Sabtu, 26 Desember 2020

 

URGENSI PENGGUNAAN MEDIA MASSA DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH ISLAM

Siti Ani Munasaroh (2001028002)

Program Magister Komunikasi Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang 

Email: dezaani21@gmail.com

Abstrack

           The implementation of da'wah through the media is in line with Islamic orders which oblige some Muslims who have the knowledge to preach, especially when a Muslim sees the evil that is done openly. Da'wah is not only good and not only to increase the number of Muslims, but it is demanded precisely to realize the responsibility for the general mission of the Prophet Muhammad SAW in the hands of Muslims. This responsibility is the responsibility of every individual Muslim community that must be fulfilled, because the responsibility of this message has been borne by Allah on the people to be conveyed to mankind after the Prophet Muhammad died.

In this article the author describes the effects of mass media, both in terms of function and impact on society. The existence of mass media in society is very urgent and can even influence people's mindset and even behavior. Then the writer tries to correlate between preaching and mass media. So that it can be seen that the use of mass media is an urgent need in the development of Islamic da'wah.

Keyword: Urgency, Mass media, Da’wah

            Pelaksanaan dakwah melalui media selaras dengan perintah Islam yang mewajibkan sebagian dari umat Islam yang memiliki ilmu untuk berdakwah, terutama ketika seorang muslim melihat kemunkaran yang dilakukan secara terang terangan. Dakwah bukan hanya sekadar kebaikan dan bukan pula untuk menambah jumlah kaum muslimin saja, akan tetapi hal itu dituntut justru untuk mewujudkan tanggung jawab misi umum diutusnya Nabi Muhammad SAW di tangan umat Islam. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab setiap individu umat Islam yang wajib ditunaikan, karena tanggung jawab risalah ini telah dibebankan Allah atas umat untuk disampaikan kepada umat manusia setelah Nabi Muhammad wafat.

                Dalam artikel ini penulis memaparkan tentang efek dari media masa, baik dari segi fungsi maupun pengaruhnya terhadap masyarakat. Keberadaan media massa di tengah masyarakat sangat urgen bahkan mampu mempengaruhi pola pikir bahkan perilaku masyarakat Kemudian penulis mencoba mengkorelasikan antara dakwah dengan media masa. Sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan media masa menjadi kebutuhan yang mendesak dalam pengembangan dakwah Islam.

Kata Kunci: Urgensi, Media masa, Dakwah

 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

         Keberadaan media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Media massa mampu membentuk opini hingga mengubah perilaku masyarakat. Seiring dengan itu, kehadiran media membawa nilai positif juga negatif. Sementara itu, aktivitas diarahkan membentuk perilaku yang baik bagi masyarakat sehingga media diharapkan juga dapat memberi kontribusi melalui pemberitaan dalam pengembangan dakwah dalam masyarakat. Perkembangan perilaku sosial masyarakat di era informasi dominan dipengaruhi dari konstruksi media. Media mengenal agenda setting atau framing untuk mengkonstruksi suatu peristiwa yang memiliki dampak luas bagi masyarakat. Hal ini seiring dengan transformasi informasi media yang menemukan momentumnya sejak memasuki era reformasi yang lebih terbuka menuju kebebasan berekspresi sebagai pijakan terbentuknya tatanan kehidupan masyarakat. Sementara dampak dari transformasi informasi ke arah lebih terbuka itu menimbulkan perubahan drastis terhadap perilaku masyarakat. Perubahan mencolok lebih tampak dari aspek perilaku keagamaan di samping aspek lainnya.

         Perubahan perilaku keagamaan akibat dari transformasi informasi media, terindikasi dari moralitas masyarakat yang terkadang mengabaikan nilai-nilai agama. Maka kehadiran media mesti direspon sehingga memberi dampak positif terhadap perilaku keagamaan masyarakat serta mempertahankan nilai-nilai yang selama ini dianut masyarakat. Media hadir membawa dampak negatif terhadap perilaku keagamaan, jika dilihat dari sikap masyarakat yang mengakses informasi tidak selektif, khususnya bagi kalangan anak-anak dan remaja. Namun di sisi lain, media justru dipercaya memberi kontribusi positif terhadap perilaku masyarakat, termasuk bidang keagamaan. Hal ini tampak dari beragamnya acara keagamaan yang disajikan di media, baik cetak maupun elektronik yang menyajikan informasi di daerah maupun isu nasional. Di antara kontribusi media adalah terbagunnya sikap kritis masyarakat akibat keterbukaan informasi. Kegiatan dakwah kian semarak ditandai tingginya respon sejumlah media.

         Pada dasarnya teknologi informasi pada media massa adalah keikutsertaan massa secara langsung dalam melakukan proses komunikasi. Jadi, model komunikasi yang di bentuk oleh media massa adalah komunikasi massa yang melibatkan banyak manusia dalam prosesnya. Jika dianalogikan, komunikasi menjadi bahan sedangkan dunia maya menjadi wadah atau media. Hal ini akan menjadi pasangan yang cocok dalam penyebaran dakwah melalui teknologi informasi. Efektivitas waktu menjadi salah satu kelebihan teknologi informasi. Hal tersebut disebabkan oleh kecanggihan teknologi informasi yang telah berhasil menghapus ruang geografis dalam kehidupan manusia hingga keberadaannya terasa sangat penting untuk kehidupan manusia dan telah menjadi kebutuhan vital bagi kehidupan masyarakat kontemporer. Keadaan ini justru harus menjadi peluang yang begitu luar biasa bagi para ulama untuk menyebarluaskan informasi dakwah ke seantero jagat raya lintas negara maupun bahasa dengan cepat.

         Dalam perkembanganya, media mampu melakukan konstruksi sosial dalam membentuk opini publik terhadap realitas di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, mengukur positif dan negatifnya media terhadap perilaku masyarakat perlu kajian akademik sehingga memiliki kualifikasi keilmiahan. Tentu baik dan buruk dampak media sangat tergantung dari perspektif yang digunakan.

         Untuk itu, tulisan ini lebih difokuskan pada aspek keagamaan, kaitannya dengan perubahan perilaku akibat informasi media. Terjadinya dekadensi moral atau demoralisasi yang dianggap sebagai akibat negatif media menunjukkan masyarakat tidak selektif dalam menyimak sajian informasi media yang cukup beragam. Karakteristik masyarakat yang memiliki rasa ingin tahu dan keinginan mencoba segala sesuatu yang dilihatnya menjadi faktor determinan yang menjadikan acara televisi atau media cetak membawa dampak negatif. Sementara media justru efektif dijadikan sebagai media dakwah untuk menyebarkan informasi-informasi keagamaan sehingga pesan- pesan dakwahnya dapat dicerna dan diamalkan masyarakat. Persoalan yang muncul kemudian adalah pada posisi media sebagai media dakwah atau justru kehadiran media menjadi tantangan dakwah.

         Kegiatan dakwah diorientasikan untuk transformasi personal dan kolektif umat ke arah yang lebih baik serta meminimalisir kemunkaran. Idealitas dakwah tersebut berhadapan dengan realitas kehidupan masyarakat yang lebih mengarah pada aspek pragmatisme di tengah menjamurnya budaya dan cenderung mengabaikan agama. Hal ini tidak terlepas dari kontribusi media pada sisi negatifnya mampu mempengaruhi hingga merubah pola pikir hingga perilaku masyarakat yang paradoks dengan nilai-nilai budaya dan agama. Aktivitas dakwah menjadi keniscayaan dengan melakukan inovasi-inovasi dalam menjaga eksistensi agama secara berkesinambungan.   

         Dalam hal ini, Islam sebagai agama dakwah (missionary religion) menjadikan kegiatan tersebut sebagai perekat terpeliharanya nilai-nilainya Islam. Proses transmisi pesan-pesan dakwah dari seorang da’i dihadapan mad’u yang menjadi sasaran dakwah, tentunya dalam bingkai amar ma’ruf nahi mungkar (menyeru pada kebaikan dan mencegah kemunkaran). Dalam konteks inilah, fenomena tersebut sejatinya dikritisi dalam perspektif jurnalisme dakwah. Upaya memproduksi karya-karya jurnalistik yang memuat pesan-pesan dakwah. Hal ini diselaraskan dengan tujuan mulia kegiatan dakwah adalah membimbing seseorang ke arah transformasi personal melalui perbaikan perilaku yang dibangun dari pemahaman keagamaan secara tepat. Transformasi personal meniscayakan pribadi yang paripurna dengan predikat beriman dan beramal saleh. Kadar keilmuan seseorang diperoleh dari seorang guru, termasuk di dalamnya mendengar ceramah berisi ilmu agama dari seorang dai. Dinamika perkembangan dakwah kontemporer diperhadapkan pada kompleksitas persoalan umat. Karenanya, para dai harus berkiprah secara profesional, guna memberi pencerahan agama bagi umat dalam menemukan atau mengurai persoalan-persoalan kehidupan agar tetap istiqamah, konsisten, menjalankan nilai-nilai agama yang diyakininya.  

         Karena itu, Islam sebagai agama dakwah meniscayakan disebarluaskan kepada masyarakat. Kegiatan dakwah diyakini membawa pengaruh terhadap kemajuan Islam. Sebaliknya, aktivitas dakwah yang lemah akan berdampak pada kemunduran Islam. Dakwah adalah jalan paling utama dan merupakan aktivitas yang dilakukan dengan iltizam di jalan dakwah merupakan hal yang sangat menentukan nasib setiap muslim untuk memiliki keyakinan yang mantap terhadap keselamatan arah perjalanan dakwah itu sendiri (Masyhur, 1995: 247). Da’i selain harus menguasai unsur-unsur dakwah seperti mad’u dan materi, da’i juga dituntut untuk dapat melihat kebutuhan umat, yaitu dengan menjadikan media sebagai jalan untuk memaksimalkan atsar atau efek dakwah kepada masyarakat. 

         Berdakwah melalui media adalah merupakan tugas yang mulia dengan harapan mereka para pelaku dakwah melalui media dapat memperjuangkan kebenaran dengan menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam skala lebih luas melalui media tanpa membiaskan makna dakwah tersebut. Berbagai persoalan yang mengiringi pola dan intensitas perilaku keagamaan masyarakat tidak terlepas dari besarnya pengaruh media massa.

B.  Metode Penelitian

        Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Metode Library Research adalah penelitian yang dilakukan terhadap sumber-sumber tertentu berupa buku, majalah, artikel, dan karangan lain (Singarimbun, 1989: 157). Peneliti mengumpulkan data-data penelitian bersumber buku yang memanfaatkan perpustakaan dan situs jurnal yang memuat tentang penggunaan media dalam pengembangan dakwah. Dalam telaah kepustakaan ini, tidak hanya sekedar membaca maupun mencatat literatur atau buku-buku. Namun, library research ialah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2004: 3)

 

PEMBAHASAN

1.    Efek Media Massa

            Seluruh studi yang berkaitan dengan media massa didasarkan pada asumsi bahwa media memiliki dampak, meskipun belum diperoleh kesepakatan yang jelas mengenai dampak tersebut, apakah bersifat langsung atau tidak langsung memberi pengaruh yang besar atau kecil. Bahkan sampai tahun 1970-an, hampir semua penelitian tentang media dan agama berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penyiar religi tentang dampak apa yang mereka miliki. Sebagian besar pr ogram religi mengklaim memiliki banyak penonton akan lebih menarik minat masyarakat sehingga mempunyai dampak “menobatkan” banyak orang daripada syiar religi secara konvensional. Hal ini karena bentuk media yang fleksibel (Robert, 2007: 4).

            Menurut McLuhan bentuk media memberi pengaruh kepada masyarakat. Pengaruh yang ditimbulkan oleh sebuah media bukan hanya terletak pada isi pesannya, melainkan pula dipengaruhi oleh jenis media komunikasi yang dipergunakan interpersonal, media cetak atau televisi. Saat ini kita hidup dalam sebuah lingkungan yang disebut McLuhan sebagai Global Village yang berarti bahwa dengan perantaraan media komunikasi modern, memungkinkan berjuta-juta orang di seluruh dunia merasakan kedekatan antara satu dan yang lain dalam sebuah lingkaran (Rivers, 2008: 346).

            McLuhan juga menyatakan bahwa dampak paling signifikan dari media tidak hanya pada psikologi individu tetapi pada keseluruhan budaya dan masyarakat. McLuhan mempelajari media melalui analisis sastra yang menekankan aktivitas orang dalam membaca dan menafsirkan teks. Media yang berbeda menyentuh indera yang berbeda telinga, mata, seluruh kesadaran  dan orang tersebut menanggapinya dengan menyusun makna teks sesuai dengan pengaruh indera utama, sehingga menghasilkan “budaya lisan” atau “budaya visual” (Robert, 2007: 5).

            Dampak yang ditimbulkan oleh sebuah media massa tidak bisa terlepas dari fungsi media massa itu sendiri dalam masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tertarik untuk bersentuhan dengan media massa di antaranya seperti yang dikemukakan McQuail (1994: 79), yaitu: Pertama, fungsi informasi (information) yaitu menyediakan informasi tentang suatu peristiwa dan kondisi dalam kehidupan masyarakat dan dunia. Fungsi ini juga memberikan fasilitas terhadap adanya inovasi, adaptasi, dan kemajuan. Kedua, fungsi korelasi (correlation) yaitu menjelaskan, menginterpretasikan, dan mengomentari peristiwa dan informasi yang ada serta merupakan wadah dari proses sosialisasi dan membangun konsensus. Ketiga, fungsi kesinambungan (contuinitas) yaitu mengekspresikan budaya dominan dan mengakui kehadiran budaya baru. Keempat, fungsi hiburan (entertainment) yaitu menyediakan hiburan, pengalihan, perhatian, dan meredakan ketegangan sosial. Kelima, fungsi mobilisasi (mobilization) yaitu mengkampanyekan kepada masyarakat mengenai hal- hal yang berkaitan dengan politik, perang, pembangunan, ekonomi, dan agama.

            McLeod, Kosicki dan Zhongdanpan dalam Curran & Gurevitch (Curran, 1994: 250) mengemukakan bahwa sebuah media dapat memberi efek yang besar atau kecil terhadap penerimanya tergantung dari beberapa faktor yang mendorong dalam menggunakan media, di antaranya yaitu: Pertama, Kepuasan (Gratification), hal pokok yang paling mendasari seorang individu dalam memanfaatkan media adalah faktor keinginan untuk memenuhi kebutuhan sesuai yang diharapkan. Kedua, Selektivitas (selectivity), orang akan secara selektif memilih media yang sesuai dengan sikap dan kepercayaan mereka. Hyman dan Sheatsley berpendapat bahwa operasionalisasi dari sikap selektif penerima ini meliputi beberapa proses yaitu terpaan (exposure), perhatian (attention), persepsi atau interpretasi (perception), dan ingatan (retention).

            Straubhar dan LaRose (1997: 419) mengemukakan pula adanya tiga hal yang amat berperan dalam proses selektivitas individu, yaitu: Pertama, selective exposure yaitu kecenderungan seseorang menghindari terpaan informasi media yang tidak sesuai dengan keinginan atau kepercayaan mereka. Kedua, selective perception yaitu seseorang akan cenderung salah dalam menginterpretasi beberapa informasi yang berbeda dengan pandangannya. Ketiga, selective retention yaitu seseorang cenderung hanya akan mengingat sebuah pesan yang ingin diingatnya. Perhatian (attention) merupakan aktivitas audiens yang utama, khususnya sebagai usaha membangun mental dalam pengggunaan sebuah media. Setiap media yang digunakan, apakah elektronik maupun media cetak membutuhkan perhatian khusus. Di samping itu diperlukan pula kesadaran dan kontrol personal dalam penggunaannya (Curran, 1994: 251).

            Menurut Achmad, perhatian adalah salah satu penyesuaian dari tubuh dengan alat penginderaan merintis adanya persepsi yang jelas dalam kesadaran. Perhatian ini dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu : Pertama, involuntary yaitu perhatian yang muncul secara spontan tanpa unsur kesengajaan. Kedua, voluntary, perhatian yang timbul karena adanya unsur kesengajaan. Ketiga, habitual yaitu perhatian yang muncul karena kebiasaan sehari- hari (Achmad, 1990: 14).

            Berdasarkan paparan para ahli mengenai efek media, dapat penulis simpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh media masa tidak terlepas dari fungsi media masa itu sendiri, media masa dapat berfungsi sebagai alat untuk berbagi informasi, hiburan, wadah untuk sosialisasi dan tempat untuk menginterpretasikan suatu peristiwa. Kemudian media dapat memberi efek yang besar maupun kecil terhadap penerimanya tergantung dari tingkat kepuasan dan selektivitas yang mendorong dalam menggunakan media. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa media dapat merubah perilaku dan pola pikir masyarakat dengan mempengaruhi lingkungan sehingga dapat membentuk realitas baru.

2.   Dakwah dan Media Massa

           Kegiatan dakwah menjadi semarak dengan merambah dunia media massa yang terintegrasi. Dalam perkembanganya, media mampu melakukan rekonstruksi sosial dalam membentuk opini publik terhadap realitas di tengah-tengah masyarakat. Dalam Burhan Bungin, untuk memahami konstruksi sosial media massa berpijak dari teori dan pendekatan konstruktivisme yang bermula dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif (Bungin, 2008: 13).   Sementara dakwah senantiasa bersentuhan dengan realitas dalam masyarakat tertentu. Secara historis, interaksi Islam dengan realitas sosio-kultural terdapat dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam mampu memberikan pengaruh terhadap lingkungan sehingga terbentuknya realitas sosial yang baru. Kedua, dakwah Islam terpengaruh oleh perubahan masyarakat dalam arti eksistensi corak dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualitas dakwah ditentukan oleh sistem sosio-kultural. Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi maka dakwah akan bersifat statis atau terdapat dinamika dengan kadar hampir tidak berarti bagi perubahan sosio-kultural (Ahmad, 1983: 2).           

           Dalam aplikasi penyampaian dakwah, seorang dai sebagai subjek dakwah memerlukan seperangkat pengetahuan dan kecakapan dalam hal metode. Dengan mengetahui metode maka da’i mampu memahami dan menyampaikan materi kepada objek dakwah yang sedang dihadapinya dengan harapan bahwa mampu diterima dan dipahami pula oleh mad’u Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan melalui metode yang tidak tepat maka pesan bisa saja ditolak oleh si penerima pesan Kegiatan dakwah kontemporer mengharuskan pendekatan komunikasi, khususnya melalui media.

            Dalam mengurai relasi bahkan integrasi dakwah dan komunikasi melalui media, memberi kesadaran untuk melakukan transformasi gerakan dakwah melingkupi pengajian di masjid-masjid atau majelis ta’lim ibu-ibu melalui arisan bulanan. Selain itu aktivitas dakwah melalui media, sebab gerakan yang paradoks dengan dakwah kini berkembang pesat, yang kini merambah pada dunia maya (teknologi modern seperti internet). Untuk itu, kontekstualisasi dakwah kontemporer menjadi suatu keharusan. Hal ini sekaligus menjawab berbagai pertanyaan di atas. Artinya, dakwah tidak tepat lagi dipahami sebatas pengajian, ceramah di tempat-tempat tertentu, melainkan harus merambah pada dunia maya, internet dan alat teknologi lainnya. Selain itu, berdakwah melalui jalur media massa juga menjadi kebutuhan, justru saatnya diintensifkan.   

            Selama ini para elit banyak melakukan penyimpangan moral, maka saatnya figur-figur yang bermoral dengan komitmen keagamaan yang kuat untuk masuk dalam kancah dakwah praktis. Dalam konteks ini, dakwah dipahami secara lebih luas, yakni suatu proses internalisasi nilai-nilai Islam dalam kancah kehidupan, sehingga nilai-nilai tersebut dapat mewarnai perilaku masyarakat dalam tatanan kehidupan yang Islami. Dakwah adalah upaya menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam, secara sederhana dan universal dakwah adalah menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Nilai dakwah ini merupakan strategi untuk mengkomunikasikan ajaran-ajaran suci agama yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai formulasi tergantung kondisinya, termasuk melakukan formalisasi dakwah melalui partai dakwah.

            Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini dapat mempengaruhi aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para pelaku dakwah. Oleh karena itu, dakwah masa kini sudah seharusnya dikemas dalam berbagai metode yang efektif sesuai dengan kondisi objeknya. Dakwah bil-lisan yang selama ini digunakan oleh para pelaku dakwah, dianggap tidak memadai lagi. Oleh karena itu dakwah seharusnya menggunakan metode-metode komunikasi sebagaimana halnya penyampaian informasi secara umum, dengan menggunakan media komunikasi yang komunikatif. Surat kabar dan televisi adalah salah satu media massa yang banyak mendapat perhatian seluruh lapisan masyarakat. Namun media tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh para pelaku dakwah masa kini. Media pers seperti surat kabar, majalah tidak hanya sarat dengan informasi-informasi berwujud berita, tetapi juga diwarnai dengan bentuk-bentuk tulisan lainnya yang bersifat ganda, memberi infomasi sekaligus menghibur (Bungin, 2008: 35).

             Dengan demikian pers memiliki empat fungsi utama yaitu sebagai pemberi informasi, pemberi hiburan, melakukan kontrol sosial dan mendidik masyarakat secara luas. Perlu pula diketahui bahwa fungsi menghibur bagi pers, bukan dalam arti menyajikan tulisan-tulisan atau informasi-informasi mengenai jenis-jenis hiburan yang disenangi oleh masyarakat. Akan tetapi menghibur dalam arti menarik pembaca dengan menyuguhkan hal- hal yang ringan diantara sekian banyak informasi yang berat dan serius. Dengan demikian tampak bahwa ada kesamaan antara fungsi dakwah dan fungsi pers.

             Dalam hal ini, persamaan antara dakwah dan publisistik yaitu sama-sama menyampaikan isi pernyataan, sasarannya sama-sama yaitu manusia, sama-sama bertujuan agar manusia lain jadi sependapat, selangkah dan serasi dengan orang yang menyampaikan isi pernyataan. Dengan demikian, nampak bahwa antara dakwah dan media massa mempunyai hubungan yang erat, terutama dakwah masa kini sebagai alat penyampaian dakwah kepada khalayak. Untuk melihat secara gamblang mengapa dakwah masa kini perlu melalui media massa, maka perlu dilihat beberapa unsur dakwah.

            Menurut Buya Hamka seperti yang dikutip oleh H. M. Iskandar dalam buku Pemikiran Hamka tentang Dakwah, dikemukakan lima unsur dakwah yaitu subjek dakwah, materi dakwah, metode dakwah, media dan sarana dakwah dan objek dakwah (Iskandar, 2001: 251). Unsur-unsur tersebut salah satu diantaranya adalah media dan sarana dakwah. Media dalam sebuah informasi adalah sangat penting, karena media merupakan saluran informasi yang merupakan faktor penentu berhasil tidaknya suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator. Realitas menunjukkan bahwa dakwah billisan sekarang ini sudah dianggap tidak memadai lagi. Oleh karena itu, pelaku dakwah masa kini harus melihat kondisi objektif sasaran dakwah. Kehadiran pers dewasa ini dalam kaitannya dengan perubahan sosial, tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Selama ini tidak seorang pun yang menyangkal bahwa masjid merupakan pusat dakwah yang efektif. Akan tetapi dengan perkembangan dan kemajuan teknologi yang pesat dari tahun ke tahun, kini dakwah tidak cukup hanya dipusatkan di masjid saja tanpa mencoba mencari alternatif lain, mengembangkannya di luar masjid dengan mempergunakan media yang tersedia, seperti pers atau surat kabar. Pers dalam arti luas adalah menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak, maupun dengan media elektronik (Kusumaningrat, 2005: 17).

            Di tengah-tengah perkembangan dan pembangunan sektor komunikasi yang menggembirakan sekarang ini, pikiran untuk mengembangkan dakwah dengan melihat pers tentu saja merupakan langkah yang tepat dan bijak. Sekarang sudah saatnya para pemikir, muballigh, ulama dan pemuka Islam lainnya, memanfaatkan serta mempergunakan peluang maupun pengaruh yang dimiliki oleh pers tersebut guna meningkatkan dakwah. Harapan tersebut seirama dengan apa yang dinyatakan oleh Hasan Basri Tanjung bahwa beranjaknya kehidupan masyarakat pada tahap informasi telah mengajak kita untuk melangkah lebih jauh atau paling tidak sama dengan perubahan sosial yang ada. Untuk mengantisipasi hal tersebut kata beliau, dakwah billisan tidak memadai lagi, tetapi harus mendapat dukungan dengan suatu media yang refresentatif dan relevan dengan cakrawala pikiran manusia yang semakin maju (Tanjung, 1993).

            Dengan demikian pers dapat dipandang sebagai bagian dari strategi dakwah, sekaligus sebagai instrumen perubahan yang bersifat hikmah, yang menurut Harun Nasution memiliki dimensi intelektual, etikal, estetikal, dan prakmatikal. Hal yang perlu diketahui, sejalan dengan gerakan reformasi yang digulirkan, bahwa pengeluaran SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) yang dulu sarat dan berbelit-belit kini menjadi terbuka lebar. Dunia pers yang memiliki fungsi utama sebagai media informasi, media hiburan dan media kontrol sosial kini semakin semarak. Kehidupan masyarakat pun tidak bisa lagi dipisahkan dengan pers. Masyarakat kini, khususnya masyarakat yang melek secara informasi, sangat bergantung kepada pers. Kini masyarakat dapat leluasa membaca surat kabar apa saja dari surat kabar politik, dakwah, sampai surat kabar yang seluruh isi halamannya diisi dengan bentuk-bentuk sensual lengkap dengan gambar-gambarnya yang serba terbuka dan menantang. Bahkan kini telah muncul pula surat kabar digital yang bisa diakses di internet semacam detik.com, kompas.com atau bacaberita.com dan lain-lain. Namun demikian perlu pula diingat bahwa pada dasarnya, pers adalah pedang bermata dua, ia dapat menjadi alat dakwah yang sangat efektif, tetapi pada saat bersamaan ia juga dapat menjadi medium propaganda setan yang paling jitu. Oleh karena itu menulis pesan-pesan dakwah di koran perlu memperhatikan karakteristik media massa (Muhyidin, 2002: 208).

            Asep Saiful Muhtadi dalam bukunya Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek mengemukakan karakteristik media massa sebagai berikut, pertama, komunikasi massa berlangsung satu arah. Kedua, komunikasinya bersifat melembaga. Ketiga, pesan-pesan yang disampaikan bersifat umum. Keempat, pesan-pesan yang disampaikan lewat media digunakan secara serempak. Kelima, komunikasinya bersifat heterogen (Saiful, 1999: 73). Oleh karena itu menulis pesan-pesan dakwah dalam sebuah koran maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu tulisan bernuansa dakwah itu akan dikonsumsikan kepada media apa, apakah media pers khusus Islam atau pers umum.

            Menulis dakwah untuk media pers khusus Islam memiliki teknik dan cara yang sedikit berbeda dengan menulis di media pers umum. Media khusus media Islam pembacanya sudah jelas sedang media pers umum pembacanya heterogen berasal dari beragam latar belakang kepercayaan. Karena itu bahasa dakwah melalui jurnalistik harus memiliki sifat singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Sedang bahasa agama adalah bahasa yang mengedepankan kemurnian, kebenaran, kebersihan, jauh dari kata-kata kotor, kasar, tidak simpatik dan menyingkirkan kata-kata yang bernada hasutan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Hujurat/49:11-12, Q.S. Lukman/31: 18-19.

            Dakwah masa kini melalui media massa atau surat kabar adalah langkah yang tepat, karena dengan pers objek dakwah akan lebih cepat menerima informasi yang diperlukan. Namun pers atau surat kabar sekarang masih sangat terbatas dijadikan sebagai media komunikasi dakwah oleh pelaku dakwah. Cara berkomunikasi dalam bentuk dakwah melalui pers harus mengikuti teori-teori persuratkabaran tanpa meninggalkan nilai-nilai ajaran agama, agar pesan-pesan dakwah dapat diterima dengan baik oleh sasarannya. Media dakwah merupakan elemen yang ke empat dari unsur-unsur dakwah setelah pelaku dakwah (dai), mad’u, dan materi (maddah). Istilah media bila dilihat dari asal kata berasa dari kata medium yang berarti alat perantara, jadi yang dimaksud media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.

3.      Arah Pengembangan Dakwah

            Sebagai suatu ilmu sosial, pengembangan dakwah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan agar dakwah sebagai ilmu memiliki tingkat generalisasi lebih luas, intrepretasi kaya, kesimpulan yang semakin kuat dan tingkat abstraksi atas berbagai gejala menjadi lebih tinggi. Mendasarkan hal tersebut, maka pengembangan dakwah harus memiliki arah yang jelas dan sistematis. Pada pengembangan dakwah Islam tentu tidak akan lepas dari analisis interaksi unsur dalam dakwah yang kemudian ditinjau dari aspek ontologi, axiologi dan epistimologi membentuk bangunan keilmuan yang utuh. Dalam hal ini analisis yang terlibat dalam proses pengembangan dakwah islamiyah meliputi unsur doktriner ajaran Islam, da’i, mad’u, dan tujuan dakwah Islamiyah (Hasanah, 2017: 189).

            Kerangka analisis yang terbentuk dari interaksi unsur dakwah (a) doktrin Islam dan da’i akan menghasilkan hakekat dan pemahaman esensi pesan, (b) da’i dan mad’u akan menghasilkan kegiatan tabligh dan silaturrahmi, (c) mad’u dan tujuan dakwah akan menghasilkan model perilaku Islam secara empiris (amal shaleh) dan (d) tujuan dakwah dan da’i akan menghasilkan efisien dan efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran dakwah. Lebih lanjut, tema pengembangan dakwah selalu berkaitan dengan aspek keilmuan dakwah itu sendiri yaitu (meliputi aspek teoritis, metodologis dan pokok-pokok kajiannya (subject matter) kemudian diselaraskan dengan aspek epistimologis, axiologis dan ontologi keilmuan dakwah menggunakan kerangka kajian sistem komunikasi Islam. Arah pengembangan dakwah Islam secara teoritis meliputi tiga bahasan utama yaitu sosiologi, psikologi dan komunikasi (Hasanah, 2017).

            Arah pengembangan dakwah dalam term komunikasi didasarkan pada hakekat dakwah sebagai proses penyampaian pesan dakwah yang harus dikemas secara sistematis baik melibatkan sistem dasar komunikasi ataupun dengan melibatkan teknologi informasi dan komunikasi. Peran komunikasi dalam dakwah sangat bergantunng pada kehidupan sosial manusia berupa fungsi sosial manusia yaitu komunikasi sosial, kontrol sosial, dan kerjasama sosial. Lebih lanjut dikatakan oleh Laudlow, dkk dalam Hasanah (2016: 140) bahwa pengembangan yang melibatkan proses komunikasi terletak pada efektivitas komunikasi.

            Arah pengembangan dakwah Islam secara ontologis, dapat ditinjau dari wujud perilaku keberagamaan manusia, jadi seluruh perilaku keberagamaan manusia dalam dimensi sosiopsikologisnya berupa proses internalisasi, transmisi, difusi dan transformasi ajaran Islam yang melibatkan unsur dakwah secara sistematis dalam rentang waktu untuk mewujudkan kehidupan umat yang salam, hasanah dan thayyibah serta memperoleh ridha Allah SWT. Sebagai sebuah sistem kegiatan, dakwah merupakan sistem penjelas yang proporsional dalam mencermati perilaku keberagamaan umat menyangkut empat hal yaitu irsyad, tabligh, tamkin/tathwir dan tadbir.  Mengacu pada empat hal tersebut Sukriadi Sambas merangkum menjadi dua kegiatan sistem dakwah, pertama irsyad dan tabligh Islam sebagai bagian integral dari da’wah bi ahsani al aq-wal (dakwah yang banyak menggunakan lisan), kedua takwim dan tadbir Islam sebagai bagian dari da’wah bi ahsani al a’mal (dakwah dengan tindakan nyata atau perbuatan) (Hasanah, 2016: 141)

             Berdasarkan formulasi disiplin ilmu dakwah maka secara etimologis kegiatan irsyad berisikan kegiatan Bimbingan dan Penyiaran Islam Penyuluhan Islam (BPI), kegiatan tabligh berisikan cerama popular/ ilmiah/ konvensional, khitobah diniyah, seni Islam dan futuhat yang disebut pula ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), kegiatan tamkin/tathwir berisikan penjelasan Pengembangan Masayarakat Islam (PMI); dan tadbir berisikan pelembagaan dan pengelolaan Menejemen Dakwah Islam (MDI).

Formulasi ilmu dakwah dalam melengkapi eksistensi sekaligus pengembangan secara epistimologis tabligh Islam melahirkan ilmu komunikasi dan penyiaran Islam yang terdiri dari kegiatan:

a.       Sistem Pers dakwah

1)      Kitabah seperti Artikel, feacture, resensi buku dan film, puisi, skenario, dan lain-lain.

2)      I’lan yaitu penyiaran radio, televisi dan produksi Film, jejaring sosial

b.      Sistem teknogi dakwah

1)      Pengelolaan Media konvensional seperti Khitobah Diniyah, Ta’tsiriyah.

2)      Pengelolaan Media Digital dengan memanfaatkan teknologi berbasis sistem informasi dan teknologi digital seperti internet, telepon, dan media online lainnya.

            Arah pengembangan ilmu komunikasi Islam dan dakwah, secara aksiologis dapat melengkapi manfaat kebutuhan pengembangan sistem pengelolaan pesan informasi nilai ajaran Islam yang dikemas dalam sistem pers dakwah maupun dengan menggunakan teknologi dakwah sehingga informasi pesan dakwah lebih berorientasi pada kemampuan, kecakapan dan kebebasan penyampaian informasi ruang publik secara massif sehingga menimbulkan perilaku dan kesadaran kolektif secara bersifat lebih efektif dan efisien (Hasanah, 2016: 144).

4.      Urgensi Penggunaa Media Massa dalam Pengembangan Dakwah

            Keberadaan media massa di tengah masyarakat sangat urgen bahkan mampu mempengaruhi pola pikir bahkan perilaku masyarakat. Ketika sebuah peristiwa diinterpretasikan media menjadi tayangan bermuatan dakwah dan diakses publik yang meliputi umat Islam selaku mad’u, tentu penafsiran media atas teks atau tayangan dalam konstruk dakwah merupakan harapan bagi pengembangan dakwah melalui media massa yang diyaikini pengaruhnya signifikan. Pola ini juga digunakan Burhan Bungin dalam mengamati konstruksi sosial media terkait dengan iklan televisi (Bungin, 2008: 38).

            Dalam teori konstruksi sosial, setidaknya ada beberapa tokoh yang mengembangkan teori tersebut atau teori yang mendukung. Sebut diantaranya, Derrida, Habermas, Berger dan Luckmann. Konsep konstruksi sosial atas realitas sosial bagi Berger dan Luckmann, individu dan masyarakat ditempatkan sebagai objek dalam proses eksternalisasi, subjektifikasi, dan internalisasi. Selain itu, mereka juga menempatkannya sebagai pencipta realitas sosial yang dikonstruksikan dalam setiap tahap konstruksi (Berger, 1966).

            Tayangan media yang bermuatan dakwah didekonstruksi oleh pemirsa selaku mad’u. Proses dekonstruksi terjadi melalui proses penafsiran kemudian menjadi realitas sosial baru dalam kesadaran umum melalui tahap eksternalisasi, subjektifikasi, dan internalisasi yang berlangsung dalam proses konstruksi sosial dakwah dalam media. Konstruksi media tidak terlepas dari realitas masyarakat sehingga proses konstruksinya berpijak pada peristiwa yang kemudian menjadi realitas yang direkayasa media sebagai sebuah tayangan menarik.

            Dalam kaitannya dengan dakwah, konstruksi sosial media dilihat sejauhmana media memuat tayangan atau pemberitaan keagamaan yang diakses publik sehingga implikasinya akan mempengaruhi opini dan perilaku masyarakat secara umum dalam kehidupan sosial keagamaan. Salah satunya melalui pemberitaan media. Dalam perspektif komunikasi massa, terpaan informasi yang disebarkan media televisi memungkinkan terjangkau masyarakat luas seantero nusantara. Diyakini dalam waktu bersamaan akan disimak jutaan pemirsa. Hal ini kemudian bisa dibuktikan melalui tingkat rating acara, frekuensinya tergolong tinggi atau rendah. Jika sebuah acara diminati pasti ratingnya tinggi. Sementara media yang tidak bisa lepas dari dimensi bisnisnya, mengingat aktivitas media tidak bisa berjalan tanpa biaya yang tidak sedikit. Kontribusi terbesar diperoleh setiap pengelola media masih bertumpu pada pendapatan iklan. Ibarat iklan adalah roh yang menentukan hidup matinya sebuah media, di samping manajemen yang professional (Berger, 2000: 45).

            Maka dari itu kolaborasi seorang dai dengan media tidak dapat dihindarkan jika “kepentingan” hendak terakomodir. Seorang dai membutuhkan media sebagai saluran dakwah agar terjangkau masyarakat luas selaku mad’u, sasaran dakwah. Kepentingan media adalah eksistensi perusahaan yang mengandalkan iklan. Maka, dalam kegiatan dakwah harus jeda demi “mempersilahkan” tayangan iklan. Dalam pandangan keagamaan, kegiatan dakwah di televisi yang diselingi iklan menjadi kebutuhan. Namun sebuah tayangan keagamaan, terutama dakwah, sebaiknya dihindari tayangan iklan yang vulgar. Realitas media di Indonesia menunjukkan betapa meraka diperhadapkan pada situasi paradoksal, acara bernuansa agama tapi terkadang diselingi iklan yang berbeda muatan pesannya dengan nilai-nilai dakwah yang disponsorinya.

            Demikian realitas media berbeda dengan realitas masyarakat tetapi dapat dimaklumi. Menyadari adanya perbedaan itu, maka pelaku dakwah harus lebih profesional dalam mencari titik temu secara objektif. Terkait itu, titik temu yang hendak dilakukan minimal menumbuhkan kesadaran saling melengkapi, saling membutuhkan. Dengan begitu ada tawar menawar antara pelaku dakwah atau seorang ustadz untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam tanpa mengurangi pesan-pesan dakwah atas nama kepentingan pihak tertentu saja. Misinya adalah memberi pencerahan kepada umat soal-soal keagamaan sebagai tanggung jawab sosial keagamaannya.

            Di sisi lain pihak media juga dituntut menjadi sadar media, mampu memahami kebutuhan media sesuai dengan kepentingan dakwahnya. Persoalannya kemudian, antara keduanya masih pada titik singgung saling memanfaatkan. Hal itu kemudian mengakibatkan, pelaku dakwah condong lebih mengikuti keinginan media. Misalnya, rating acara prime time hampir tidak ada dalam durasinya bernuansa dakwah melainkan hiburan. Artinya, pihak media tampaknya belum melirik nuansa dakwah menjadi sesuatu yang belum layak jual untuk dipublikasikan.

            Seiring perkembangan teknologi yang sangat canggihnya, memudahkan aktivitas pengkajian Islam dilakukan dengan mengakses di dunia maya seperti melalui internet saja. Akses dakwah dan pengkajian Islam tersebut menambah riuhnya dakwah, tetapi belakangan menunjukkan adanya benturan-benturan antara kelompok Islam fundamental maupun liberal melalui media internet di dunia maya. Selain itu, banyak bertebaran berita-berita bohong (hoax) dan berbagai tulisan tentang ajaran Islam yang belum bisa dipastikan ke-shahihan redaksinya, Hal ini menjadi fenomena teknologi komunikasi media yang dihubungkan dengan dakwah dengan berbagai problematikanya.

            Seorang ahli komunikasi kontemporer bernama Everett M. Rogers dalam bukunya Communication Technology: The New Media in Society, menguraikan hubungan komunikasi dalam masyarakat mencakup era tulis, media cetak, media telekomunikasi dan era komunikasi interaktif (Rogers, 1986: 25). Berkaitan dengan fenomena tersebut, kegiatan dakwah anak-anak muda aktivis dakwah yang sebagiannya rajin mengakses materi-materi dakwah melalui dunia maya tersebut, mengalami proses perubahan yang berjalan sangat cepat bersamaan dengan proses era reformasi yang memberi peluang bagi aktivis dakwah untuk mengakomodasikan diri dalam kelompok-kelompok harakah atau pergerakan aktivis dakwah.

            Derasnya arus informasi melalui media sulit dibendung. Dalam ruangan cukup sempit saja, masyarakat dapat mengakses informasi secara beragam, termasuk persoalan agama. Banyak website yang menawarkan bacaan “pencerahan” yang menyingkap khazanah dunia Islam. Kegiatan dakwah melalui jalur media diakui menjadi kebutuhan umat yang efektif dalam konteks hiburan tapi tidak melepaskan orientasi dakwah untuk menegakkan kebenaran dan mencegah berbagai bentuk kemunkaran, seperti penindasan dan kekerasan. Artinya, umat Islam saatnya harus sadar media atau peduli terhadap keberadaan media.

            Secara ringkas dapat dikatakan bahwa media sebagai sistem komunikasi Islam merupakan upaya sistematis meletakkan informasi pesan dakwah yang dilandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam, sehingga Arah Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam dapat mempengaruhi pola sikap dan perilaku yang mengarah pada pola sikap dan perilaku islami. Setiap proses kegiatan komunikasi (baik secara interpersonal, maupun kelompok) harus mendasari diri pada pola interaksi yang berdasar pada nilai islamiyah, komunikasi berpijak pada norma tingkah laku yang berdasar pada ketentuan dan kaidah nilai-nilai ajaran Islam. Alasan pentingnya media dalam sistem Komunikasi Islam menurut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

a.       Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang kian pesat (bahkan akan terus berkembang di masa mendatang), sehingga akan mempengaruhi pola arus informasi yang semakin kompleks.

b.      Islam merupakan ajaran yang berlaku sepanjang perjalanan kehidupan manusia, sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution bahwa Islam agalah ajaran atau doktrinasi yang sempurna pada konteks tempat (syumuliyatul makan), ruang, waktu zaman (syumuliyatul zaman) dan seluruh sistem kehidupan manusia (syumuliyatul minhaj). Selain itu perkembangan Islam yang begitu pesat diharuskan dapat mengakomodir kepentingan multietnis agar tidak menyebabkan konflik SARA ditengah masyarakat.

c.       Belum meratanya perkembangan teknologi komunikasi masyarakat Muslim (selama ini masih berkembang di masyarakat perkotaan sedangkan masyarakat Muslim di pedesaan masih jauh dari jangkauan teknologi komunikasi).

d.      Sistem komunikasi secara umum melibatkan bahasan yang begitu kompleks dan beragam, sehingga perlu disusun kajian yang bisa memberikan pemahaman nyata dan bersifat realistis bagi masyarakat khususnya dalam upaya penyebarluasan pesan informasi dakwah Islam yang berorientasi pada teknologi komunikasi.

e.       Sistem komunikasi Islam berbeda dengan sistem komunikasi pada umumnya, perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan doktrinasi, sistem sosial, budaya bahkan politik masyarakat muslim, sehingga hal ini akan memberikan corak dan warna sistem komunikasi yang berkembang.

 

KESIMPULAN

            Berdasarkan pada fungsi media massa untuk memberi informasi pada khalayak, tentunya sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri, di mana dakwah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman keislaman seseorang maka tindakan dakwah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan media sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan kaidah Islam. Namun demikian, karena sifat khusus tindakan dakwah, maka tindakan yang hanya berisikan tentang ajakan, seruan panggilan dan penyampaian pesan seseorang atau sekelompok orang sehingga orang lain dan masyarakat menjadi muslim yang dapat disebut sebagai tindakan dakwah dalam pengertian yang luas.

            Dakwah merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kelangsungan hidup umat manusia terutama dalam menyiarkan suatu ajaran dalam masyarakat. Ajaran yang baik tidak mustahil akan hilang apabila tidak di dakwahkan, dan sebaliknya ajaran yang sesat dapat tersiar dan membudaya dalam masyarakat jika didakwahkan secara berkesinambungan. Dengan aktivitas dakwah yang berkesinambungan maka akan mendorong kemaslahatan hidup manusia baik di dunia maupun di akhirat. Agama tidak akan tersiar dan berlaku di dalam masyarakat jika tidak didakwahkan. Oleh karena itulah Islam mewajibkan dakwah kepada setiap umat Islam. Bahkan dakwah itu merupakan salah satu dari kewajiban-kewajiban besar yang harus dilaksanakan oleh umat Islam.

            Pelaksanaan dakwah melalui media selaras dengan perintah Islam yang mewajibkan sebagian dari umat Islam yang memiliki ilmu untuk berdakwah, terutama ketika seorang muslim melihat kemunkaran yang dilakukan secara terang terangan. Dakwah bukan hanya sekadar kebaikan dan bukan pula untuk menambah jumlah kaum muslimin saja, akan tetapi hal itu dituntut justru untuk mewujudkan tanggung jawab misi umum diutusnya Nabi Muhammad SAW di tangan umat Islam. Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab setiap individu umat Islam yang wajib ditunaikan, karena tanggung jawab risalah ini telah dibebankan Allah atas umat untuk disampaikan kepada umat manusia setelah Nabi Muhammad wafat.

            Secara ringkas dapat dikatakan bahwa media sebagai sistem komunikasi Islam merupakan upaya sistematis meletakkan informasi pesan dakwah yang dilandaskan pada nilai-nilai ajaran Islam, sehingga Arah Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam dapat mempengaruhi pola sikap dan perilaku yang mengarah pada pola sikap dan perilaku islami.   

 

DAFTAR PUSTAKA

            Acmad, AS.  1990. Manusia dan Informasi. Ujungpandang: Hasanuddin University Press.

            Ahmad, Amrullah. 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M.

            Ardhana, Sutirman Eka. 1995. Jurnalistik Dakwah Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

            Berger, Arthur Asa. 2000. Media and Communication Research: An Introduction to Qualitative and Quantitative Aproach. London: Sage Publications Ltd.

            Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa, Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Jakarta: Kencana,

            Curran, James, Michael Gurevitch. 1994. Mass Media and Society. London-New York : Edward, Arnold,           

            Hasanah, Hasyim. 2016. Arah Pengembangan Dakwah melalui Sistem Komunikasi Islam, Jurnal IAIN Kudus Vol. 4, No. 1 Juni. Diunduh pada 2 Desember 2020.

            Hasanah, Hasyim. 2017. Peran Opinion Leader Dalam Sistem Dakwah (Analisis Difusi Jaringan Komunikasi). Islamic Comunication Journal Volume 02, Nomor 02, Juli-Desember. Diunduh pada 2 Desember 2020.

            Hikmat Kusumaningrat, Parnama Kusumanigrat. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktek,. Bandung: Remaja Rosda Karya.

            Iskandar, H. M. 2001. Pemikiran Hamka tentang Dakwah. Makassar: Pusat Penelitian Islam dan Masyarakat (PPIM).

            John, Little. 1996. Theories of Human Communication, Fifth Edition. New York: Wadsworth             Publishing Company,

            Masyhur, Musthafa. 1995. Min Fiq al-Dakwah, Juz I, Kairo: Dār at-Tauzi’ wa Annasyr alIslamiyah,

            McQuaill, Dennis. 1994. Mass Communicatin Theory, Third Edition. United State Amerika: Sage Publication.

            Muhyidin, A. Asep & Agus Ahmad Syafei. 2002. Metode Pengembangan Dakwah, Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia.

            Peter L, Berger, Thomas, Luckmann. 1966. The Sosial Construction of Reality. A Tresite in the             Sociology of Knowledge,

            Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Psikologi Komunikasi, Cet.XIII; Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rivers L, William, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson. 2008. Mass Media and Modern Society.             London: The Free Press Collier Publisher,

            Rogers, M.Everett. 1986. Communication Technology: The New Media in Society. London: The Free Press Collier Publisher,

            Saiful, Asep. 1999. Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek, Cet. 1; Jakarta: Logos.

            Singarimbun,dkk. 1989, Metode Penelitian Survai, Jakarta:LP3S.  

            Straubhar, Joseph dan Robert LaRose. 1997. Communication Media in The Information Society. USA: Wadsworth Publishing Company.

            Tanjung, Hasan Basri. 1993. Pers Islam Sebuah Dilema, Jakarta: Harian Terbit, Sabtu 21 Agustus

            White, Robert. A. SJ,. 2007. The Media, Culture, and Religion Perspecktive. Communication Research Trend

            Zed, Mustika, 2004, Metode Penelitian Kepustakaan. Jaka  rta: Yayasan obor.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar