.
c. Belum
meratanya perkembangan teknologi komunikasi masyarakat Muslim (selama ini masih
berkembang di masyarakat perkotaan sedangkan masyarakat Muslim di pedesaan
masih jauh dari jangkauan teknologi komunikasi).
d. Sistem
komunikasi secara umum melibatkan bahasan yang begitu kompleks dan beragam,
sehingga perlu disusun kajian yang bisa memberikan pemahaman nyata dan bersifat
realistis bagi masyarakat khususnya dalam upaya penyebarluasan pesan informasi
dakwah Islam yang berorientasi pada teknologi komunikasi.
e. Sistem komunikasi Islam berbeda dengan sistem komunikasi pada umumnya, perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan doktrinasi, sistem sosial, budaya bahkan politik masyarakat muslim, sehingga hal ini akan memberikan corak dan warna sistem komunikasi yang berkembang.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada fungsi media massa
untuk memberi informasi pada khalayak, tentunya sesuai dengan tujuan dakwah itu
sendiri, di mana dakwah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman
keislaman seseorang maka tindakan dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara
dan media sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan kaidah Islam. Namun
demikian, karena sifat khusus tindakan dakwah, maka tindakan yang hanya
berisikan tentang ajakan, seruan panggilan dan penyampaian pesan seseorang atau
sekelompok orang sehingga orang lain dan masyarakat menjadi muslim yang dapat
disebut sebagai tindakan dakwah dalam pengertian yang luas.
Dakwah merupakan sesuatu yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup umat manusia terutama dalam menyiarkan suatu
ajaran dalam masyarakat. Ajaran yang baik tidak mustahil akan hilang apabila
tidak di dakwahkan, dan sebaliknya ajaran yang sesat dapat tersiar dan
membudaya dalam masyarakat jika didakwahkan secara berkesinambungan. Dengan
aktivitas dakwah yang berkesinambungan maka akan mendorong kemaslahatan hidup
manusia baik di dunia maupun di akhirat. Agama tidak akan tersiar dan berlaku
di dalam masyarakat jika tidak didakwahkan. Oleh karena itulah Islam mewajibkan
dakwah kepada setiap umat Islam. Bahkan dakwah itu merupakan salah satu dari
kewajiban-kewajiban besar yang harus dilaksanakan oleh umat Islam.
Pelaksanaan dakwah melalui media
selaras dengan perintah Islam yang mewajibkan sebagian dari umat Islam yang
memiliki ilmu untuk berdakwah, terutama ketika seorang muslim melihat
kemunkaran yang dilakukan secara terang terangan. Dakwah bukan hanya sekadar
kebaikan dan bukan pula untuk menambah jumlah kaum muslimin saja, akan tetapi
hal itu dituntut justru untuk mewujudkan tanggung jawab misi umum diutusnya
Nabi Muhammad SAW di tangan umat Islam. Tanggung jawab ini merupakan tanggung
jawab setiap individu umat Islam yang wajib ditunaikan, karena tanggung jawab
risalah ini telah dibebankan Allah atas umat untuk disampaikan kepada umat
manusia setelah Nabi Muhammad wafat.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
media sebagai sistem komunikasi Islam merupakan upaya sistematis meletakkan
informasi pesan dakwah yang dilandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam, sehingga
Arah Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam dapat mempengaruhi
pola sikap dan perilaku yang mengarah pada pola sikap dan perilaku islami.
DAFTAR
PUSTAKA
Acmad, AS. 1990. Manusia dan Informasi. Ujungpandang:
Hasanuddin University Press.
Ahmad, Amrullah. 1983. Dakwah
Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M.
Ardhana, Sutirman Eka. 1995. Jurnalistik
Dakwah Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Berger, Arthur Asa. 2000. Media
and Communication Research: An Introduction to Qualitative and Quantitative
Aproach. London: Sage Publications Ltd.
Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi
Sosial Media Massa, Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan
Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Jakarta:
Kencana,
Curran, James, Michael Gurevitch. 1994.
Mass Media and Society. London-New York : Edward, Arnold,
Hasanah, Hasyim. 2016. Arah
Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam, Jurnal IAIN Kudus Vol.
4, No. 1 Juni. Diunduh pada 2 Desember 2020.
Hasanah, Hasyim. 2017. Peran
Opinion Leader Dalam Sistem Dakwah (Analisis Difusi Jaringan Komunikasi).
Islamic Comunication Journal Volume 02, Nomor 02, Juli-Desember. Diunduh pada 2
Desember 2020.
Hikmat Kusumaningrat, Parnama
Kusumanigrat. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktek,. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Iskandar, H. M. 2001. Pemikiran
Hamka tentang Dakwah. Makassar: Pusat Penelitian Islam dan Masyarakat
(PPIM).
John, Little. 1996. Theories of
Human Communication, Fifth Edition. New York: Wadsworth Publishing Company,
Masyhur, Musthafa. 1995. Min Fiq
al-Dakwah, Juz I, Kairo: Dār at-Tauzi’ wa Annasyr alIslamiyah,
McQuaill, Dennis. 1994. Mass
Communicatin Theory, Third Edition. United State Amerika: Sage Publication.
Muhyidin, A. Asep & Agus Ahmad
Syafei. 2002. Metode Pengembangan Dakwah, Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia.
Peter L, Berger, Thomas, Luckmann. 1966.
The Sosial Construction of Reality. A Tresite in the Sociology of Knowledge,
Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Psikologi
Komunikasi, Cet.XIII; Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rivers
L, William, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson. 2008. Mass Media and Modern
Society. London: The Free
Press Collier Publisher,
Rogers, M.Everett. 1986. Communication
Technology: The New Media in Society. London: The Free Press Collier Publisher,
Saiful, Asep. 1999. Jurnalistik
Pendekatan Teori dan Praktek, Cet. 1; Jakarta: Logos.
Singarimbun,dkk. 1989, Metode
Penelitian Survai, Jakarta:LP3S.
Straubhar, Joseph dan Robert LaRose.
1997. Communication Media in The Information Society. USA: Wadsworth
Publishing Company.
Tanjung, Hasan Basri. 1993. Pers
Islam Sebuah Dilema, Jakarta: Harian Terbit, Sabtu 21 Agustus
White,
Robert. A. SJ,. 2007. The Media, Culture, and Religion Perspecktive. Communication
Research Trend
Zed,
Mustika, 2004, Metode Penelitian Kepustakaan. Jaka rta: Yayasan obor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar