Sabtu, 26 Desember 2020

 

 

MONEY POLITIC DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI KOMUNIKASI DAKWAH

Nur Hikmatus Sobah

Mahasiswa Program Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang

Email: nurhikmatussobah1@gmail.com

 

Abstrak

Pada persoalan money politic selalu menjadi hal yang paling rawan terjadi saat pesta demokrasi. Berbagai aturan baik dari undang-undang, peraturan KPU, peraturan Bawaslu seharusnya sudah sangat jelas dan dapat menjadi bahan pertimbangan pada pelaku money politic agar melakukkan tindak pidana tersebut. Namun, permasalahannya adalah kebanyakan para pelaku money politic seakan menghiraukan aturan-aturan yang berlaku sehingga pendekatan psikologi komunikasi dakwah disini menjadi penting guna menyadarkan akan hal tersebut. Maka penulis merumuskan menjadi “Money Politic Dalam Perspektif Psikologi Komunikasi. Dalam melakukan analisis penulis menggunakan metode analisis data wawancara. Tujuan penulisan secara teoritis bertujuan untuk menganalisis secara deskriptif bagaimana konsep psikologi komunikasi dakwah guna menyadarkan pelaku dengan dalil-dalil serta aturan yang melarang adanya money politic. Dalam konsep tersebut Komunikasi dakwah yang bertujuan untuk mendekati mad’u sebagaimana konsep dakwah yakni amar ma’ruf nahi munkar. Pada intinya tindakan money politic dilarang baik secara hukum, maupun secara agama. Penulis menyimpulkan bahwa money politic dalam perspektif psikologi komunikasi dakwah adalah terletak pada fungsi tiga dimensi keterlibatan. Yakni dimensi perilaku, dimensi pewenangan, dan dimensi pendukung.

Kata Kunci: Money politik, Psikologi komunikasi dakwah.

A.    Pendahuluan

Indonesia merupakan negara demokrasi. Dimana masyarakat dapat dengan bebas mengutarakan pendapat. Negara demokrasi juga ditandai dengan adanya sistem politik, dimana pemerintahan juga terbentuk dari hasil kerjasama dalam politik. Demokrasi sebagai suatu konsep maupun sebagai praktik dalam kehidupan bersama
sudah ada sejak 2500 tahun yang lalu. Disamping itu, dalam rentang waktu yang sudah begitu lama dan dengan tingkat intensitas yang berbeda-beda, demokrasi juga sudah diterapkan oleh hampir semua negara dewasa ini, yaitu negara-negara yang berbeda dalam hal lokasi geografis, sejarah, budaya dan tingkat perkembanganya. Akibatnya, demokrasi mengalami penafsiran yang amat beragam sehingga menjadi istilah yang sulit untuk didefinisikan secara ringkas dan pasti.[1]

 Permasalahannya adalah pada pelaksanaan demokrasi yang seharusnya dapat dijalankan dengan jujur, adil, bebas dan rahasia serta menjunjung tinggi kredibilitas sering kali diwarnai oleh kasus-kasus yang menciderai demokrasi itu sendiri. Pada pembahasan kali ini penulis berpendapat bahwa persoalan money politic selalu menjadi hal yang paling rawan terjadi saat pesta demokrasi.

Pada sebuah webbinar yang penulis ikuti, yakni webbinar dengan tema “Problematika Pilkada Tahun 2020”, pembicara dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah yang diwakili oleh Kordiv Humas, dan Deputi Seknas Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), mengatakan bahwa,

Money Politic adalah persoalan kutural yang akan sangat susah untuk hilang karena sudah seakan mendarah daging” (Pernyataan Hanif, Deputi Seknas JPPR)

Mengambil kesimpulan pada pernyataan tersebut maka, penulis menganggap bahwa persoalan paling penting dan menjadi perhatian khusus bagi semua masyarakat adalah tentang kebiasaan money politic disetiap penyelenggaraan pemilihan umum. Data terbaru dalam website dan media sosial Bawaslu RI terdapat  laporan 147, temuan Bawaslu yakni 64, kemudian hasil penyidikan yakni 27, masih proses pengawasan Bawaslu ada 78, dan laporan yang diberhentikan oleh pengawas pemilu sebanyak 106 (Bawaslu RI, Update terbaru pada 10 Desember 2020).

Dalam pemilihan umum (pemilu) berlangsung tindak pidana money politics
sering ditemukan oleh aparat penegak hukum maupun para penyelenggara pemilu. Istilah money politics sendiri kurang jelas. Dalam banyak kesempatan, istilah ini dipakai sebagai kontainer besar yang merangkum seluruh praktik dan perilaku mulai dari korupsi politik ke patron-klien hingga jual beli suara dan kriminal. Ada semacam konsensus di antara sarjana yang mengkaji politik Indonesia bahwa money politics
adalah korupsi yang terkait dengan proses elektoral. Karena itu, politik uang beroperasi pada dua ranah. Pertama, di tingkat elite seperti calon presiden, DPR, DPRD, gubernur, bupati atau wali kota yang maju dalam proses pemilihan. Setiap calon harus merogoh kantongnya lebih dalam baik untuk sewa “perahu” partai, kampanye, konsultan hingga beperkara ke Mahkamah Konstitusi. Kedua, politik uang di tingkat massa dalam bentuk jual beli suara ke pemilih.[2]

Publik memahami moneypolitisc sebagai praktik pemberian uang atau
barang atau iming-iming sesuatu kepada masa (voters) secara berkelompok atau
individual, untuk mendapatkan keuntungan politis (political again). Artinya tindakan
money politics itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya.[3] Artinya, pelaku money politic secara sadar mengetahui bahwa tindakan yang dilaukannya adalah salah namun pelaku seolah tidak takut akan hukum pidana tentang money politic  yang berlaku di Indonesia. Sehingga pendekatan psikologi komunikasi dakwah menjadi penting guna menyadarkan sikap para pelaku money politic.

Kerangka formal dalam hal ini dikaitkan dengan sejumlah peraturan formal yang berhubungan dengan pelarangan atas politik uang. UndangUndang dan Peraturan tersebut antara lain: Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang-undang Nomor 32 Tahun 2008 mengenai Pemberhentian Kepala Daerah; Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Peraturan KPU No. 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan kampanye.[4]

Sanksi hukum pidana atas perbuatan pidana money politics diatur
dialam Pasal 301 Ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal tersebut menjelaskan mengenai sanksi hukum pidana diberikan kepada pengurus partai politik, calon legislative, juru kampanye, individu, dan organisasi yang ditunjuk sebagai peserta pemilu. Adapun kritikan terhadap pengaturan dari politik uang selama ini adalah tidak adanya sanksi pidana terhadap atas tindakan politik uang.

Adapun sanksi yang diberikan lebih pada sanksi adminitratif. Artinya, selama ini pelaksanaan Pilkada hanya menjamin kepastian politik, sukses kepemimpinan di daerah itudapat bergulir tiap lima tahun. Bentuk ketidak seriusan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 73 Ayat (1) UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU. ”Calondan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih”. Tapi dalam regulasi tersebut tetap tidak ada tindakan yang tegas terhadap sanksi Pemilu lain: UUD 1945; UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Preseiden dan Wakil Presiden ;Undang-undang No.15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum; Undang-undang No.8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Berbagai aturan baik dari undang-undang, peraturan KPU, peraturan Bawaslu seharusnya sudah sangat jelas dan dapat menjadi bahan pertimbangan pada pelaku money politic agar melakukkan tindak pidana tersebut. Namun, permasalahannya adalah kebanyakan para pelaku money politic seakan menghiraukan aturan-aturan yang berlaku sehingga pendekatan psikologi komunikasi dakwah disini menjadi penting guna menyadarkan akan hal tersebut. Maka penulis merumuskan menjadi “Money Politic Dalam Perspektif Psikologi Komunikasi.

B.     Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.      Kegunaan Teoritik

a.       Dalam penelitian ini diungkap beberapa teori psikologi dalam hal ini adalah teori persuasif. Sehingga secara teori dapat dimanfaatkan untuk menambah referensi kaian terhadap teori persuasif bagi pembaca.

b.      Pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara deskriptif bagaimana konsep psikologi komunikasi dakwah guna menyadarkan pelaku dengan dalil-dalil serta aturan yang melarang adanya money politic. Dalam konsep tersebut Komunikasi dakwah yang bertujuan untuk mendekati mad’u sebagaimana konsep dakwah yakni amar ma’ruf nahi munkar.

c.       Hasil penelitian ini, selain merupakan rujukan bagi penelitian lain di kemudian hari, dapat pula digunakan untuk mengukuhkan atau mengkaji ulang teori tentang kaitan dengan money politic..

2.      Kegunaan Praktis

Pada penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat untuk bahan sosialisasi pencegahan money politic. Sehingga diharapkan menjadi kajian bagi masyarakat tentang larangan tindak pidana money politic. Meminimalisir pelanggaran money politic secara langsung tentu akan memberi manfaat bagi pelaksanaan demokrasi yang adil dan jujur sehingga dapat penyetabil angka indeks kerawanan pemilu di daerah. Selain itu juga dapat menjaga pola perilaku komunikasi politik di masyarakat.

 

C.    Metode Penelitian

1.      Metode Penelitian

Dalam tulisan ini penulis secara normatif menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, penulis menggunakan satu fokus pendekatan, yaitu pendekatan psikologi komunikasi dakwah. Pendekatan Psikologi pada tulisan ini adalah untuk memberikan referensi dan refleksi pembinaan atau sosialisasi mental dalam perilaku money politic. Pendekatan komunikasi adalah untuk mengkomunikasikan tentang tata aturan dan sanksi yang berlaku terkait money politic. Selanjutnya, pendekatan dakwah berfokus pada kaitan tentang pelarangan atau dalil-dalil yang relefan dengan money politic. Menurut Nasaruddin Razak, metode dakwah merupakan proses menegakan syariat itu tidak mungkin dapat berjalan dengan efektif dan efisien tanpa metode. Secara teoritis, al-Qur’an menawarkan metode yang tepat guna dalam menegakan dakwah, yaitu dengan cara bijaksana (hikmah), nasehat yang baik (al-Mauidzah al-Hasanah) dan berdiskusi yang baik (al-Mujadalah) (Razak, 2010).

Penulis juga mengumpulkan data hasil penelitian melalui studi dokumen dari Bawaslu terkait pelanggaran tindak pidana money politic. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode data analysis. Seluruh bahan-bahan yang telah terkumpul, dilakukan inventarisasi dan sistematisasi, selanjutnya dikaji, dan dianalisis keterkaitannya dengan permasalahan yang dikaji.

Metode wawancara juga penulis gunakan guna mendapat hasil yang kredibel. Berikut merupakan tabel jadwal wawancara penulis dengan beberapa narasumber

Tabel I.

Jadwal Wawancara

No.

Hari/Tanggal

Narasumber

Materi Wawancara

1.

Senin, 30 November 2020

Masyarakat

(wawancara dengan ngobrol santai kepada 10 orang dipilih secara acak dan kebetulan agar responden dapat dengan jujur menjawabnya)

-          Paham tidaknya terhadap aturan-aturan yang melarang money politic

-          Pandangan terhadap tindakan money politic

           

2.      Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian penulis adalah di Kabupaten Kendal. Berdasarkan kedekatan lokasi dengan tempat tingga penulis, sehingga penulis berharap penelitian ini dapat lebih efisien dan efektif dalam segi jangkauan lokasi. Alasan lain adalah karena Kabupaten Kendal merupakan peringkat keempat nasiona dari segi indeks kerawanan pemilu (IKP Nasional) yang dirilis terbaru awal Desember 2020 oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI).

3.      Teknik Pengumpulan Data

a.      Observasi

Karl Weick mendefinisikan observasi sebagai pemilihan (selection), pengubahan (provocation), pencatatan (recording), dan pengodean (encoding) serangkaian perilaku serta suasana ( test of behaviors and settings ) yang berkenaan dengan organism in situ (pengamatan kejadian secara alamiah atau naturalistic), sesuai dengan tujuan-tujuan empiris. Observasi berguna untuk menjelaskan, memberikan, dan merinci gejala yang terjadi (Jalaludin dan Subandi, 2017: 144-145).Menurut Sutrisno Hadi (1986), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis (Sutrisno dalam Sugiyono, 2016: 145).

Pada penelitian ini jenis pengumpulan data observasi yang dipilih adalah observasi tidak terstruktur dan non partisipasi. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Artinya, pada penelitian ini peneliti akan melakukan observasi namun belum terjadwal, jadi bersifat spontanitas. Namun secara instrument observasi peneliti telah mempersiapkan beberapa hal. Meliputi, alat pengambil gambar, perekam dan video (kamera atau mobile phone), dan kerangka observasi sebagaimana berikut:

Tabel II. Unit Observasi

No.

Kerangka Aktivitas Observasi

1.

Observasi pelaksanaan sosialisasi pencegahan, pengawasan dan penindakan oleh Bawaslu terhadap money politic

2.

Observasi pelaksanaan pendidikan pemilih yang diselenggarakan oleh Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR)

 

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis dan sikap serta tindakan atau gerak manusiawi yang kemudian dilakukan pencatatan. Pada penelitian ini penulis melakukan observasi kepada masyarakat tentang praktik money politic. Sehingga penulis dapat menerapkan teori persuasi untuk bisa kemudian mengajak masyarakat “Stop Money Politic”.

Penulis juga mengikuti atau bergabung dengan Jaringan Pendidikan Pemilu Rakyat (JPPR) untuk mengetahui lebih mendalam terkait edukasi kesadaran masyarakat terhadap larangan money politic. Sehingga nantinya penulis benar-benar akurat dalam menganalisis secara psikologi komunikasi dakwah.

b.      Studi Dokumen

Penulis juga mengumpulkan data hasil penelitian melalui studi dokumen dari Bawaslu terkait pelanggaran tindak pidana money politic. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode data analysis. Seluruh bahan-bahan yang telah terkumpul, dilakukan inventarisasi dan sistematisasi, selanjutnya dikaji, dan dianalisis keterkaitannya dengan permasalahan yang dikaji.

D.    Kerangka Teori

1.      Money Politic

Secara umum, politik uang (money politic) diartikan sebagai upaya yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu. Imbalan tersebut dapat berbentuk uang maupun barang tertentu. Sependapat dengan hal itu, Menurut pakar hukum tata tegara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politic atau risywah  (suap-menyuap) sangat jelas, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan kalau kasus money politic bias di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga kasusnya sulit dilacak, ditindak lanjut secara hukum pun jadi kabur.[5] Ada pula yang mengartikan money politic pengertiannya adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan
membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara
pemilih (voters)[6]

Johny Lomulus mengangap politik uang merupakan kebijaksanaan dan atau tindakan memberikan sejumlah uang kepada pemilih atau pimpinan partai politik agar masuk sebagai calon kepala daerah yang definitif dan atau masyarakat pemilih memberikan suaranya kepada calon yang bersangkutan pemberi bayaran atau bantuan tersebut[7]. Selanjutnya Gary Goodpaster menulis bahwa politik uang itu bagian dari korupsi yang terjadi dalam proses Pemilu. Politik uang pada dasarnya merupakan transaksi suap-menyuap yang dilakukan oleh seorang calon dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan suara dalam pemilihan.[8]

Dalam hukum Islam sendiri, money politic itu sangat dilarang dan
perbuatannya termasuk dalam katagori risywah. Risywah (Suap-menyuap)
merupakan pemberian cara yang tidak benar yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk mendapatkan hal yang diinginkan dengan cara yang
tidak benar. Dengan cara bathil inilah sebuah ketentuan berubah, sehingga
menyakiti banyak orang. Maka wajar bila ulama sepakat mengharamkan risywah
yang terkait dengan pemutusan hukum bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar.
Sebab sogokan akan membuat hukum menjadi tidak adil, selain itu tata kehidupan
menjadi tidak jelas.[9] Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 188;

 

 


           

 

Artinya:

“ Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta oarang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”

 

2.      Psikologi Komunikasi Persuasi

Secara psikologis, manusia dapat dipengaruhi oleh komunikasi yang disampaikan oleh orang lain. Robert B Caldini (2000), berdasarkan hasil kajiannya tentang “kepatuhan”, menyimpulkan bahwa terdapat 6 kegiatan dasar yang dapat memengaruhi naluri manusia yakni: (1) reciprocity, yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang akan membalas kebaikan yang diberikan orang lain, (2) commitment and consistency, yang secara naluriah, seseorang akan memperlihatkan konsistensi dan komitmen sikapnya terhadap apa yang diyakininya, (3) social proof, yang memperlihatkan kondisi seseorang akan merasa aman dan nyaman untuk melakukan sesuatu manakala hal itu sebelumnya telah dilakukan orang lain, (4) liking, berkaitan dengan kondisi kecenderungan orang melakukan sesuatu yang dibutuhkan oleh orang yang ia sukai dan orang lain itu menyukainya, (5) authority, yang memperlihatkan kecenderungan orang akan mempercayai orang lain yang ia anggap memiliki otoritas, dan (6) scarcity, yang memperlihatkan kecenderungan orang untuk mengejar sesuatu yang unik atau langka dan jarang ditemui (Asep, 2013).

Persuasi menempel pada kehidupan manusia, baik disengaja maupun tidak. Ketika seseorang memiliki keinginan tertentu untuk berbicara kepada orang lain maka keinginan itu akan disampaikannya, dan jawaban atas keinginan itupun ditunggunya. Tentu saja jawaban atas keinginan tersebut adalah yang sesuai dengan yang ada dalam pikirannya. Demikianlah maka setiap manusia dalam kehidupan sehari-harinya senantiasa berupaya untuk saling memengaruhi. Siapa yang dipengaruhi dan siapa yang memengaruhi merupakan sebuah kondisi yang akan tergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor itulah yang akan kita pelajari dalam perkuliahan ini.

Sifat Persuasi

Dilihat dari sifatnya, persuasi dapat diklasifikasi sebagai berikut. Persuasi dapat bersifat verbal (verbal persuasion), nonverbal (nonverbal persuasion), tatap muka (face toface persuasion), persuasi bermedia (mediated persuasion).

Tujuan Persuasi

Ruang lingkup persuasi, dapat pula dilihat dari tujuannya yakni mengubah:

1) pengetahuan (to change theknowlege);

2) sikap (to change the attitude);

3) opini (to change the opinion);

4) keterampilan (to change the psichomotoric);

5) perilaku (tochnge the behavior); (Rakhmat, 1986)

Pendekatan Persuasi

Bertolak dari tujuan komunikasi persuasif yakni untuk memengaruhi sikap, nilai-nilai, pendapat, dan perilaku audiens atau penerima maka pendekatan yang digunakan dalam mengkaji komunikasi persuasif adalah pendekatan psikologis, sosiologis, dan antropologis. Menurut Larson (1986), pendekatan terhadap studi persuasi kontemporer, dilakukan melalui teori-teori perubahan sikap, konsistensi, belajar, social judgement-involvement, dan teori Efek Media Massa. Sependapat dengan Larson, Simons (1976) menjelaskan bahwa mengkaji komunikasi persuasif dapat didekati melalui teori-teori Behavioristik seperti teori-teori Belajar Persepsi, Fungsional, dan Teori Keseimbangan. Tidak jauh berbeda dengan kedua ahli komunikasi di atas, Applebaum dan Anatol (1974) menyebutkan bahwa pendekatan yang biasa digunakan dalam mengkaji komunikasi persuasif adalah melalui teori-teori: Belajar, Konsistensi Kognitif, SocialJudgment-Involvement, dan Pendekatan Fungsional (Larson, 1986).

Prinsip-prinsip Persuasi

Kandungan makna dari konsep persuasi, yang merupakan prinsip-prinsip dasar persuasi dijelaskan oleh Ilardo (1981) sebagai berikut.

a.       Persuasi merupakan bentuk dari komunikasi. Hal ini melibatkan pengirim pesan dan penerima pesan dalam suatu interaksi. Hubungan yang terjadi, merupakan faktor yang sangat penting bagi semua proses persuasi. Jika di antara pengirim dan penerima tidak terjadi kontak, barangkali merupakan hal yang mustahil terjadi saling memengaruhi.

b.      Persuasi merupakan suatu proses. Persuasi bukan merupakan suatu tindakan, tidak statis, bukan suatu kejadian belaka, bukan pula suatu objek. Persuasi tidak dapat disentuh, diraba, atau terukur secara pasti. Ia merupakan sesuatu ketika kita terlibat di dalamnya. Ia bersifat terus menerus. Proses tersebut bukan ditentukan oleh ruang, tetapi oleh waktu. Hal ini memungkinkan untuk memudahkan arahan terhadap jejak dari permulaan dan evolusi dari proses persuasif, dengan membagi perubahan-perubahan tersebut ke dalam tahap-tahap atau fase-fase. Namun, dalam kenyataan, pembagian tersebut tidak kentara.

c.       Persuasi berkaitan dengan perubahan. Pesan persuasif seperti halnya intervensi therapeutik yang direncanakan dan ditangani oleh dokter medis. Oleh karena itu, intervensi tersebut diawali dengan suatu tujuan. Hasil dari intervensi tersebut, sasaran diperkirakan akan berubah melalui berbagai cara. Berhasil atau gagal proses tersebut diukur dengan tingkat efek yang diharapkan dapat dicapai. Hal ini memunculkan dua pertanyaan, pertama, apa yang menjadi target dari persuasi tersebut? dan kedua, bagaimana perubahan tersebut diukur?. Jawaban sementara, untuk hal yang pertama, sasaran persuasi adalah pernyataan-pernyataan mendalam dari sasaran (kepercayaan, sikap, atau pernyataan) atau perilaku yang nampak. Perubahan dalam hal ini diukur dengan membandingkan pernyataan mendalam atau perilaku yang nampak (atau keduanya) antara sebelum dan setelah intervensi.

d.      Persuasi dapat terjadi secara sadar ataupun tidak sadar. Seorang persuader, mungkin secara sadar bermaksud untuk mengubah individu atau kelompok secara khusus. Hal ini terjadi manakala pembicara persuasif merencanakan dan mengucapkan kata-katanya dengan tujuan khusus untuk mengubah sikap pendengar atau sasaran.

e.       Persuasi dapat menggunakan pesan verbal dan pesan nonverbal. Seperti Anda ketahui bahwa kata-kata yang disusun secara tepat dapat membuat efek persuasif. Penggunaan Persuasi Komunikasi persuasif dimanfaatkan orang sudah sejak lama. Simons (1976) menjelaskan bahwa studi tentang persuasi berasal dari zaman Yunani Kuno. Saat itu, persuasi telah digunakan orang untuk berbagai kepentingan seperti untuk mengadukan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat di ruang pengadilan, menyampaikan pidato dalam upacara-upacara khusus, serta untuk perdebatan mengenai masalah-masalah kebijakan umum. Kini, penggunaan persuasi telah meluas ke berbagai aspek kehidupan manusia (Asep, 2013).

Komunikasi adalah proses dimana terjadinya pertukaran informasi atau pesan. Sedangkan persuasi yang merupakan kata serapan dari bahasa inggris ‘persuation’ yang berarti merayu, meyakinkan, dsb. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasi merupakan sebuah proses pertukaran informasi/ pesan dimana komunikator berusaha mempengaruhi pemikiran atau perilaku komunikan melalui pesan atau informasi yang disampaikannya. Ada beberapa faktor yang mperlu diperhatikan agar komunikasi persuasive berjalan dengan baik, yaitu kejelasan tujuan, aspek-aspek keragaman sasaran persuasif, serta pemilihan strategi komunikasi yang tepat (Ivoni, 2017). Komunikasi persuasif sendiri memiliki beberapa bentuk (teori).

Pada tulisan ini peneliti fokus menggunaan salah satu cabang teori persuasif yakni teori persuasif perubahan sikap. Teori ini menjelaskan tentang perubahan sikap idividu. Perubahan sikap terjadi dari waktu ke waktu, dan terjadi karena perbedaan sikap individu dalam menanggapi suatu rangsangan. Sehingga diharapkan penulis dapat mempengaruhi perubahan sikap masyarakat dan pembaca untuk dapat menghindari dari tindakan money politc.

 

3.      Komunikasi Dakwah

Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : -عا َدَ دعو ْدعوةَ – ي yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil seruan, permohonan, dan permintaan.[10] Dalam pengertian lain menyebutkan dakwah merupakann bahasa Arab, berasal dari kata da’wah, yang bersumber pada kata: عو- عا َد َد ْدعوةَ – ي) da’a, yad’u, da’watan) yang bermakna seruan, pengilan, undangan atau do‟a.[11] Jadi, dapat disimpulkan dakwah secara bahasa berarti seruan atau panggilan.

Menurut Pengertian dakwah secara istilah yang diartikan oleh berbagai ahli sebagai berikut [12]:

1.      Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.

2.      SyaikhAli Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3.      Hamzah Ya‟qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

4.      Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma‟ruf nahi mungkar.

5.      Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim.

Unsur-unsur dakwah adalah hal-hal yang tedapat dalam setiap kegiatan dakwah, yakni subjek dakwah (dai), objek dakwah (mad‟u), materi dakwah, metode dakwah, media dakwah, dan logistik dakwah. Kegiatan dakwah merupakan proses komunikasi dengan tujuan dapat mempengaruhi (bersifat persuasi) mad’u untuk dapat melaksanakan dari pada konsep dakwah itu sendiri yakni “amar ma’ruf nahi munkar”. Sehingga kegiatan komunikasi dakwah dapat pula dikatakan sebagai kegiatan komunikasi persuasi.

Secara teknis, komunikasi persuasif dakwah memiliki karakteristik yang khas dan memberikan efek positif bagi da’i karena kemampuannya yang dapat mengubah sikap, opini dan perilaku mad’u dengan tanpa paksaan melalui kegiatan dakwah. Mad’u secara tidak sadar mengikuti keinginan da’i. Oleh karena itulah teknik komunikasi dakwah dalam tulisan ini diperlukan guna mempengaruhi mad’u untuk menjauhi dan tida melakukan money politic . Berbeda dengan teknik komunikasi koersif yang bersifat memaksa kepada komunikan untuk mengikuti kehendak komunikator, sehingga memberikan efek yang tidak menyenangkan secara psikologis bagi penerima pesan.

Al-Quran mengandung ajaran tentang prinsip-prinsip komunikasi persuasif. Sinyalmen tersebut memerlukan pengamatan secara seksama dan interpretasi dengan perspektif ilmu sosial khususnya komunikasi. Begitu pula hadits Nabi Muhammad SAW memuat prinsip-prinsip komunikasi. Term tersebut di dalam konteks Agama Islam dapat pula dipahami dan dikategorikan sebagai bagian dari ilmu dakwah. Dari ketiga bentuk komunikasi persuasif dapat ditarik sebuah sintesis bahwa pada dasarnya Agama Islam sejak awal kedatangannya ke muka bumi ini telah memberikan tuntunan menuju jalan keselamatan dan pintu-pintu pengetahuan begi seluruh umat manusia, hanya saja saat ini umat Islam masih belum mampu mengali dan berani menampilkan ke segenap umat manusia di muka bumi ini bahwa Islam merupakan agama yang mengangkat derajat umat manusia dan mengantarkan menuju jalan keselamatan di dunia dan di akhirat.

E.     Hasil Analisis

1.      Money Politic dalam Perspektif Psikologi Komunikasi Dakwah

Setelah penulis melakukan penelitian lapangan terhadap tindakan money politic, secara praktis sebagian masyarakat telah mengetahui akan aturan pelarangan tindak pidana money politic. Alasan masyarakat melakukan money politic secara sadar adalah karna kebutuhan ekonomi. Dimana pelau merasa saling di untungkan (dalam bahasa ilmu pengetahuan alam adalah simbiosis mutualisme). Pemberi money politic diuntungkan atas jabatan politik dan penerima money politic merasa juga diuntungkan karna mendapatkan uang. Dimana pada kondisi sadar tersebut penerima merasa bahwa uang adalah sumber segala permasalahan materi (ekonomi).

Selanjutnya penggunaan teori persuasi perubahan sikap. Penulis menanalisis, bahwa artinya, pelaku money politic melakukan kegiatan tersebut secara psikologis adalah dalam kondisi sadar. Sehingga disini perlu adanya mental treadmen bagi pelaku yakni dengan komunikasi dakwah guna menyadarkan dan mengingatkan bahwa perbuatan tersebut dilarang oleh negara dan agama. Salah satu cara penyadaran nya adalah dengan psikologi komunikasi dakwah. Dalam hal ini pendekatan psikologis digunakan untuk mengetahui cara atau sikap yang tepat dalam menyampaikan komunikasi kepada pelaku sehingga dapat menyelesaikan permasalahan materi (ekonomi).

Disisi lain, masyarakat yang melakukan tinda pidana money politic mengaku belum begitu paham tentang aturan-aturan pelarangan yang berlaku. Sehingga penulis menganalisis bahwa tindak money politic yang dilakukan masyarakat tersebut dapat dikatakan tidak sadar hukum. Maka pendekatan yang harus dilakukan adalah secara psikologi komunikasi dakwah, komunikator (da’i) harus memberi sosialisasi secara terstruktur masif dan sistematis kepada masyarakat (mad’u) tentang regulasi-regulasi yang melarang money politic.dengan melakukan pendekatan psikologi persuasi agar masyarakat dapat dengan nyaman menerima sosialisasi tersebut.

Menurut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam menangani money politc dilakukan dengan tiga hal, yakni pencegahan, pengawasan, dan penindakan.

a.       Pencegahan

Dalam hal pencegahan Bawaslu memiliki program kerja yakni sosialisasi guna mencegah money politic. Mengikutsertakan para aktivis di daerah untuk ikut menularkan ilmu sosialisasi pencegahan money politic pada komunitas, organisasi masyarakat, dan sebagainya. Pemasangan baliho cegah money politic, pembuatan desa anti money politic bekerjasama dengan media baik cetak maupun elektronik, semua merupakan wujud pencegahan tindak pindana money politic kepada masyarakat. Nah pada posisi ini sebagaimana unsur dakwah, penulis mengategorikan Bawaslu (da’i) dan masyarakat (mad’u), materi (isi materi sosialisas), metode (bil hikmah, bil Al-Mauidzah al-Hasanah). Secara psikologi komunikasi, Bawaslu dalam hal ini telah melakukan pendekatan psikologis guna mengkomunikasikan atau sosialisasi pencegahan money politic.

b.      Pengawasan

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang bertugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu memiliki wewenang antara lain mengawasi pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu, menerima laporan-laporan dugaan pelanggaran pemilu, dan menindaklanjuti temuan atau laporan kepada instansi yang berwenang. Dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut Bawaslu sesuai dengan amanat Undangundang Nomor 15 Tahun 2011 kemudian membentuk Bawaslu Provinsi di seluruh Indonesia. Tugas utama Bawaslu Provinsi adalah mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah provinsinya masingmasing, menerima dan menindaklanjuti temuan dan laporan dugaan pelanggaran pemilu, serta melaporkannya kepada Bawaslu Republik Indonesia.

Dalam hal pengawasan, Bawaslu bertugas melakukan fungsi pengawasan money politic guna menciptakan pemilu yang langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL). Pengawasan dalam hal ini, secara psikologi komunikasi bahwa kegiatan pengawasan dilaukan dalam rangka memberi rasa takut (mental) pada pelaku money politic karna di awasi oleh Bawaslu.

Pada ranah pencegahan dan pengawasan, Bawaslu dapat bekerjasama dengan media, dimana media juga merupakan pilar keempat dalam demokrasi. Media memiliki peranan penting untuk mempengaruhi secara psikologi bagi penggunanya. Media massa seperti media cetak, suratkabar, televisi, dan jaringan internet memiliki sejumlah fungsi penyampaian pesan atau informasi dan satu diantaranya fungsi cultural transmision19 Terkait dengan fungsi ini, Walter Lippmann (1998) dengan dalil populernya world outside and pictures in our heads, berpendapat bahwa media berfungsi sebagai pembentuk makna dan melalui interpretasinya mengenai berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang tentang suatu realitas dan pola tindakan mereka (Hasyim, 2013:170).

c.       Penindakan

Penindakan tindak pidana money politic merupakan wewenang Bawaslu. Penindakan terhadap pelaku tindak pidana money politic dilakukan dengan tujuan menegakkan keadilan demokrasi, menciptakan pemilu yang bersih dan jujur, meningkatkan kualitas dan kredibilitas penyelenggaraan pemilu, serta memberi efek jera dan takut (mental) bagi pelaku tindak pidana money politic. Analisis secara psikologi komunikasi adalah pemberian hukuman dapat berfungsi menjadi mental treadmen bagi pelaku tindak pidana money politic agar mendapat efek jera.

F.     Kesimpulan

Pada intinya tindakan money politic dilarang baik secara hukum, maupun secara agama. Penulis menyimpulkan bahwa money politic dalam perspektif psikologi komunikasi dakwah adalah terletak pada fungsi tiga dimensi keterlibatan. Yakni dimensi yang pertama adalah dimensi perilaku. Dimensi perilaku yang dimaksud adalah bahwa tindakan money politic bertumpu pada pola perilaku, kondisi mental, atau sikap dari pelaku itu sendiri (sadar, sengaja, terpaksa). Dimensi yang kedua adalah dimensi pewenangan. Dimensi pewenangan yang dimaksud adalah dalam hal ini Bawaslu (da’i) bertugas mensosialisasikan kepada masyarakat (mad’u) pencegahan money politic, melaukan pengawasan dan menindak pelaku tidak pidana money politic. Dimensi yang ketiga adalah dimensi pendukung. Dimensi pendukung yang dimaksudkan adalah masyarakat dan kaum pers. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam hal pencegahan, dan pelaporan money politic juga sangat penting karna masyarakat juga berhak mendapatkan keadilan demokrasi. Selain itu, peran serta kaum pers juga sangat dibutuhkan untuk ikut andil dalam mengatasi gejolak-gejolak konflik di masyarakat dalam hal ini pers sebagai pilar demokrasi dan kontrol sosial pada masyarakat. Sehingga harapannya pers disini secara psikologi komunikasi dakwah adalah sebagai media nya. Media yang diharapkan secara persuasi dapat mempengaruhi masyarakat untuk tidak melakukan tindakan money politic melalui karya jurnalistik pers.

Daftar Pustaka

Abdullah bin Abd. Muhsin, Suap Dalam Pandangan Hukum Islam (Jakarta: Gema Insana,

2001)

Burhanuddin Muhtadi, 2013, Politik Uang Dan Dinamika Elektoral Di Indonesia: Sebuah

Kajian Awal Interaksi Antara “ Party-Id” Dan Patron-Klien, Jurnal Penelitian Politik, Vol.10, No.1

Eka Vidya Putra, 2017, Money Politics Dalam Penyelenggaran Pemilihan Umumdi Kota

Pariaman, Jurnal Socius, Vol. 4, No.1

Elvi Juliansyah, Pilkada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah (Bandung: Mandar Maju, 2007)

Gary Goodpaster, 2001, Refleksi tentang Korupsi di Indonesia, Jakarta, USAID

Hasanah, Hasyim. 2013. Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dalam Rumah Tangga

Perspektif Pemberitaan Media. Jurnal Sawwa, Vo. 9, No.1.

Indra Ismawan, 1999, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu, Yogyakarta: Penerbit:

Media Presindo

Ivoni. 2017. Teori Persuasif Menurut Para Ahli. Dalam Artikel.

Johny Lomulus, “Sikap Pemilih terhadap Pasangan Calon Menjelang Pilkada Langsung di

Kota Bitung dalam Demokrasi Mati Suri”, Jurnal Penelitian Politik, Vol. 4, No. 1, 2007, LIPI

Kartono, Kartini dan Gulo, D. 1987. Kamus Psikologi. Pionir Jaya. Bandung.

Larson. Charles U. 1986. Persuasion: Reception and Responsibility. California. Wadsworth,

Pub. Co.

Muhammad Hanafi, 2013, Kedudukan Musyawarah Dan Demokrasi Di Indonesia, Jurnal

Cita Hukum, Vol. 1

Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006 Ed.1

Cet.1

Rakhmat, Jalaluddin. 1986. Psikologi Komunikasi. Remadja Karya. Bandung.

Rakhmat, Jalaludin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Simons, H.W. 1976. Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. Random Hause.

NewYork.

Suryana, Asep. 2013. Konsep-konsep Dasar Komunikasi Persuasif. Dalam Artikel. Modul 1

Tata Sukayat, Quantum Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta :2009

Tubbs, Stewart L., dan Sylvia Moss.1996. Human Communication: Prinsipprinsip Dasar.

Diterjemahkan oleh: Deddy Mulyana dan Gembirasari. Remaja-Rosdakarya. Bandung

 



[1] Muhammad Hanafi, 2013, Kedudukan Musyawarah Dan Demokrasi Di Indonesia, Jurnal Cita Hukum, Vol. I, No. 2, Hlm. 235

[2] Burhanuddin Muhtadi, 2013, Politik Uang Dan Dinamika Elektoral Di Indonesia: Sebuah Kajian Awal Interaksi Antara “ Party-Id” Dan Patron-Klien, Jurnal Penelitian Politik, Vol.10, No.1, Hlm. 47

[3] Indra Ismawan, 1999, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu, Yogyakarta: Penerbit: Media Presindo, Hal. 4.

[4] Eka Vidya Putra, 2017, Money Politics Dalam Penyelenggaran Pemilihan Umumdi Kota Pariaman, Jurnal Socius, Vol. 4, No.1 ,Hlm. 4

[5] Indra Ismawan, 1999, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu , Yogyakarta, Media Presindo, hlm 4

[6] Elvi Juliansyah, Pilkada Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Bandung: Mandar Maju, 2007) hlm. 4

[7] Johny Lomulus, “Sikap Pemilih terhadap Pasangan Calon Menjelang Pilkada Langsung di Kota Bitung dalam Demokrasi Mati Suri”, Jurnal Penelitian Politik, Vol. 4, No. 1, 2007, LIPI, hlm 35

[8] Gary Goodpaster, 2001, Refleksi tentang Korupsi di Indonesia, Jakarta, USAID, hlm 14.

[9] Abdullah bin Abd. Muhsin, Suap Dalam Pandangan Hukum Islam (Jakarta: Gema Insana, 2001), h. 9

[10] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006 Ed.1 Cet. 1, hlm. 17

[11]  Tata Sukayat, Quantum Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta :2009, hlm. 1.

[12] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana, 2006 Ed.1 Cet. 1, hlm. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar