MONEY
POLITIC
DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI KOMUNIKASI DAKWAH
Nur Hikmatus Sobah
Mahasiswa Program Magister Komunikasi dan
Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Walisongo Semarang
Email: nurhikmatussobah1@gmail.com
Abstrak
Pada
persoalan money politic selalu
menjadi hal yang paling rawan terjadi saat pesta demokrasi. Berbagai aturan
baik dari undang-undang, peraturan KPU, peraturan Bawaslu seharusnya sudah
sangat jelas dan dapat menjadi bahan pertimbangan pada pelaku money politic agar melakukkan tindak
pidana tersebut. Namun, permasalahannya adalah kebanyakan para pelaku money politic seakan menghiraukan
aturan-aturan yang berlaku sehingga pendekatan psikologi komunikasi dakwah
disini menjadi penting guna menyadarkan akan hal tersebut. Maka penulis
merumuskan menjadi “Money Politic Dalam
Perspektif Psikologi Komunikasi”.
Dalam melakukan analisis penulis menggunakan metode analisis data wawancara.
Tujuan penulisan secara teoritis bertujuan untuk menganalisis secara deskriptif
bagaimana konsep psikologi komunikasi dakwah guna menyadarkan pelaku dengan
dalil-dalil serta aturan yang melarang adanya money politic. Dalam konsep
tersebut Komunikasi dakwah yang bertujuan untuk mendekati mad’u sebagaimana
konsep dakwah yakni amar ma’ruf nahi munkar. Pada intinya tindakan money politic dilarang baik secara
hukum, maupun secara agama. Penulis menyimpulkan bahwa money politic dalam perspektif psikologi komunikasi dakwah adalah
terletak pada fungsi tiga dimensi keterlibatan. Yakni dimensi perilaku, dimensi
pewenangan, dan dimensi pendukung.
Kata Kunci: Money politik, Psikologi
komunikasi dakwah.
A.
Pendahuluan
Indonesia
merupakan negara demokrasi. Dimana masyarakat dapat dengan bebas mengutarakan
pendapat. Negara demokrasi juga ditandai dengan adanya sistem politik, dimana
pemerintahan juga terbentuk dari hasil kerjasama dalam politik. Demokrasi
sebagai suatu konsep maupun sebagai praktik dalam kehidupan bersama
sudah ada sejak 2500 tahun yang lalu. Disamping itu, dalam rentang waktu yang
sudah begitu lama dan dengan tingkat intensitas yang berbeda-beda, demokrasi
juga sudah diterapkan oleh hampir semua negara dewasa ini, yaitu negara-negara
yang berbeda dalam hal lokasi geografis, sejarah, budaya dan tingkat
perkembanganya. Akibatnya, demokrasi mengalami penafsiran yang amat beragam
sehingga menjadi istilah yang sulit untuk didefinisikan secara ringkas dan pasti.[1]
Permasalahannya adalah pada pelaksanaan demokrasi
yang seharusnya dapat dijalankan dengan jujur, adil, bebas dan rahasia serta
menjunjung tinggi kredibilitas sering kali diwarnai oleh kasus-kasus yang
menciderai demokrasi itu sendiri. Pada pembahasan kali ini penulis berpendapat
bahwa persoalan money politic selalu
menjadi hal yang paling rawan terjadi saat pesta demokrasi.
Pada
sebuah webbinar yang penulis ikuti, yakni webbinar dengan tema “Problematika
Pilkada Tahun 2020”, pembicara dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
Provinsi Jawa Tengah yang diwakili oleh Kordiv Humas, dan Deputi Seknas
Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), mengatakan bahwa,
“Money
Politic adalah persoalan kutural yang akan sangat susah untuk hilang karena
sudah seakan mendarah daging” (Pernyataan Hanif, Deputi Seknas JPPR)
Mengambil
kesimpulan pada pernyataan tersebut maka, penulis menganggap bahwa persoalan
paling penting dan menjadi perhatian khusus bagi semua masyarakat adalah tentang
kebiasaan money politic disetiap
penyelenggaraan pemilihan umum. Data terbaru dalam website dan media sosial
Bawaslu RI terdapat laporan 147, temuan
Bawaslu yakni 64, kemudian hasil penyidikan yakni 27, masih proses pengawasan
Bawaslu ada 78, dan laporan yang diberhentikan oleh pengawas pemilu sebanyak
106 (Bawaslu RI, Update terbaru pada
10 Desember 2020).
Dalam
pemilihan umum (pemilu) berlangsung tindak pidana money politics
sering ditemukan oleh aparat penegak hukum maupun para penyelenggara
pemilu. Istilah money politics sendiri kurang jelas. Dalam banyak
kesempatan, istilah ini dipakai sebagai kontainer besar yang merangkum seluruh
praktik dan perilaku mulai dari korupsi politik ke patron-klien hingga jual beli
suara dan kriminal. Ada semacam konsensus di antara sarjana yang mengkaji politik
Indonesia bahwa money politics
adalah korupsi yang terkait dengan proses elektoral. Karena itu, politik
uang beroperasi pada dua ranah. Pertama, di tingkat elite seperti calon
presiden, DPR, DPRD, gubernur, bupati atau wali kota yang maju dalam proses
pemilihan. Setiap calon harus merogoh kantongnya lebih dalam baik untuk sewa
“perahu” partai, kampanye, konsultan hingga beperkara ke Mahkamah Konstitusi. Kedua,
politik uang di tingkat massa dalam bentuk jual beli suara ke pemilih.[2]
Publik
memahami moneypolitisc sebagai praktik pemberian uang atau
barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters) secara berkelompok
atau
individual, untuk mendapatkan keuntungan politis (political again).
Artinya tindakan
money politics itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya.[3]
Artinya, pelaku money politic secara
sadar mengetahui bahwa tindakan yang dilaukannya adalah salah namun pelaku
seolah tidak takut akan hukum pidana tentang money politic yang berlaku
di Indonesia. Sehingga pendekatan psikologi komunikasi dakwah menjadi penting
guna menyadarkan sikap para pelaku money
politic.
Kerangka
formal dalam hal ini dikaitkan dengan sejumlah peraturan formal yang
berhubungan dengan pelarangan atas politik uang. UndangUndang dan Peraturan
tersebut antara lain: Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah; Undang-undang Nomor 32 Tahun 2008 mengenai Pemberhentian Kepala Daerah;
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan kampanye.[4]
Sanksi
hukum pidana atas perbuatan pidana money politics diatur
dialam Pasal 301 Ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Pasal tersebut menjelaskan mengenai sanksi hukum pidana diberikan
kepada pengurus partai politik, calon legislative, juru kampanye, individu, dan
organisasi yang ditunjuk sebagai peserta pemilu. Adapun kritikan terhadap pengaturan
dari politik uang selama ini adalah tidak adanya sanksi pidana terhadap atas
tindakan politik uang.
Adapun
sanksi yang diberikan lebih pada sanksi adminitratif. Artinya, selama ini pelaksanaan
Pilkada hanya menjamin kepastian politik, sukses kepemimpinan di daerah
itudapat bergulir tiap lima tahun. Bentuk ketidak seriusan tersebut dapat dilihat
dalam Pasal 73 Ayat (1) UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1/2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU. ”Calondan/atau
tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya
untuk memengaruhi pemilih”. Tapi dalam regulasi tersebut tetap tidak ada
tindakan yang tegas terhadap sanksi Pemilu lain: UUD 1945; UU No. 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Preseiden dan Wakil Presiden ;Undang-undang No.15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum; Undang-undang No.8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berbagai
aturan baik dari undang-undang, peraturan KPU, peraturan Bawaslu seharusnya
sudah sangat jelas dan dapat menjadi bahan pertimbangan pada pelaku money politic agar melakukkan tindak
pidana tersebut. Namun, permasalahannya adalah kebanyakan para pelaku money politic seakan menghiraukan
aturan-aturan yang berlaku sehingga pendekatan psikologi komunikasi dakwah
disini menjadi penting guna menyadarkan akan hal tersebut. Maka penulis
merumuskan menjadi “Money Politic Dalam Perspektif Psikologi Komunikasi”.
B.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.
Kegunaan
Teoritik
a.
Dalam penelitian ini diungkap beberapa teori psikologi dalam hal ini adalah teori
persuasif. Sehingga secara teori dapat dimanfaatkan untuk menambah referensi
kaian terhadap teori persuasif bagi pembaca.
b.
Pada
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara deskriptif bagaimana konsep
psikologi komunikasi dakwah guna menyadarkan pelaku dengan dalil-dalil serta
aturan yang melarang adanya money politic.
Dalam konsep tersebut Komunikasi dakwah yang bertujuan untuk mendekati mad’u
sebagaimana konsep dakwah yakni amar
ma’ruf nahi munkar.
c.
Hasil penelitian ini, selain merupakan rujukan bagi penelitian lain di
kemudian hari, dapat pula digunakan untuk
mengukuhkan atau mengkaji ulang teori tentang kaitan dengan money
politic..
2.
Kegunaan
Praktis
Pada
penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat untuk bahan sosialisasi
pencegahan money politic. Sehingga
diharapkan menjadi kajian bagi masyarakat tentang larangan tindak pidana money politic. Meminimalisir pelanggaran
money politic secara langsung tentu
akan memberi manfaat bagi pelaksanaan demokrasi yang adil dan jujur sehingga
dapat penyetabil angka indeks kerawanan pemilu di daerah. Selain itu juga dapat
menjaga pola perilaku komunikasi politik di masyarakat.
C.
Metode
Penelitian
1.
Metode
Penelitian
Dalam tulisan ini penulis
secara normatif menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, penulis
menggunakan satu fokus pendekatan, yaitu pendekatan psikologi komunikasi
dakwah. Pendekatan Psikologi pada tulisan ini adalah untuk memberikan referensi
dan refleksi pembinaan atau sosialisasi mental dalam perilaku money politic. Pendekatan komunikasi
adalah untuk mengkomunikasikan tentang tata aturan dan sanksi yang berlaku
terkait money politic. Selanjutnya,
pendekatan dakwah berfokus pada kaitan tentang pelarangan atau dalil-dalil yang
relefan dengan money politic. Menurut
Nasaruddin Razak, metode dakwah merupakan proses menegakan syariat itu tidak
mungkin dapat berjalan dengan efektif dan efisien tanpa metode. Secara
teoritis, al-Qur’an menawarkan metode yang tepat guna dalam menegakan dakwah,
yaitu dengan cara bijaksana (hikmah), nasehat yang baik (al-Mauidzah
al-Hasanah) dan berdiskusi yang baik (al-Mujadalah) (Razak, 2010).
Penulis juga mengumpulkan
data hasil penelitian melalui studi dokumen dari Bawaslu terkait pelanggaran
tindak pidana money politic. Data
tersebut dianalisis dengan menggunakan metode data analysis. Seluruh
bahan-bahan yang telah terkumpul, dilakukan inventarisasi dan sistematisasi,
selanjutnya dikaji, dan dianalisis keterkaitannya dengan permasalahan yang
dikaji.
Metode wawancara juga
penulis gunakan guna mendapat hasil yang kredibel. Berikut merupakan tabel
jadwal wawancara penulis dengan beberapa narasumber
Tabel
I.
Jadwal
Wawancara
No. |
Hari/Tanggal |
Narasumber |
Materi Wawancara |
1. |
Senin,
30 November 2020 |
Masyarakat (wawancara
dengan ngobrol santai kepada 10 orang dipilih secara acak dan kebetulan agar
responden dapat dengan jujur menjawabnya) |
-
Paham tidaknya terhadap aturan-aturan
yang melarang money politic -
Pandangan terhadap tindakan money politic |
2. Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian penulis adalah di Kabupaten Kendal. Berdasarkan kedekatan lokasi
dengan tempat tingga penulis, sehingga penulis berharap penelitian ini dapat
lebih efisien dan efektif dalam segi jangkauan lokasi. Alasan lain adalah
karena Kabupaten Kendal merupakan peringkat keempat nasiona dari segi indeks
kerawanan pemilu (IKP Nasional) yang dirilis terbaru awal Desember 2020 oleh
Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI).
3. Teknik
Pengumpulan Data
a. Observasi
Karl
Weick mendefinisikan observasi sebagai pemilihan (selection), pengubahan (provocation), pencatatan (recording), dan
pengodean (encoding) serangkaian perilaku serta suasana ( test of behaviors and settings ) yang berkenaan dengan organism in situ (pengamatan kejadian secara
alamiah atau naturalistic), sesuai
dengan tujuan-tujuan empiris. Observasi berguna untuk menjelaskan, memberikan,
dan merinci gejala yang terjadi (Jalaludin dan Subandi, 2017: 144-145).Menurut
Sutrisno Hadi (1986), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis (Sutrisno
dalam Sugiyono, 2016: 145).
Pada
penelitian ini jenis pengumpulan data observasi yang dipilih adalah observasi
tidak terstruktur dan non
partisipasi. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak
dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Artinya, pada
penelitian ini peneliti akan melakukan observasi namun belum terjadwal, jadi
bersifat spontanitas. Namun secara instrument observasi peneliti telah
mempersiapkan beberapa hal. Meliputi, alat pengambil gambar, perekam dan video
(kamera atau mobile phone), dan
kerangka observasi sebagaimana berikut:
Tabel
II. Unit Observasi
No. |
Kerangka
Aktivitas Observasi |
1. |
Observasi
pelaksanaan sosialisasi pencegahan, pengawasan dan penindakan oleh Bawaslu
terhadap money politic |
2. |
Observasi
pelaksanaan pendidikan pemilih yang diselenggarakan oleh Jaringan Pendidikan
Pemilih Rakyat (JPPR) |
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara
sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis dan
sikap serta tindakan atau gerak manusiawi yang kemudian dilakukan pencatatan.
Pada penelitian ini penulis melakukan observasi kepada masyarakat tentang
praktik money politic. Sehingga
penulis dapat menerapkan teori persuasi untuk bisa kemudian mengajak masyarakat
“Stop Money Politic”.
Penulis juga mengikuti atau bergabung dengan Jaringan
Pendidikan Pemilu Rakyat (JPPR) untuk mengetahui lebih mendalam terkait edukasi
kesadaran masyarakat terhadap larangan money politic. Sehingga nantinya penulis
benar-benar akurat dalam menganalisis secara psikologi komunikasi dakwah.
b. Studi
Dokumen
Penulis juga mengumpulkan data hasil
penelitian melalui studi dokumen dari Bawaslu terkait pelanggaran tindak pidana
money politic. Data tersebut
dianalisis dengan menggunakan metode data analysis. Seluruh bahan-bahan
yang telah terkumpul, dilakukan inventarisasi dan sistematisasi, selanjutnya
dikaji, dan dianalisis keterkaitannya dengan permasalahan yang dikaji.
D.
Kerangka
Teori
1.
Money Politic
Secara umum, politik uang
(money politic) diartikan sebagai
upaya yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain
dengan menggunakan imbalan tertentu. Imbalan tersebut dapat berbentuk uang
maupun barang tertentu. Sependapat dengan hal itu, Menurut pakar hukum tata tegara
Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic atau
risywah (suap-menyuap) sangat jelas, yakni
mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana
yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic bias di
buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni
penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri)
sehingga kasusnya sulit dilacak, ditindak lanjut secara hukum pun jadi kabur.[5] Ada
pula yang mengartikan money politic pengertiannya adalah suatu upaya mempengaruhi
orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual
beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan
membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara
pemilih (voters)[6]
Johny Lomulus mengangap
politik uang merupakan kebijaksanaan dan atau tindakan memberikan sejumlah uang
kepada pemilih atau pimpinan partai politik agar masuk sebagai calon kepala
daerah yang definitif dan atau masyarakat pemilih memberikan suaranya kepada
calon yang bersangkutan pemberi bayaran atau bantuan tersebut[7].
Selanjutnya Gary Goodpaster menulis bahwa politik uang itu bagian dari korupsi
yang terjadi dalam proses Pemilu. Politik uang pada dasarnya merupakan transaksi
suap-menyuap yang dilakukan oleh seorang calon dengan tujuan untuk mendapatkan
keuntungan suara dalam pemilihan.[8]
Dalam
hukum Islam sendiri, money politic itu sangat dilarang dan
perbuatannya termasuk dalam katagori risywah. Risywah (Suap-menyuap)
merupakan pemberian cara yang tidak benar yang diberikan seseorang kepada hakim
atau lainnya untuk mendapatkan hal yang diinginkan dengan cara yang
tidak benar. Dengan cara bathil inilah sebuah ketentuan berubah, sehingga
menyakiti banyak orang. Maka wajar bila ulama sepakat mengharamkan risywah
yang terkait dengan pemutusan hukum bahkan perbuatan ini termasuk dosa
besar.
Sebab sogokan akan membuat hukum menjadi tidak adil, selain itu tata kehidupan
menjadi tidak jelas.[9] Allah
SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 188;
Artinya:
“ Dan janganlah kamu
makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu
menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat
memakan sebagian harta oarang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui.”
2.
Psikologi
Komunikasi Persuasi
Secara psikologis,
manusia dapat dipengaruhi oleh komunikasi yang disampaikan oleh orang lain.
Robert B Caldini (2000), berdasarkan hasil kajiannya tentang “kepatuhan”,
menyimpulkan bahwa terdapat 6 kegiatan dasar yang dapat memengaruhi naluri
manusia yakni: (1) reciprocity, yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang
akan membalas kebaikan yang diberikan orang lain, (2) commitment and
consistency, yang secara naluriah, seseorang akan memperlihatkan konsistensi
dan komitmen sikapnya terhadap apa yang diyakininya, (3) social proof, yang
memperlihatkan kondisi seseorang akan merasa aman dan nyaman untuk melakukan
sesuatu manakala hal itu sebelumnya telah dilakukan orang lain, (4) liking,
berkaitan dengan kondisi kecenderungan orang melakukan sesuatu yang dibutuhkan
oleh orang yang ia sukai dan orang lain itu menyukainya, (5) authority, yang
memperlihatkan kecenderungan orang akan mempercayai orang lain yang ia anggap
memiliki otoritas, dan (6) scarcity, yang memperlihatkan kecenderungan orang
untuk mengejar sesuatu yang unik atau langka dan jarang ditemui (Asep, 2013).
Persuasi menempel pada kehidupan manusia,
baik disengaja maupun tidak. Ketika seseorang memiliki keinginan tertentu untuk
berbicara kepada orang lain maka keinginan itu akan disampaikannya, dan jawaban
atas keinginan itupun ditunggunya. Tentu saja jawaban atas keinginan tersebut
adalah yang sesuai dengan yang ada dalam pikirannya. Demikianlah maka setiap
manusia dalam kehidupan sehari-harinya senantiasa berupaya untuk saling
memengaruhi. Siapa yang dipengaruhi dan siapa yang memengaruhi merupakan sebuah
kondisi yang akan tergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor itulah yang akan
kita pelajari dalam perkuliahan ini.
Sifat
Persuasi
Dilihat dari sifatnya, persuasi dapat
diklasifikasi sebagai berikut. Persuasi dapat bersifat verbal (verbal
persuasion), nonverbal (nonverbal persuasion), tatap muka (face toface
persuasion), persuasi bermedia (mediated persuasion).
Tujuan
Persuasi
Ruang lingkup persuasi, dapat pula dilihat
dari tujuannya yakni mengubah:
1) pengetahuan (to change theknowlege);
2) sikap (to change the attitude);
3) opini (to change the opinion);
4) keterampilan (to change the
psichomotoric);
5) perilaku (tochnge the behavior);
(Rakhmat, 1986)
Pendekatan
Persuasi
Bertolak dari tujuan komunikasi persuasif
yakni untuk memengaruhi sikap, nilai-nilai, pendapat, dan perilaku audiens atau
penerima maka pendekatan yang digunakan dalam mengkaji komunikasi persuasif
adalah pendekatan psikologis, sosiologis, dan antropologis. Menurut Larson
(1986), pendekatan terhadap studi persuasi kontemporer, dilakukan melalui
teori-teori perubahan sikap, konsistensi, belajar, social judgement-involvement,
dan teori Efek Media Massa. Sependapat dengan Larson, Simons (1976) menjelaskan
bahwa mengkaji komunikasi persuasif dapat didekati melalui teori-teori
Behavioristik seperti teori-teori Belajar Persepsi, Fungsional, dan Teori
Keseimbangan. Tidak jauh berbeda dengan kedua ahli komunikasi di atas,
Applebaum dan Anatol (1974) menyebutkan bahwa pendekatan yang biasa digunakan
dalam mengkaji komunikasi persuasif adalah melalui teori-teori: Belajar,
Konsistensi Kognitif, SocialJudgment-Involvement, dan Pendekatan Fungsional
(Larson, 1986).
Prinsip-prinsip
Persuasi
Kandungan makna dari konsep persuasi, yang
merupakan prinsip-prinsip dasar persuasi dijelaskan oleh Ilardo (1981) sebagai
berikut.
a. Persuasi
merupakan bentuk dari komunikasi. Hal ini melibatkan pengirim pesan dan
penerima pesan dalam suatu interaksi. Hubungan yang terjadi, merupakan faktor
yang sangat penting bagi semua proses persuasi. Jika di antara pengirim dan
penerima tidak terjadi kontak, barangkali merupakan hal yang mustahil terjadi
saling memengaruhi.
b. Persuasi
merupakan suatu proses. Persuasi bukan merupakan suatu tindakan, tidak statis,
bukan suatu kejadian belaka, bukan pula suatu objek. Persuasi tidak dapat
disentuh, diraba, atau terukur secara pasti. Ia merupakan sesuatu ketika kita
terlibat di dalamnya. Ia bersifat terus menerus. Proses tersebut bukan
ditentukan oleh ruang, tetapi oleh waktu. Hal ini memungkinkan untuk memudahkan
arahan terhadap jejak dari permulaan dan evolusi dari proses persuasif, dengan
membagi perubahan-perubahan tersebut ke dalam tahap-tahap atau fase-fase.
Namun, dalam kenyataan, pembagian tersebut tidak kentara.
c. Persuasi
berkaitan dengan perubahan. Pesan persuasif seperti halnya intervensi
therapeutik yang direncanakan dan ditangani oleh dokter medis. Oleh karena itu,
intervensi tersebut diawali dengan suatu tujuan. Hasil dari intervensi
tersebut, sasaran diperkirakan akan berubah melalui berbagai cara. Berhasil
atau gagal proses tersebut diukur dengan tingkat efek yang diharapkan dapat
dicapai. Hal ini memunculkan dua pertanyaan, pertama, apa yang menjadi target
dari persuasi tersebut? dan kedua, bagaimana perubahan tersebut diukur?.
Jawaban sementara, untuk hal yang pertama, sasaran persuasi adalah
pernyataan-pernyataan mendalam dari sasaran (kepercayaan, sikap, atau
pernyataan) atau perilaku yang nampak. Perubahan dalam hal ini diukur dengan
membandingkan pernyataan mendalam atau perilaku yang nampak (atau keduanya)
antara sebelum dan setelah intervensi.
d. Persuasi
dapat terjadi secara sadar ataupun tidak sadar. Seorang persuader, mungkin
secara sadar bermaksud untuk mengubah individu atau kelompok secara khusus. Hal
ini terjadi manakala pembicara persuasif merencanakan dan mengucapkan
kata-katanya dengan tujuan khusus untuk mengubah sikap pendengar atau sasaran.
e. Persuasi
dapat menggunakan pesan verbal dan pesan nonverbal. Seperti Anda ketahui bahwa
kata-kata yang disusun secara tepat dapat membuat efek persuasif. Penggunaan
Persuasi Komunikasi persuasif dimanfaatkan orang sudah sejak lama. Simons (1976)
menjelaskan bahwa studi tentang persuasi berasal dari zaman Yunani Kuno. Saat
itu, persuasi telah digunakan orang untuk berbagai kepentingan seperti untuk
mengadukan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di ruang pengadilan,
menyampaikan pidato dalam upacara-upacara khusus, serta untuk perdebatan
mengenai masalah-masalah kebijakan umum. Kini, penggunaan persuasi telah meluas
ke berbagai aspek kehidupan manusia (Asep, 2013).
Komunikasi adalah proses
dimana terjadinya pertukaran informasi atau pesan. Sedangkan persuasi yang
merupakan kata serapan dari bahasa inggris ‘persuation’ yang berarti merayu,
meyakinkan, dsb. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasi merupakan
sebuah proses pertukaran informasi/ pesan dimana komunikator berusaha
mempengaruhi pemikiran atau perilaku komunikan melalui pesan atau informasi
yang disampaikannya. Ada beberapa faktor yang mperlu diperhatikan agar
komunikasi persuasive berjalan dengan baik, yaitu kejelasan tujuan, aspek-aspek
keragaman sasaran persuasif, serta pemilihan strategi komunikasi yang tepat
(Ivoni, 2017). Komunikasi persuasif sendiri memiliki beberapa bentuk (teori).
Pada tulisan ini peneliti
fokus menggunaan salah satu cabang teori persuasif yakni teori persuasif
perubahan sikap. Teori ini menjelaskan tentang perubahan sikap idividu.
Perubahan sikap terjadi dari waktu ke waktu, dan terjadi karena perbedaan sikap
individu dalam menanggapi suatu rangsangan. Sehingga diharapkan penulis dapat
mempengaruhi perubahan sikap masyarakat dan pembaca untuk dapat menghindari
dari tindakan money politc.
3.
Komunikasi
Dakwah
Dakwah menurut etimologi
(bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : -عا َدَ دعو ْدعوةَ – ي yang berarti
mengajak, menyeru, dan memanggil seruan, permohonan, dan permintaan.[10]
Dalam pengertian lain menyebutkan dakwah merupakann bahasa Arab, berasal dari
kata da’wah, yang bersumber pada kata: عو- عا َد َد ْدعوةَ – ي) da’a, yad’u,
da’watan) yang bermakna seruan, pengilan, undangan atau do‟a.[11] Jadi,
dapat disimpulkan dakwah secara bahasa berarti seruan atau panggilan.
Menurut Pengertian dakwah
secara istilah yang diartikan oleh berbagai ahli sebagai berikut [12]:
1. Prof.
Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan
untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
2. SyaikhAli
Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai
berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan
mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari
kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
3. Hamzah
Ya‟qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah
(kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
4. Menurut
Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian
yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas
yang memerintahkan amar ma‟ruf nahi mungkar.
5. Syaikh
Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim.
Unsur-unsur
dakwah adalah hal-hal yang tedapat dalam setiap kegiatan dakwah, yakni subjek
dakwah (dai), objek dakwah (mad‟u), materi dakwah, metode dakwah, media dakwah,
dan logistik dakwah. Kegiatan dakwah merupakan proses komunikasi dengan tujuan
dapat mempengaruhi (bersifat persuasi) mad’u untuk dapat melaksanakan dari pada
konsep dakwah itu sendiri yakni “amar
ma’ruf nahi munkar”. Sehingga kegiatan komunikasi dakwah dapat pula
dikatakan sebagai kegiatan komunikasi persuasi.
Secara
teknis, komunikasi persuasif dakwah memiliki karakteristik yang khas dan
memberikan efek positif bagi da’i karena kemampuannya yang dapat mengubah
sikap, opini dan perilaku mad’u dengan tanpa paksaan melalui kegiatan dakwah.
Mad’u secara tidak sadar mengikuti keinginan da’i. Oleh karena itulah teknik
komunikasi dakwah dalam tulisan ini diperlukan guna mempengaruhi mad’u untuk
menjauhi dan tida melakukan money politic
. Berbeda dengan teknik
komunikasi koersif yang bersifat memaksa kepada komunikan untuk mengikuti
kehendak komunikator, sehingga memberikan efek yang tidak menyenangkan secara
psikologis bagi penerima pesan.
Al-Quran mengandung
ajaran tentang prinsip-prinsip komunikasi persuasif. Sinyalmen tersebut
memerlukan pengamatan secara seksama dan interpretasi dengan perspektif ilmu
sosial khususnya komunikasi. Begitu pula hadits Nabi Muhammad SAW memuat
prinsip-prinsip komunikasi. Term tersebut di dalam konteks Agama Islam dapat
pula dipahami dan dikategorikan sebagai bagian dari ilmu dakwah. Dari ketiga
bentuk komunikasi persuasif dapat ditarik sebuah sintesis bahwa pada dasarnya Agama
Islam sejak awal kedatangannya ke muka bumi ini telah memberikan tuntunan
menuju jalan keselamatan dan pintu-pintu pengetahuan begi seluruh umat manusia,
hanya saja saat ini umat Islam masih belum mampu mengali dan berani menampilkan
ke segenap umat manusia di muka bumi ini bahwa Islam merupakan agama yang
mengangkat derajat umat manusia dan mengantarkan menuju jalan keselamatan di
dunia dan di akhirat.
E.
Hasil
Analisis
1.
Money Politic dalam Perspektif
Psikologi Komunikasi Dakwah
Setelah penulis melakukan
penelitian lapangan terhadap tindakan money
politic, secara praktis sebagian masyarakat telah mengetahui akan aturan
pelarangan tindak pidana money politic.
Alasan masyarakat melakukan money politic
secara sadar adalah karna kebutuhan ekonomi. Dimana pelau merasa saling di
untungkan (dalam bahasa ilmu pengetahuan alam adalah simbiosis mutualisme).
Pemberi money politic diuntungkan
atas jabatan politik dan penerima money politic
merasa juga diuntungkan karna mendapatkan uang. Dimana pada kondisi sadar
tersebut penerima merasa bahwa uang adalah sumber segala permasalahan materi
(ekonomi).
Selanjutnya penggunaan
teori persuasi perubahan sikap. Penulis menanalisis, bahwa artinya, pelaku money politic melakukan kegiatan
tersebut secara psikologis adalah dalam kondisi sadar. Sehingga disini perlu
adanya mental treadmen bagi pelaku
yakni dengan komunikasi dakwah guna menyadarkan dan mengingatkan bahwa
perbuatan tersebut dilarang oleh negara dan agama. Salah satu cara penyadaran
nya adalah dengan psikologi komunikasi dakwah. Dalam hal ini pendekatan
psikologis digunakan untuk mengetahui cara atau sikap yang tepat dalam
menyampaikan komunikasi kepada pelaku sehingga dapat menyelesaikan permasalahan
materi (ekonomi).
Disisi lain, masyarakat
yang melakukan tinda pidana money politic
mengaku belum begitu paham tentang aturan-aturan pelarangan yang berlaku.
Sehingga penulis menganalisis bahwa tindak money
politic yang dilakukan masyarakat tersebut dapat dikatakan tidak sadar
hukum. Maka pendekatan yang harus dilakukan adalah secara psikologi komunikasi
dakwah, komunikator (da’i) harus memberi sosialisasi secara terstruktur masif
dan sistematis kepada masyarakat (mad’u) tentang regulasi-regulasi yang
melarang money politic.dengan
melakukan pendekatan psikologi persuasi agar masyarakat dapat dengan nyaman
menerima sosialisasi tersebut.
Menurut Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam menangani money
politc dilakukan dengan tiga hal, yakni pencegahan, pengawasan, dan
penindakan.
a. Pencegahan
Dalam hal pencegahan
Bawaslu memiliki program kerja yakni sosialisasi guna mencegah money politic. Mengikutsertakan para
aktivis di daerah untuk ikut menularkan ilmu sosialisasi pencegahan money politic pada komunitas, organisasi
masyarakat, dan sebagainya. Pemasangan baliho cegah money politic, pembuatan desa anti money politic bekerjasama dengan media baik cetak maupun
elektronik, semua merupakan wujud pencegahan tindak pindana money politic kepada masyarakat. Nah
pada posisi ini sebagaimana unsur dakwah, penulis mengategorikan Bawaslu (da’i)
dan masyarakat (mad’u), materi (isi materi sosialisas), metode (bil hikmah, bil
Al-Mauidzah al-Hasanah). Secara psikologi komunikasi, Bawaslu dalam hal ini
telah melakukan pendekatan psikologis guna mengkomunikasikan atau sosialisasi
pencegahan money politic.
b. Pengawasan
Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu memiliki wewenang antara lain
mengawasi pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu, menerima laporan-laporan dugaan pelanggaran
pemilu, dan menindaklanjuti temuan atau laporan kepada instansi yang berwenang.
Dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut Bawaslu sesuai dengan
amanat Undangundang Nomor 15 Tahun 2011 kemudian membentuk Bawaslu Provinsi di
seluruh Indonesia. Tugas utama Bawaslu Provinsi adalah mengawasi penyelenggaraan
pemilu di wilayah provinsinya masingmasing, menerima dan menindaklanjuti temuan
dan laporan dugaan pelanggaran pemilu, serta melaporkannya kepada Bawaslu
Republik Indonesia.
Dalam hal pengawasan,
Bawaslu bertugas melakukan fungsi pengawasan money politic guna menciptakan pemilu yang langsung, bebas,
rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL). Pengawasan dalam hal ini, secara
psikologi komunikasi bahwa kegiatan pengawasan dilaukan dalam rangka memberi
rasa takut (mental) pada pelaku money
politic karna di awasi oleh Bawaslu.
Pada ranah pencegahan dan
pengawasan, Bawaslu dapat bekerjasama dengan media, dimana media juga merupakan
pilar keempat dalam demokrasi. Media memiliki peranan penting untuk
mempengaruhi secara psikologi bagi penggunanya. Media massa seperti media
cetak, suratkabar, televisi, dan jaringan internet memiliki sejumlah fungsi
penyampaian pesan atau informasi dan satu diantaranya fungsi cultural
transmision19 Terkait dengan fungsi ini, Walter Lippmann (1998) dengan
dalil populernya world outside and pictures in our heads, berpendapat
bahwa media berfungsi sebagai pembentuk makna dan melalui interpretasinya
mengenai berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang
tentang suatu realitas dan pola tindakan mereka (Hasyim, 2013:170).
c. Penindakan
Penindakan tindak pidana money politic merupakan wewenang
Bawaslu. Penindakan terhadap pelaku tindak pidana money politic dilakukan dengan tujuan menegakkan keadilan
demokrasi, menciptakan pemilu yang bersih dan jujur, meningkatkan kualitas dan
kredibilitas penyelenggaraan pemilu, serta memberi efek jera dan takut (mental)
bagi pelaku tindak pidana money politic.
Analisis secara psikologi komunikasi adalah pemberian hukuman dapat berfungsi
menjadi mental treadmen bagi pelaku
tindak pidana money politic agar
mendapat efek jera.
F.
Kesimpulan
Pada
intinya tindakan money politic
dilarang baik secara hukum, maupun secara agama. Penulis menyimpulkan bahwa money politic dalam perspektif psikologi
komunikasi dakwah adalah terletak pada fungsi tiga dimensi keterlibatan. Yakni
dimensi yang pertama adalah dimensi perilaku. Dimensi perilaku yang dimaksud
adalah bahwa tindakan money politic
bertumpu pada pola perilaku, kondisi mental, atau sikap dari pelaku itu sendiri
(sadar, sengaja, terpaksa). Dimensi yang kedua adalah dimensi pewenangan.
Dimensi pewenangan yang dimaksud adalah dalam hal ini Bawaslu (da’i) bertugas
mensosialisasikan kepada masyarakat (mad’u) pencegahan money politic, melaukan pengawasan dan menindak pelaku tidak pidana
money politic. Dimensi yang ketiga
adalah dimensi pendukung. Dimensi pendukung yang dimaksudkan adalah masyarakat
dan kaum pers. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam hal pencegahan,
dan pelaporan money politic juga
sangat penting karna masyarakat juga berhak mendapatkan keadilan demokrasi.
Selain itu, peran serta kaum pers juga sangat dibutuhkan untuk ikut andil dalam
mengatasi gejolak-gejolak konflik di masyarakat dalam hal ini pers sebagai
pilar demokrasi dan kontrol sosial pada masyarakat. Sehingga harapannya pers
disini secara psikologi komunikasi dakwah adalah sebagai media nya. Media yang
diharapkan secara persuasi dapat mempengaruhi masyarakat untuk tidak melakukan
tindakan money politic melalui karya
jurnalistik pers.
Daftar
Pustaka
Abdullah
bin Abd. Muhsin, Suap Dalam Pandangan Hukum Islam (Jakarta: Gema Insana,
2001)
Burhanuddin
Muhtadi, 2013, Politik Uang Dan Dinamika Elektoral Di Indonesia: Sebuah
Kajian Awal Interaksi
Antara “ Party-Id” Dan Patron-Klien, Jurnal Penelitian Politik, Vol.10, No.1
Eka
Vidya Putra, 2017, Money Politics Dalam Penyelenggaran Pemilihan Umumdi Kota
Pariaman,
Jurnal Socius, Vol. 4, No.1
Elvi
Juliansyah, Pilkada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah (Bandung: Mandar Maju,
2007)
Gary
Goodpaster, 2001, Refleksi tentang Korupsi di Indonesia, Jakarta, USAID
Hasanah,
Hasyim. 2013. Kekerasan terhadap
Perempuan dan Anak dalam Rumah Tangga
Perspektif
Pemberitaan Media. Jurnal Sawwa, Vo. 9, No.1.
Indra
Ismawan, 1999, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu, Yogyakarta: Penerbit:
Media
Presindo
Ivoni. 2017. Teori Persuasif Menurut Para Ahli. Dalam
Artikel.
Johny
Lomulus, “Sikap Pemilih terhadap Pasangan Calon Menjelang Pilkada Langsung di
Kota Bitung dalam
Demokrasi Mati Suri”, Jurnal Penelitian Politik, Vol. 4, No. 1, 2007,
LIPI
Kartono, Kartini
dan Gulo, D. 1987. Kamus Psikologi.
Pionir Jaya. Bandung.
Larson. Charles U.
1986. Persuasion: Reception and
Responsibility. California. Wadsworth,
Pub.
Co.
Muhammad
Hanafi, 2013, Kedudukan Musyawarah Dan Demokrasi Di Indonesia, Jurnal
Cita
Hukum, Vol. 1
Muhammad
Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006 Ed.1
Cet.1
Rakhmat,
Jalaluddin. 1986. Psikologi Komunikasi.
Remadja Karya. Bandung.
Rakhmat,
Jalaludin. 1984. Metode Penelitian
Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Simons, H.W. 1976.
Persuasion: Understanding, Practice, and
Analysis. Random Hause.
NewYork.
Suryana, Asep.
2013. Konsep-konsep Dasar Komunikasi
Persuasif. Dalam Artikel. Modul 1
Tata
Sukayat, Quantum Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta :2009
Tubbs, Stewart L.,
dan Sylvia Moss.1996. Human
Communication: Prinsipprinsip Dasar.
Diterjemahkan
oleh: Deddy Mulyana dan Gembirasari. Remaja-Rosdakarya. Bandung
[1] Muhammad Hanafi, 2013, Kedudukan Musyawarah Dan Demokrasi Di
Indonesia, Jurnal Cita Hukum, Vol. I, No. 2, Hlm. 235
[2] Burhanuddin Muhtadi, 2013, Politik Uang Dan Dinamika Elektoral Di
Indonesia: Sebuah Kajian Awal Interaksi Antara “ Party-Id” Dan Patron-Klien, Jurnal
Penelitian Politik, Vol.10, No.1, Hlm. 47
[3] Indra Ismawan, 1999, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu,
Yogyakarta: Penerbit: Media Presindo, Hal. 4.
[4] Eka Vidya Putra, 2017, Money Politics Dalam Penyelenggaran Pemilihan
Umumdi Kota Pariaman, Jurnal Socius, Vol. 4, No.1 ,Hlm. 4
[5] Indra Ismawan, 1999, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu ,
Yogyakarta, Media Presindo, hlm 4
[6] Elvi Juliansyah, Pilkada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah (Bandung: Mandar Maju, 2007) hlm. 4
[7] Johny Lomulus, “Sikap Pemilih terhadap Pasangan Calon Menjelang
Pilkada Langsung di Kota Bitung dalam Demokrasi Mati Suri”, Jurnal
Penelitian Politik, Vol. 4, No. 1, 2007, LIPI, hlm 35
[8] Gary Goodpaster, 2001, Refleksi tentang Korupsi di Indonesia,
Jakarta, USAID, hlm 14.
[9] Abdullah bin Abd. Muhsin, Suap Dalam Pandangan Hukum Islam (Jakarta:
Gema Insana, 2001), h. 9
[10] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana,
2006 Ed.1 Cet. 1, hlm. 17
[11] Tata Sukayat, Quantum Dakwah.
Jakarta: Rineka Cipta :2009, hlm. 1.
[12] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana,
2006 Ed.1 Cet. 1, hlm. 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar