Minggu, 27 Desember 2020

 

ASPEK FILSAFAT ILMU DALAM ILMU KOMUNIKASI ISLAM: KAJIAN AKSIOLOGI ILMU KOMUNIKASI ISLAM

Fatimatuz Zahro'ul B (2001028006)

UIN Walisongo Semarang

fatimatuzzahroulbatul@gmail.com

 

Abstrak

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa secara aksiologis ilmu komunikasi Islam menekankan pada tujuan mencari ilmu dalam Islam, yakni ingin memberikan kepuasan dan kemanfaatan bagi manusia serta dalam kerangka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan tersebut menjadi titik tolak dalam pengembangan ilmu komunikasi. Karenanya, peran ilmu komunikasi Islam, selain untuk mengenali diri manusia itu sendiri, juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan kemanusiaan, mentransmisikan nilai-nilai Islam kepada generasi penerus, dan untuk membangun persaudaraan dan persatuan. Adapun metode yang digunakan yaitu metode kajian pustaka dengan pengumpulan data dilakukan dengan mengkaji berbagai literature baik berupa buku, jurnal, dan sumber-sumber online.

Keyword: aksiologi, ilmu, komunikasi Islam

Pendahuluan

Filsafat telah dikaji dalam berbagai kontek, baik terpisah tersendiri dalam suatu mata kuliah maupun intergrasi dalam suatu bidang ilmu. Kajian filsafat sering dikaitkan dengan aspek ontology, epistimologi, dan aksiologi keilmuan. Satu satu di antara tiga aspek filsafat dalam membangun kerangka keilmuan suatu disiplin ilmu adalah pembahasan aspek aksiologi dari ilmu tersebut. Pembahasan mengenai aksiologi ilmu adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

Pada aspek aksiologi, keberadaan ilmu dakwah cukup dirasakan urgensinya dan mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Keberadaan dakwah Islam disebut strategis karena pada tahap operasional, kegiatan dakwahlah yang lebih dominan berperan dalam sosialisasi dan pelembagaan konsep-konsep Islam di tengah-tengah masyarakat. Karena itu, tanpa kegiatan dakwah, tentu upaya pengembangan dan pemasyarakatan sistem keilmuan Islam menjadi lamban. (Asep, 2011: 447)

Berdasarkan tinjauan aspek aksiologi ini, eksistensi dakwah Islam adalah tidak perlu diragukan lagi. Tetapi berdasarkan tinjauan ontologi dan epistemologi masih sangat diperlukan pemikiran dan penelitian yang dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan keilmuan dakwah sehingga dapat sejajar dengan sistem keilmuan lainnya.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini mendapatkan data-data berupa ungkapan-ungkapan, pernyataan-pernyataan, catatan-catatan, tingkah laku orang yang terobservasi, dan berbagai simbol yang bermakna dan dapat diinterpretasikan (Rober, 1993: 30 ). Berkenaan dengan penelitian ini, data-data yang diperoleh berupa pernyataan-pernyataan, catatan-catatan dan berbagai simbol yang bermakna dan dapat diinterpretasikan. Dengan menggunakan jenis penelitian kualitatif tersebut akan terungkap secara mendalam dan komprehensif tentang konsep  aksiologi  ilmu komunikasi Islam

Pembahasan

Kata aksiologi juga merupakan bahasa Yunani yaitu axios yang berarti layak atau pantas. Kemudian logos memiliki arti ilmu, yang secara sederhana, aksiologi mempelajari tentang manfaat atau nilai-nilai yang kita peroleh dari sebuah ilmu pengetahuan yang dalam hal ini adalah ilmu komunikasi dan dakwah. Dengan kata lain aksiologi merupakan teori nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan komunikasi yang didapatkan. Aksiologi ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu: pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika, kedua, esthetic expression, atau ekspresi keindahan, dan ketiga, sosio-political life, atau kehidupan sosial politik. Dari ketiga bahasan inilah lahir filsafat ilmu komunikasi. Aksiologi juga merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan etika, estetika, dan agama, sedangkan aksiologis merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (Nurhayati, 2020: 195).

Arah pengembangan ilmu komunikasi Islam dan dakwah, secara aksiologis dapat melengkapi manfaat kebutuhan pengembangan sistem pengelolaan pesan informasi nilai ajaran Islam yang dikemas dalam sistem pers dakwah maupun dengan menggunakan teknologi dakwah sehingga informasi pesan dakwah lebih berorientasi pada kemampuan, kecakapan dan kebebasan penyampaian informasi ruang publik secara massif sehingga menimbulkan perilaku dan kesadaran kolektif secara bersifat lebih efektif dan efisien (Hasyim, 2014: 144).

Jika seluruh tahapan pencarian keilmuan diwarnai dengan nilai-niali Islam, maka pada akhirnya akan terwujud sebuah eksistensi keilmuan komunika Islam yang kuat dengan batasan problem yang jelas sehingga dapat dibedakan dari konteks kelimuan komunikasi dengan yang lainnya. Dengan demikian komunikasi Islam akan menjadi sebuah kajian ilmu yang mapan dalam memantu pencarian kebenaran yang hakiki. Komunikasi Islam akan menjadi hasil pemikiran ilmiah manusia yang bersifat dinamis dan tidak terlepas dari pengujian terhadap tingkat kebenaran ilmu komunikai. Penggunaan kata Islam mewjadi ciri khas dari bentuk teori dan prinsip yang dibangun sesuai dengan tata nilai dan aturan, agar manusia menjalani hidupnya sesuai dengan aturan-aturan-Nya.

Hasil Pembahasan

Aksiologi dalam Ilmu Komunikasi Islam

Di dalam ajaran Islam, tujuan mencari ilmu bukan hanya untuk mencari kepuasan atau keingintahuan manusia (curiosity) saja, tetapi juga untuk mengetahui jejak Tuhan di muka bumi atau vestigia dei (Kartanegara, 2003: 132) atau dalam bahasa yang lain untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Menurut Ali Abdul Azhim (1989), tujuan terbesar ilmu dalam Islam adalah komunikasi dengan Allah, karena Dia merupakan zat yang Maha Tinggi untuk kebenaran, kebaikan, dan keindahan, sebagaimana firman Allah “dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi, dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ar-Rum: 27).

Jika tujuan mencari ilmu dalam Islam tersebut dikaitkan dengan tujuan untuk mempelajari ilmu komunikasi Islam, maka akan didapatkan bahwa tujuan dari mempelajari ilmu komunikasi Islam adalah: Pertama, mengembangkan rasa ingin tahu manusia (curiosity) dalam memahami diri manusia, masyarakat dan lingkungan. Kedua, menciptakan dan mengembangkan teori-teori komunikasi yang berlandaskan nilai-nilai Islam, sehingga dalam praktek kita dapat menjadi pekerja komunikasi yang baik, terampil dan profesional dalam melaksanakan tugas serta dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketiga, membantu manusia dalam mengatasi berbagai persoalan komunikasi manusia, baik komunikasi dengan Tuhan, manusia, maupun dengan alam semesta. Keempat, sebagai media manusia dalam mengembangkan kualitas diri dan juga dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk mencapai tujuan tersebut, ada empat peran penting ilmu komunikasi Islam. Keempat peran ini tidak bisa dihilangkan meskipun teknologi komunikasi telah berkembang begitu cepat.

Pertama, peran ilmu komunikasi Islam adalah untuk mengenal diri manusia itu sendiri. Pengenalan terhadap diri sendiri menjadi bekal yang utama bagi manusia dalam menjalankan aktivitas di dunia dan juga untuk mengenal Tuhannya. Siapa dirinya dan untuk apa ia hidup di dunia? Merupakan sebagian kecil dari pertanyaan yang perlu dijawab oleh manusia. Karena itu, manusia diperintahkan secara proaktif untuk mencari tahu tentang eksistensi dan perannya. Manusia diberikan oleh Allah akal, indra, dan hati agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Salah satu ilmu yang dapat membantu manusia dalam pencarian dirinya adalah melalui komunikasi. Manusia bisa melakukan komunikasi intrapersonal dengan cara melakukan kontemplasi, tafakkur, berdo’a atau introspeksi diri.

Kedua, peran ilmu komuikasi Islam untuk menjalin hubungan kemanusiaan (human relation) yang bersandarkan kepada ajaran Islam. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia pasti membutuhkan orang lain, baik secara disengaja ataupun tidak disengaja, atau secara langsung maupun tidak langsung. Kebutuhan terhadap orang lain merupakan kebutuhan yang bersifat naluriah (fitri). Untuk memenuhi kebutuhan makan atau minum, sejak dahulu kala manusia membutuhkan orang lain. Sistem barter dalam perdagangan yang ada dalam sejarah perkembangan ilmu ekonomi menunjukkan bahwa manusia selalu membutuhkan orang lain. Demikian juga, secara naluriah manusia membutuhkan lawan jenisnya untuk mendapatkan kehangatan dan memenuhi kebutuhan seksualnya. Dari sanalah lahir lembaga perkawinan dengan segala pranatanya.

Ketiga, peran ilmu komunikasi Islam untuk mentransfer nilai-nilai Islam dari satu generasi

kepada generasi selanjutnya melalui proses pendidikan dan dakwah. Setiap manusia pasti menghendaki adanya generasi penerus, baik dalam kehidupan rumah tangga, sosial, dan bernegara. Generasi yang akan dilahirkan tentu harus lebih baik dari generasi sebelumnya. Allah mengajarkan kepada manusia supaya mempersiapkan generasi pelanjutnya, generasi yang kuat dan sehat supaya dia mampu menghadapi tantangan zamannya.

Dalam kerangka penyiapan generasi inilah peran komunikasi Islam amat urgen.Misalnya, media masa islam dapat menjadi media pendidikan masyarakat. Di dalamnya norma-norma atau ajaran-ajaran Islam dapat disosialisasikan melalui media massa. Beberapa contoh isi materi yang bisa dimuat dalam media islam, diantaranya: bagaimana pendidikan karakter menurut Islam, cara berkomunikasi yang efektif dalam keluarga, cara membimbing remaja, berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagainya. Intinya, tema-tema yang diangkat tentunya tema-tema yang bisa mempersiapkan generasi muda bisa bersaing di masa depan.

Keempat, peran ilmu komunikasi Islam untuk membangun persatuan dan kesatuan umat. Komunikasi Islam memiliki peran penting dalam merekat kesatuan umat dan peran ini tidak bisa digantikan dengan kemajuan teknologi komunikasi. Meskipun dalam realitas kita berbeda-beda secara bahasa, agama, dan budaya, tetapi sebenarnya kita berasal dari umat yang satu. Kesatuan umat ini menjadi pesan sentral yang ada dalam al-qur’an. Dengan paham kesatuan umat ini akan lahir prinsip-prinsip persaudaraan, persamaan, toleransi, dan tanggung jawab sosial.

Kemudian, manusia yang berbeda-beda secara suku, bahasa, dan ras serta agama diminta oleh Tuhan untuk saling kenal mengenal . Ta’aruf merupakan lahan awal untuk menjalin komunikasi sosial selanjutnya. Melalui ta’aruf, seseorang membuka dirinya dan saling mengapresiasi sehingga komunikasi bisa berjalan. Jika muncul persepsi yang negatif terhadap orang lain tentu proses komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik karena itu islam melarang seseorang merendahkan dan memberi sebutan sebagai ejekan pada orang lain,  berburuk sangka, memata-matai, dan menggunjing satu sama lain  dan berbagai etika komunikasi interpersonal lainnya. Tujuan utama Tuhan memberikan petunjuk etika berkomunikasi secara sosial agar manusia dapat menunjukkan perilaku yang baik (akhlak mahmudah). Lebih jauh lagi, etika dalam ilmu komunikasi Islam diarahkan untuk menjawab beberapa persoalan yang muncul dalam pengembangan komunikasi sekuler dimana ada peraturan-peraturan tetapi tidak ada tindakan-tindakan, banyak teknologi tanpa kemanusiaan, banyak teori tanpa praktek, adanya perubahan global tanpa memperhatikan perubahan individual, dan ada etika individual tanpa kesadaran dunia.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perspektif filsafat ilmu, konstruksi ilmu komunikasi Islam tidak terlepas pada kajian ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu. ,secara aksiologis, ilmu komunikasi Islam menekankan pada tujuan mencari ilmu dalam Islam, yakni ingin memberikan kepuasan dan kemanfaatan bagi manusia serta dalam kerangka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan tersebut menjadi titik tolak dalam pengembangan ilmu komunikasi Islam. Karenanya, peran ilmu komunikasi Islam, selain untuk mengenali diri manusia itu sendiri, juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan kemanusiaan, mentransmisikan nilai-nilai Islam kepada generasi penerus, dan untuk membangun persaudaraan dan persatuan. Peran tersebut dapat dilakukan secara baik manakala nilai dan etika yang ada dalam komunikasi Islam diterapkan dalam proses komunikasi dan pengembangan ilmu komunikasi Islam. Nilai-nilai dan etika yang dibangun bersandarkan kepada nilai dan etika yang ada di dalam al-Qur’an dan al-sunnah.

Daftar Pustaka

Abd Rasyid, Nurhayati. Memahami Filsafat dalam Ilmu Komunikasi dan Dakwah. Al-mishbah, Vol.16 No. 1 Januari – Juni 2020.

Asep, Shodiqin. Membingkai "Episteme" Ilmu Dakwah. Ilmu Dakwah Vol. 5 No. 2 Edisi Juli – Desember 2011.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ghani, Zulkiple Abd. and Mohd Safar Hasim. 2004. Islamic Values and Ethics in Communication Islamiyyat.

Hasanah, Hasyim. Arah Pengembangab Dakwah Melalui Sistem Komunikasi Islam. At-Tabsyir, Vol. 4, No. 1 Juni 2016.

Kartanegara, Mulyadhi. 2002. Panorama Filsafat Islam. Bandung: Mizan.

Robert Bodgan dan Steven J. Taylor. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar