MAKALAH
“ANALISIS PERKEMBANGAN SOSIOLOGI OLEH MAX WEBER”
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Sosiologi
Dosen
Pengampu : Suprihatiningsih,S.Ag,.M.Si
Disusun oleh
:
Siti Ani Munasaroh (1501046002)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sosiologi adalah cabang dari ilmu
pengetahuan sosial yang usianya relatif masih muda walaupun menunjukkan
perkembangan yang luar biasa. Yang menarik adalah bagaimana asal mulanya ilmu
tersebut berkembang. Pada awalnya banyak orang yang mengulas masyarakat dengan
berbagai hal yang menarik perhatian umum saja seperti perang, kejahatan,
kekuasaan golongan dari pihak-pihak yang berkuasa seperti pemerintah atau raja,
gejala keagamaan, dan sebagainya. Dari pemikiran ini para pemerhati ilmu sosial
mengembangkan pengetahuannya ke dalam bentuk filsafat kemasyarakatan yang
didalamnya menguraikan tentang harapan, susunan serta kehidupan masyarakat yang
yang diinginkan atau yang dianggap ideal.[1]
Berangkat dari harapan kehidupan
masyarakat yang ideal tersebut, muncullah perumusan tentang nilai-nilai dan
kaidah yang harus ditaati oleh manusia dalam hubungannya dengan manusia lain
dalam suatu kehidupan manusia. Nilai dan kaidah yang dimaksud tersebut yaitu
suatu penciptaan kehidupan manusia yang penuh kebahagiaan, ketentraman, kedamaian
dalam tatanan kehidupan sosial. Akan tetapi, harapan demi harapan tersebut
tidak selamanya dicapai atau direalisasikan dalam kehidupan yang sesungguhnya
sehingga timbullah antara harapan dan kenyataan. Untuk mewujudkan
harapan-harapan tersebut, para ilmuwan perlu menciptakan teori untuk
dikembangkan secara sistematis dan bersifat objektif (netral )yang terlepas
dari harapan pribadi yang mempelajarinya terutama tentang penilaiaan baik dan
buruk suatu keadaan yang ada.[2]
Makalah ini akan membahas tentang
Analisis perkembangan Ilmu Sosiologi yang dikaji oleh Max Weber (1864-1920)
sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh didalam teori Sosiologi.
B.
Kajian Masalah
1. Bagaimana Biografi Max Weber?
2. Bagaimana konsep pemikiran dan teori Max
Weber ?
3. Apa yang dimaksud dengan Sosiologi substantif
?
4. Bagaimana analisis tindakan sosial menurut Max
Weber ?
5. Bagaimana isi pemikiran Max Weber dalam The Protestant ethic and The Spirit of
Capitalism ?
PEMBAHASAN
A. Biografi
Max Weber
Max Weber seorang sosiolog kelahiran Efrut, Jerman, 21 April 1864. Nama
lengkapnya Maxilian Weber. Berasal dari keluarga kelas menengah. Ayahnya
seorang birokrat yang kedudukan politiknya relatif penting, dan menjadi bagian dari
kekuasaan politik yang mapan dan sebagai akibatnya menjauhkan diri dari setiap
aktivitas dan idealiasme yang memerlukan pengorbanan pribadi atau yang menimbulkan ancaman terhadap kedudukannya
dalam sistem. Sang ayah yang sangat mencintai kehidupan duniawi bertolak
belakang dengan ibunya yang seorang Calvinis yang saleh atau wanita yang
berupaya menjalani kehidupan prihatin (ascetic) tanpa kesenangan seperti
yang sangat didambakan suaminya, perhatiaannya hanya tertuju pada kehidupan
akhirat.[3]
Perbedaan antara orang tuanya
membawa dampak besar pada orientasi intelektual dan perkembangan psikologisnya.
Pada usia 18 tahun, Max Weber meninggalkan rumah sementara waktu untuk belajar
di Universitas Heidelberg dengan malu-malu dan terbelakang. Setelah tiga tahun,
Weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer, dan pada tahun
1884 kembali ke Berlin. Ia tetap disana selama hampir delapan tahun kemudian ia
menyelesaikan studinya, meraih gelar doctor, menjadi pengacara dan mulai
mengajar di Universitas Berlin. pada tahun 1896, kegigihannya dalam bekerja ini
membawanya pada posisi sebagai profesor ekonomi di Heidelberg. Namun, pada
tahun 1897, ketika karier akademik berkembang, ayahnya meninggal dunia setelah
bertengkar hebat dengannya. Tak lama kemudian Weber mulai menunjukkan gejala yang berpuncak pada
gangguan syarafnya,sering tak bisa tidur atau bekerja, sampai enam atau tujuh
tahun berikutnya dilaluinya dalam keadaaan mendekati kehancuran total.setelah
masa kosong yang lama,sebagian kekuatannya mulai pulih di Tahun 1903,tetapi
baru pada tahun 1904 ketika ia memberikan kuliah pertamanya selama 6,5 tahun,
Weber mulai aktif didunia akademis.Tahun
1904 dan 1905 ia menertbitkan salah satu karya terbaiknya yang berjudul The
Protestant ethic and The Spirit of Capitalism. Dalam karya ini Weber
mengumumkan besarnya pengaruh agama ibunya di tingkat akademis. Weber banyak
belajar agama meski secara pribadi ia tak religious.
Dalam kehidupan Weber, dan lebih penting lagi dalam karya-karyanya,
terdapat ketegangan antara pikiran birokratis, sebagaimana ditampilkan oleh
sang ayah, dengan religiosistas ibunya. Ketegangan yang tak terpecahkan itu
merasuk ke dalam karya Weber dan dalam kehidupan pribadinya.Selain menulis buku dan
menjadi dosen, Weber juga membantu mendirikan German Sociological Society
ditahun 1910, konsultan dan peneliti. Rumahnya dijadikan pertemuan pakar
berbagai cabang ilmu seperti Georg Simmel, Alfred maupun Georg Lukacs. Selama
hidupnya Max Weber telah banyak menghasilkan karya diantaranya sebagai berikut;
The Protestant Ethic and the Spirit
of Capitalism ( 1904-1905 ), Economy and Society (1920), Sociology of Religion
(1921), The Theory Social and Economic and Organization, General Economi History,
From Max Weber; Essay in Sociology.
Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Max Weber adalah, Karl Marx, Imanuel Kant,
Nietzsche dan Wilhelm Dilthey. Banyak teori-teori yang disumbangkannya bagi
sosiologi, seperti, teori etika protestan dan kapitalisme, rasionalisasi,
tindakan social, birokrasi, sosiologi agama.[4]
B.
Konsep Pemikiran dan Teori Max Weber
Jika
Emile Durkheim mengartikan sosiologi suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta
sosial, Weber mengartikanya sebagai suatu ilmu yang mempelajari tindakan
sosial. Weber mulai
meninggalkan ketergantungan sosiologi terhadap ilmu alam dan memunculkan metode
memahami, verstehen. Menurut Weber, sosiologi bertujuan memahami, verstehen,
mengapa tindakan social mempunyai arah dan akibat tertentu.[5]
Weber percaya bahwa
sejarah terdiri dari susunan fenomena spesifik yang tiada habisnya. Tugas
sosiologi adalah mengembangkan konsep-konsep ini, yang digunakan sejarah dalam
analisis kausal tentang fenomena historis spesifik. Weber berusaha
menggabungkan yang spesifik dan yang umum dalam sebagai upaya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat kehidupan
sosial yang begitu rumit dan kompleks.[6]
1. Verstehen
(Pemahaman)
Pemakaian istilah
Verstehen ini secara khusus oleh Weber dalam penelitian historis adalah
sumbangannya yang paling banyak dikenal dan paling kontroversial terhadap
metodologi sosiologi kontemporer. Kontroversi sekitar konsep verstehen, dan
beberapa masalah dalam menafsirkan maksud Weber, muncul dari masalah umum dalam
pemikiran metodologis Weber. Dari awal, Weber tidak terlalu memikirkan refleksi
metodologis. Ia cenderung gegabah dan tidak tepat sasaran karena merasa bahwa
ia sekedar mengulangi gagasan-gagasannya yang pada zamannya terkenal dikalangan
sejarahwan Jerman. Penafsiran vertstehen pada level budaya selaras dengan
teori-teori skala besar (fungsionalisme structural), sementara itu pandangan
pada level individu sesuai untuk teori skala kecil (interaksionisme simbolis).
Seperti kita ketahui, fokus Weber pada konteks budaya dan sosial structural
dari tindakan membawa kita pada pandangan bahwa verstehen adalah alat bagi analisis level
makro.[7]
Sedangkan metode vertstehen sendiri juga dikenal dengan metode pemahaman
interpretatif, yaitu suatu cara atau usaha untuk memahami suatu tindakan atau
makna subjektif bagi dirinya dan dikaitkan dengan orang lain. Ada beberapa cara
untuk memahami vertstehen atau understanding :
a.
Rasional, yaitu sesuatu yang dapat dipahami secara nyata dan masuk akal.
Misalnya, jika air membasahi dan api akan membakar, atau 1+1=2.
b.
Empati, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir
orang lain.
c.
Apresiatif, adalah cara pemahaman arti subjektif sendiri untuk memahami
arti tindakan orang lain.[8]
2. Kausalitas
Kausalitas menurut
Weber adalah kemungkinan suatu peristiwa diikuti atau disertai peristiwa lain.
Weber cukup jelas ketika membicarakan tentang isu keragaman kausalitas dalam
studinya tentang hubungan antara protestanisme dengan semangat kapitalisme. Weber
sebenarnya hanya ingin menyatakan bahwa etika Protestan adalah salah satu dari
faktor kausal munculnya semangat kapitalisme modern. Ia menganggap lugu gagasan
yang mengatakan protestanisme adalah satu-satunya sebab tunggal. Sama lugunya
menurut Weber, menganggap kapitalisme hanya dapat lahir sebagai akibat dari
reformasi protestan. Yang perlu diingat dalam pemikiran Weber tentang
kausalitas adalah keyakinan dia bahwa karena kita dapat memiliki pemahaman
khusus tentang kehidupan sosial (verstehen), pengakuan kasual atas ilmu-ilmu
sosial berada dengan pengetahuan kausal tentang ilmu-ilmu alam. Pemikiran Weber mengenai kausalitas terkait erat dengan usahanya
untuk merukunkan konflik diantara pengetahuan nomotetik dan idiografik.
Orang-orang yang berpihak pada sudut pandang nomotetik akan menyatakan bahwa
ada hubungan penting diantara fenomena sosial, sementara orang yang melihat
dari sudut pandang idiografik cenderung melihat hanya hubungan yang acak saja
diantara entititas-entitas tersebut.seperti biasa Weber mengambil posisi
tengah,yang dilambangkan dalam konsepnya tentang “kausalitas yang memadai”.
Gagasan kausalitas yang memadai menganut pandangan yang terbaik yang
dapat kita lakukan didalam sosiologi ialah mengajukan pernyataan problabistik
tentang hubungan diantara fenomena sosial:yakni, jika x terjadi,maka
mungkin y akan terjadi. Tujuannya ialah untuk menaksir seberapa
banyak akibat tertentu yang disokong oleh kondisi-kondisi[9]
3. Tipe-tipe
ideal
Tipe-tipe ideal adalah
perangkat heuristik yang digunakan dalam irisan realitas sejarah yang berfungsi
sebagai alat pembanding dengan realitas empiris untuk menentukan
ketidaksesuaian ataupun kemiripan, untuk menggambarkannya dengan konsep yang
paling dapat dipahami secara tepat, dan untuk menentukan dan menjelaskannya
secara kausal. Karena memiliki definisi yang seperti ini, Weber tidak sepenuhnya konsisten dengan caranya
menggunakan tipe ideal. Pada level paling dasar, tipe ideal adalah konsep yang
dikonstruksi oleh ilmuwan sosial, menurut minat dan orientasi teoretisnya,
dalam rangka memahami ciri utama fenomena sosial.
Ada beberapa tipe ideal yang Weber tawarkan
yaitu :
a. Tipe-tipe ideal historis, tipe ini berhubungan dengan fenomena yang
ditemukan didalam suatu epos historis khusus (misalnya ,pasar kapitalis modern)
b. Tipe-tipe ideal sosiologis umum, tipe ini berhubungan dengan fenomena yang
melintasi sejumlah periode historis dan masyarakat ( misalnya Birokrasi)
c. Tipe-tipe ideal tindakan, tipe ini adalah tipe tindakan murni yang
didasarkan pada motivasi pelaku ( misalnya tindakan afektual)
d. Tipe-tipe ideal structural.tipe ini adalah bentuk yang diambil oleh sebab
dan konsekuensi tindakan sosial (misalnya dominasi tradisional)[10]
4.
Nilai
Persepsi umum terhadap pandangan Weber adalah bahwa ilmuwan sosial tidak
boleh membiarkan nilai –nilai pribadinya memengaruhi penelitian ilmiah.
a.
Nilai dan Pengajaran
Yang Weber maksudkan disini adalah hubungan antara guru dengan muridnya
atau antara dosen dengan mahasiswa. Weber dengan tegas menyatakan kewajiban
guru mengontrol nilai-nilai pribadi mereka di dalam ruang kelas.[11]
b.
Nilai dan Penelitian
Weber memahami peran nilai pada aspek spesifik proses penelitian, ia
berpikir bahwa mereka harus dijauhkan dari pengumpulan data penelitian secara
actual. Yang dimaksud Weber adalah kita harus menjalankan prosedur regular
penelitian ilmiah, seperti pengamatan secara akurat dan perbandingan secara
sistematis. Meskipun weber menentang mencampuradukkan fakta dengan nilai, ia
tidak percaya bahwa nilai harus dihapuskan dari ilmu-ilmu sosial. Ia bersiap
mengakui nilai menempati ruang tertentu, kendati ia mengingatkan para peneliti
agar berhati-hati dengan peran nilai.[12]
C. Sosiologi
Substantif
Dalam metodologi individualis, Weber tertarik untuk mereduksi aktivitas
menjadi tindakan individu. Namun, dikebanyakan sosiologi substantifnya, Weber
memfokuskan perhatiannya pada struktur skala besar (seperti birokrasi dan
kapitalisme) dan tidak memberikan perhatian secara langsung pada apa yang
dilakukan individu atau mengapa mereka melakukannya. Dengan ini, definisi
sosiologi yang dikemukakan Weber adalah bahwa Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada pemahaman
interpretif atas tindakan sosial pada penjelasan kausal
atas proses dan konsekuensi tindakan tersebut. Jadi dapat disimpulkan
bahwa
a.
sosiologi haruslah berupa ilmu,
b. Sosiologi harus memusatkan
perhatian pada kausalitas (hubungan sebab-akibat)
c. Sosiologi juga harus menggunakan
pemahaman interpretif. (versetehen)
D. Tindakan Sosial
Keseluruhan sosiologi Weber didasarkan pada konsepsinya tentang tindakan
sosial.Weber membedakan diantara tindakan sosial dan perilaku reaktif belaka. Yang sampai sekarang konsep perilaku dimaksudkan sebagai perilaku otomatis yang tidak
melibatkan proses pemikiran. Stimulus datang dan perilaku terjadi, dengan
sedikit jeda antara stimulus dan respons. Ia memusatkan perhatiannya pada
tindakan yang jelas-jelas campur tangan proses pemikiran antara terjadinya
stimulus dan respons.Tindakan
sosial adalah suatu tindakan yang
memiliki makna yaitu ketika individu yang berinteraksi dengan individu lain dan hasilnya individu
tersebut dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya. Karena pada realitanya menurut Weber
pemikiran manusia atau individu masing-masing memiliki bentuk dan
metode yang berbeda-beda, sehingga memunculkan tindakan-tindakan yang berbeda
dan saling mempengaruhi.[13]
Hasil dari kajian Weber
mengenai tindakan sosial dikatakan berupa data empiris. Tindakan sosial menurut
Weber terbagi menjadi dua. Pertama, reactive
behavior yakni reaksi perilaku spontan yang memiliki subyektive meaning atau dengan kata lain ,tindakan yang dilakukan sekedar spontanitas belaka. Weber
mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang memengaruhi sistem dan
struktur sosial masyarakat. keempat jenis tindakan sosial itu adalah :
1.
Rasionalitas instrumental, yaitu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar
yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang
digunakan untuk mencapai tindakan tersebut. Seorang anak pensiunan pegawai
negeri yang memutuskan untuk memilih kuliah di perguruan tinggi di program
diploma karena menyadari tidak memiliki biaya yang cukup adalah salah satu
contoh yang bisa disebut dengan tindakan rasional instrumental.
2.
Rasional yang berorientasi nilai, sifat rasional tindakan jenis ini adalah
bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang
sadar,sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan
nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Artinya, nilai itu merupakan nilai
akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat nonrasional sehingga tidak
memperhitungkan alternative. Contoh tindakan jenis ini adalah perilaku
beribadah.
3.
Tindakan tradisional, dalam tindakan jenis ini seseorang memperlihatkan
perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa
refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan seperti ini berbentuk warisan
dan bersifat turun-temurun. Misalnya acara sedekah bumi dan membelah kelapa
ketika syukuran tujuh bulanan.
4.
Tindakan afektual.tipe
tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau
perencanaan yang sadar.tindakan afektif bersifat spontan tidak rasional dan
merupakan ekspresi emosional dari individu. Misalnya seseorang menangis
tersedu-sedu karena terlampau sedih atau wajahnya yang berubah menjadi pucat
karena.[14]
Dalam teori
tindakannya, tujuan Weber tidak lain adalah memfokuskan perhatian pada
individu, pola regulitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. Yang terpenting
adalah pembedaan yang dilakukan Weber terhadap kedua tipe dasar tindakan
rasional.Rasionalitas sarana-tujuan sama dengan tindakan yang ditentukan oleh
harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan perilaku manusia
lain.Rasionalitas nilai sama dengan tindakan yang ditentukan oleh keyakinan
penuh kesadaran akan nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau
bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya. Tindakan
afektual sama dengan tindakan yang ditentukan oleh emosi aktor. Tindakan
tradisional sama dengan tindakan yang ditentukan oleh cara bertindak aktor yang
biasa dan telah lazim dilakukan Kelas, Status, dan Partai. Aspek terpenting
dari analisis ini adalah bahwa Weber tidak mau mereduksi stratifikasi menjadi
sekedar faktor ekonomi, melainkan melihatnya sebagai sesuatu yang bersifat
multidimensional. Jadi, masyarakat terstratifikasi menurut basis ekonomi,
status, dan kekuasaan.Weber menyatakan bahwa situasi kelas hadir ketika ketiga
syarat dibawah ini terpenuhi : Sejumlah orang memiliki kesamaan komponen kausal
spesifik peluang hidup mereka, selama Komponen ini hanya
direpresentasikan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan barang atau
peluang untuk memperoleh pendapatan, dan direpresentasikan menurut
syarat-syarat komoditas atau pasar tenaga kerja. Jadi, kelas bukanlah
komunitas, melainkan sekedar sekelompok orang yang berada dalam situasi ekonomi
atau situasi pasar yang sama. Berlawanan dengan kelas, biasanya status merujuk
pada komunitas, kelompok status biasanya berupa komunitas, kendati sedikit agak
terbentuk. Status didefinisikan Weber sebagai setiap komponen tipikal kehidupan
manusia yang ditentukan oleh estimasi sosial tentang derajat martabat tertentu,baik
itu positif maupun negatif.[15]
Jika kelas
hadir dalam tatanan ekonomi dan kelompok status hadir dalam tatanan sosial,
partai dapat ditemukan dalam tatanan politik. Bagi Weber, partai selalu
merupakan struktur yang berjuang untuk meraih dominasi. Jadi, partai adalah
elemen paling teratur dalam sistem stratifikasi Weber. Struktur otoritas Weber
bukanlah seorang politis radikal. Weber memilih demokrasi sebagai bentuk
politik bukan karena ia percaya pada massa namun karena demokrasi menawarkan
dinamika maksimal dan merupakan mileu terbaik untuk menciptakan pemimpin
politik. Weber selalu mengawali analisisnya tentang struktur otoritas dengan
asumsinya tentang hakikat dan sifat dasar tindakan. Ia mendefinisikan dominasi
sebagai probabilitas suatu perintah tertentu akan dipatuhi oelh sekelompok
orang. Yang terutama menarik perhatian Weber adalah bentuk dominasi yang sah,
atau yang disebutnya dengan otoritas. Analisis Weber menganai otoritas antara
lain :
1.
Otoritas legal : otoritas legal
dapat memiliki beragam bentuk struktural, namun bentuk yang paling menarik
perhatiannya adalah birokrasi, yang ia pandang sebagai tipe paling murni dari
dijalankannya otoritas legal.
2.
Otoritas tradisional : otoritas
tradisional didasarkan pada klaim pemimpin dan keyakinan para pengikutnya bahwa
terdapat kelebihan dalam kesucian aturan dan kekuasaan yang telah berusia tua.
Pemimpin dalam sistem semacam itu bukan penguasa superior, namun personal.
3.
Otoritas karismatik : Weber tidak
menyangkal bahwa pemimpin karismatik dapat memiliki ciri menonjol, karismanya
lebih tergantung pada kelompok pengikut dan bagaimana mereka mendefinisikan
pemimpin karismatik.yang krusial dalam proses inin adalah ketika seorang
pemimpin dipisahkan dari orang biasa dan diperlakukan seolah-olah ia memiliki
kekuatan atau kualitas supranatural, supermanusia, atau skeurang-kurangnya
kekuatan tidak lazim yang tidak dapat dimiliki oleh orang biasa.
4.
Karisma dan revolusi : bagi Weber,
karisma adalah kekuatan revolusioner. Yang membedakan karisma sebagai kekuatan
revolusioner adalah bahwa dia menyebabkan berubahnya pikiran aktor, ini
menyebabkan reorientasi subjektif atau internal.
5.
Organisasi karismatik dan rutinisasi
karisma : minat Weber pada organisasi dibelakang pemimpin karismatik dan staf
yang ada didalamnya membawanya pada pertanyaan tentang apa yang terjadi dengan
otoritas karismatik ketika pemimpinya mati. Akhirnya, sistem karismatik pada
dasarnya sangat rentan. Sistem ini terlihat mampu bertahan hanya selama
pemimpin karismatik hidup. Bagi Weber, karisma pada dasarnya tidak stabil, ia
hadir dalam bentuknya yang murni selama pemimpin karismatiknya hidup.[16]
E.
The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism
Dalam karyanya yang berjudul The Protestant Ethic and
the Spirit of Capitalism, Weber menjelaskan bahwa minat paling utamanya adalah lahirnya
rasionalisme khas Barat. Dalam bukunya ini bukanlah
buku tentang kelahiran kapitalisme modern, melainkan tentang asal-usul semangat
tertentu yang pada akhirnya membuat kapitalisme modern berkembang dan mulai
mendominasi ekonomi. Menurut
pandangan Weber, semangat kapitalisme tidak dapat didefinisikan begitu saja
berdasarkan kerakusan ekonomi. Dia adalah sistem etika, dan etos, yang memang
jadi salah satu pendorong terjadinya kesuksesan ekonomi. Namun, protestanisme
berhasil mengalihkan upaya mencari keuntungan menjadi semacam jihad moral. Weber
melakukan perbandingan sah antara Barat dan Cina adalah bahwa keduanya memiliki
prasyarat bagi perkembangan kapitalisme. Di Cina, terdapat tradisi penguasaan
secara intens dan persaingan bebas. Ada industri besar dan peluang kerja luar
biasa di tengah-tengah masyarakat. Terdapat sejumlah etos yang begitu
kuat. Penduduk meningkat. Terjadi pertumbuhan logam mulia secara terus-menerus.
Menurut pandangan Weber, kapitalisme dasar di Cina menuju kearah yang
berlawanan dengan perkembangan perusahaan ekonomi rasional.Weber mendaftar
beberapa kendala struktural bagi lahirnya kapitalisme di Cina. Pertama,
terdapat struktur komunitas khas Cina. Kedua, struktur Negara Cina. Ketiga,
sifat bahasa Cina. Meskipun ada hambatan struktural lain bagi kelahiran
kapitalisme, faktor kuncinya adalah tiadanya mentalitas yang diperlukan untuk
itu, tiadanya sistem gagasan yang dibutuhkan. Poin penting disini ialah bahwa kaum Calvinis tanpa disadari berusaha
menciptakan sistem kapitalis. Dimana etika kerja Calvinisme yang berkombinasi
dengan etos kerja para kapitalis membawa masyarakat barat kepada perkembangan
masyarakat yang modern. Jadi, doktrin Calvinisme tentang takdir memberikan
dorongan psikologi bagi rasionalisasi dan sebagai stimulus dalam meningkatkan
pertumbuhan sistem ekonomi kapitalis dalam tahap-tahap pembentukannya. [17]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Max Weber seorang sosiolog kelahiran Efrut, Jerman, 21
April 1864. Nama lengkapnya Maxilian Weber. Ayahnya seorang borjuis yang condong
pada keduniawian dan ibunya seorang Calvinis yang saleh. Weber menganalisis
sosiologi
sebagai suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Weber mulai meninggalkan ketergantungan sosiologi
terhadap ilmu alam dan memunculkan metode memahami, verstehen. Menurut Weber,
sosiologi bertujuan memahami, verstehen, mengapa tindakan social mempunyai arah
dan akibat tertentu.
Jika Emile Durkheim mengartikan sosiologi suatu ilmu
yang mempelajari fakta-fakta sosial, Weber mengartikanya sebagai suatu ilmu
yang mempelajari tindakan sosial. Tindakan sosial adalah
suatu tindakan yang memiliki makna yaitu ketika individu yang berinteraksi dengan individu lain dan hasilnya individu
tersebut dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya. Karena pada realitanya menurut Weber
pemikiran manusia atau individu masing-masing memiliki bentuk dan
metode yang berbeda-beda, sehingga memunculkan tindakan-tindakan yang berbeda
dan saling mempengaruhi.
Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Max Weber adalah, Karl
Marx, Imanuel Kant, Nietzsche dan Wilhelm Dilthey. Banyak teori-teori yang disumbangkannya
bagi sosiologi, seperti, teori etika protestan dan kapitalisme, rasionalisasi,
tindakan sosial, birokrasi, sosiologi agama.
B.
Saran dan Kritik
Demikian makalah
yang dapat kami buat dan kami sampaikan.Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua.Apabila ada kesalahan dalam penulisan, ataupun ada refrensi yang kurang benar
dalam pembahasan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan kami menerima saran dan kritikan dari pembaca demi
kebaikan kami untuk selanjutnya.Tiada kesempurnaan bagi kita, kecuali kesempurnaan
itu hanya milik Allah semata.
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer,
G. dan D.J.Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.2011.
Narwoko,
J.D. dan Suyanto,Bagong. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.Jakarta:Prenada
Media.2014.
Ritzer,George.
Teori Sosiologi Dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.2014
Damsar.Pengantar
Sosiologi Politik. Jakarta:Prenada media.2013.
Soekanto,Soerjono.Mengenal
Tujuh Tokoh Sosiologi.Jakarta: Rajawali Pers.2011.
M.S.Elly dan Kolip,Usman . Pengantar
Sosiologi:Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial ,Teori ,Aplikasi Dan
Pemecahannya. Jakarta,:Kencana 2004.
[1] Elly M.S. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi:Pemahaman Fakta Dan
Gejala Permasalahan Sosial ,Teori ,Aplikasi Dan Pemecahannya. ( Jakarta,
Kencana 2004 ) hlm 7
[3] George Ritzer dan Douglas J.Goodman.
Teori Sosiologi Modern.( Jakarta: Kencana,2011) hlm 38
[4] Soerjono Soekanto. Mengenal Tujuh
Tokoh Sosiologi. ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011) hlm 8
[5] George Ritzer . Teori Sosiologi .(
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012) hlm 198
[6] Ibid,199
[7] Ibid,199
[8] Prof.Dr.Damsar, Pengantar
Sosiologi Politik.(Jakarta :Kencana,2012)hlm 32
[9] Ibid,203
[10] Ibid,207
[11] Ibid,207-208
[12] Ibid,208
[13] George Ritzer.op,cit hlm 215
[14] J.Dwi Narwoko dan Bagong
Suyanto,Sosiologi:Teks pengantar dan Terapan.(Jakarta:PRENADA MEDIA 2014) hlm
19
[15] George Ritzer.op,cit hlm 215-218
[16] George Ritzer.op,cit hlm 219-230
[17] George Ritzer.op,cit hlm252-255
Tidak ada komentar:
Posting Komentar