Senin, 12 Desember 2016

“ANALISIS PERKEMBANGAN SOSIOLOGI OLEH MAX WEBER”



MAKALAH
“ANALISIS PERKEMBANGAN SOSIOLOGI OLEH MAX WEBER”
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sosiologi
Dosen Pengampu : Suprihatiningsih,S.Ag,.M.Si

 
Disusun oleh :

Siti Ani Munasaroh    (1501046002)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016





PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
          Sosiologi adalah cabang dari ilmu pengetahuan sosial yang usianya relatif masih muda walaupun menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Yang menarik adalah bagaimana asal mulanya ilmu tersebut berkembang. Pada awalnya banyak orang yang mengulas masyarakat dengan berbagai hal yang menarik perhatian umum saja seperti perang, kejahatan, kekuasaan golongan dari pihak-pihak yang berkuasa seperti pemerintah atau raja, gejala keagamaan, dan sebagainya. Dari pemikiran ini para pemerhati ilmu sosial mengembangkan pengetahuannya ke dalam bentuk filsafat kemasyarakatan yang didalamnya menguraikan tentang harapan, susunan serta kehidupan masyarakat yang yang diinginkan atau yang dianggap ideal.[1]
          Berangkat dari harapan kehidupan masyarakat yang ideal tersebut, muncullah perumusan tentang nilai-nilai dan kaidah yang harus ditaati oleh manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam suatu kehidupan manusia. Nilai dan kaidah yang dimaksud tersebut yaitu suatu penciptaan kehidupan manusia yang penuh kebahagiaan, ketentraman, kedamaian dalam tatanan kehidupan sosial. Akan tetapi, harapan demi harapan tersebut tidak selamanya dicapai atau direalisasikan dalam kehidupan yang sesungguhnya sehingga timbullah antara harapan dan kenyataan. Untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut, para ilmuwan perlu menciptakan teori untuk dikembangkan secara sistematis dan bersifat objektif (netral )yang terlepas dari harapan pribadi yang mempelajarinya terutama tentang penilaiaan baik dan buruk suatu keadaan yang ada.[2]
          Makalah ini akan membahas tentang Analisis perkembangan Ilmu Sosiologi yang dikaji oleh Max Weber (1864-1920) sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh didalam teori Sosiologi.



B.     Kajian  Masalah
1.      Bagaimana Biografi Max Weber?
2.      Bagaimana konsep pemikiran dan teori Max Weber ?
3.      Apa yang dimaksud dengan Sosiologi substantif ?
4.      Bagaimana analisis tindakan sosial menurut Max Weber ?
5.      Bagaimana isi pemikiran Max Weber dalam The Protestant ethic and The Spirit of Capitalism ?

PEMBAHASAN
A.    Biografi Max Weber
Max Weber seorang sosiolog kelahiran Efrut, Jerman, 21 April 1864. Nama lengkapnya Maxilian Weber. Berasal dari keluarga kelas menengah. Ayahnya seorang birokrat yang kedudukan politiknya relatif penting, dan menjadi bagian dari kekuasaan politik yang mapan dan sebagai akibatnya menjauhkan diri dari setiap aktivitas dan idealiasme yang memerlukan pengorbanan pribadi atau yang  menimbulkan ancaman terhadap kedudukannya dalam sistem. Sang ayah yang sangat mencintai kehidupan duniawi bertolak belakang dengan ibunya yang seorang Calvinis yang saleh atau wanita yang berupaya menjalani kehidupan prihatin (ascetic) tanpa kesenangan seperti yang sangat didambakan suaminya, perhatiaannya hanya tertuju pada kehidupan akhirat.[3]
 Perbedaan antara orang tuanya membawa dampak besar pada orientasi intelektual dan perkembangan psikologisnya. Pada usia 18 tahun, Max Weber meninggalkan rumah sementara waktu untuk belajar di Universitas Heidelberg dengan malu-malu dan terbelakang. Setelah tiga tahun, Weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer, dan pada tahun 1884 kembali ke Berlin. Ia tetap disana selama hampir delapan tahun kemudian ia menyelesaikan studinya, meraih gelar doctor, menjadi pengacara dan mulai mengajar di Universitas Berlin. pada tahun 1896, kegigihannya dalam bekerja ini membawanya pada posisi sebagai profesor ekonomi di Heidelberg. Namun, pada tahun 1897, ketika karier akademik berkembang, ayahnya meninggal dunia setelah bertengkar hebat dengannya. Tak lama kemudian Weber mulai menunjukkan gejala yang berpuncak pada gangguan syarafnya,sering tak bisa tidur atau bekerja, sampai enam atau tujuh tahun berikutnya dilaluinya dalam keadaaan mendekati kehancuran total.setelah masa kosong yang lama,sebagian kekuatannya mulai pulih di Tahun 1903,tetapi baru pada tahun 1904 ketika ia memberikan kuliah pertamanya selama 6,5 tahun, Weber mulai  aktif didunia akademis.Tahun 1904 dan 1905 ia menertbitkan salah satu karya terbaiknya yang berjudul The Protestant ethic and The Spirit of Capitalism. Dalam karya ini Weber mengumumkan besarnya pengaruh agama ibunya di tingkat akademis. Weber banyak belajar agama meski secara pribadi ia tak religious.
Dalam kehidupan Weber, dan lebih penting lagi dalam karya-karyanya, terdapat ketegangan antara pikiran birokratis, sebagaimana ditampilkan oleh sang ayah, dengan religiosistas ibunya. Ketegangan yang tak terpecahkan itu merasuk ke dalam karya Weber dan dalam kehidupan pribadinya.Selain menulis buku dan menjadi dosen, Weber juga membantu mendirikan German Sociological Society ditahun 1910, konsultan dan peneliti. Rumahnya dijadikan pertemuan pakar berbagai cabang ilmu seperti Georg Simmel, Alfred maupun Georg Lukacs. Selama hidupnya Max Weber telah banyak menghasilkan karya diantaranya sebagai berikut;
 The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism ( 1904-1905 ), Economy and Society (1920), Sociology of Religion (1921), The Theory Social and Economic and Organization, General Economi History, From Max Weber; Essay in Sociology.
Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Max Weber adalah, Karl Marx, Imanuel Kant, Nietzsche dan Wilhelm Dilthey. Banyak teori-teori yang disumbangkannya bagi sosiologi, seperti, teori etika protestan dan kapitalisme, rasionalisasi, tindakan social, birokrasi, sosiologi agama.[4]




B.     Konsep Pemikiran dan Teori Max Weber
Jika Emile Durkheim mengartikan sosiologi suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, Weber mengartikanya sebagai suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Weber mulai meninggalkan ketergantungan sosiologi terhadap ilmu alam dan memunculkan metode memahami, verstehen. Menurut Weber, sosiologi bertujuan memahami, verstehen, mengapa tindakan social mempunyai arah dan akibat tertentu.[5]
Weber percaya bahwa sejarah terdiri dari susunan fenomena spesifik yang tiada habisnya. Tugas sosiologi adalah mengembangkan konsep-konsep ini, yang digunakan sejarah dalam analisis kausal tentang fenomena historis spesifik. Weber berusaha menggabungkan yang spesifik dan yang umum dalam sebagai upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat kehidupan sosial yang begitu rumit dan kompleks.[6]
1.      Verstehen (Pemahaman)
Pemakaian istilah Verstehen ini secara khusus oleh Weber dalam penelitian historis adalah sumbangannya yang paling banyak dikenal dan paling kontroversial terhadap metodologi sosiologi kontemporer. Kontroversi sekitar konsep verstehen, dan beberapa masalah dalam menafsirkan maksud Weber, muncul dari masalah umum dalam pemikiran metodologis Weber. Dari awal, Weber tidak terlalu memikirkan refleksi metodologis. Ia cenderung gegabah dan tidak tepat sasaran karena merasa bahwa ia sekedar mengulangi gagasan-gagasannya yang pada zamannya terkenal dikalangan sejarahwan Jerman. Penafsiran vertstehen pada level budaya selaras dengan teori-teori skala besar (fungsionalisme structural), sementara itu pandangan pada level individu sesuai untuk teori skala kecil (interaksionisme simbolis). Seperti kita ketahui, fokus Weber pada konteks budaya dan sosial structural dari tindakan membawa kita pada pandangan bahwa verstehen adalah alat bagi analisis level makro.[7]
Sedangkan metode vertstehen sendiri juga dikenal dengan metode pemahaman interpretatif, yaitu suatu cara atau usaha untuk memahami suatu tindakan atau makna subjektif bagi dirinya dan dikaitkan dengan orang lain. Ada beberapa cara untuk memahami vertstehen atau understanding :
a.       Rasional, yaitu sesuatu yang dapat dipahami secara nyata dan masuk akal. Misalnya, jika air membasahi dan api akan membakar, atau 1+1=2.
b.      Empati, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain.
c.       Apresiatif, adalah cara pemahaman arti subjektif sendiri untuk memahami arti tindakan orang lain.[8] 
2.      Kausalitas
Kausalitas menurut Weber adalah kemungkinan suatu peristiwa diikuti atau disertai peristiwa lain. Weber cukup jelas ketika membicarakan tentang isu keragaman kausalitas dalam studinya tentang hubungan antara protestanisme dengan semangat kapitalisme. Weber sebenarnya hanya ingin menyatakan bahwa etika Protestan adalah salah satu dari faktor kausal munculnya semangat kapitalisme modern. Ia menganggap lugu gagasan yang mengatakan protestanisme adalah satu-satunya sebab tunggal. Sama lugunya menurut Weber, menganggap kapitalisme hanya dapat lahir sebagai akibat dari reformasi protestan. Yang perlu diingat dalam pemikiran Weber tentang kausalitas adalah keyakinan dia bahwa karena kita dapat memiliki pemahaman khusus tentang kehidupan sosial (verstehen), pengakuan kasual atas ilmu-ilmu sosial berada dengan pengetahuan kausal tentang ilmu-ilmu alam. Pemikiran Weber mengenai kausalitas terkait erat dengan usahanya untuk merukunkan konflik diantara pengetahuan nomotetik dan idiografik. Orang-orang yang berpihak pada sudut pandang nomotetik akan menyatakan bahwa ada hubungan penting diantara fenomena sosial, sementara orang yang melihat dari sudut pandang idiografik cenderung melihat hanya hubungan yang acak saja diantara entititas-entitas tersebut.seperti biasa Weber mengambil posisi tengah,yang dilambangkan dalam konsepnya tentang “kausalitas yang memadai”. Gagasan kausalitas yang memadai menganut pandangan yang terbaik yang dapat kita lakukan didalam sosiologi ialah mengajukan pernyataan problabistik tentang hubungan diantara fenomena sosial:yakni, jika x terjadi,maka mungkin y akan terjadi. Tujuannya ialah untuk menaksir seberapa banyak akibat tertentu yang disokong oleh kondisi-kondisi[9]
3.      Tipe-tipe ideal
Tipe-tipe ideal adalah perangkat heuristik yang digunakan dalam irisan realitas sejarah yang berfungsi sebagai alat pembanding dengan realitas empiris untuk menentukan ketidaksesuaian ataupun kemiripan, untuk menggambarkannya dengan konsep yang paling dapat dipahami secara tepat, dan untuk menentukan dan menjelaskannya secara kausal. Karena memiliki definisi yang seperti ini, Weber tidak sepenuhnya konsisten dengan caranya menggunakan tipe ideal. Pada level paling dasar, tipe ideal adalah konsep yang dikonstruksi oleh ilmuwan sosial, menurut minat dan orientasi teoretisnya, dalam rangka memahami ciri utama fenomena sosial.
Ada beberapa tipe ideal yang Weber tawarkan yaitu :
a.       Tipe-tipe ideal historis, tipe ini berhubungan dengan fenomena yang ditemukan didalam suatu epos historis khusus (misalnya ,pasar kapitalis modern)
b.      Tipe-tipe ideal sosiologis umum, tipe ini berhubungan dengan fenomena yang melintasi sejumlah periode historis dan masyarakat ( misalnya Birokrasi)
c.       Tipe-tipe ideal tindakan, tipe ini adalah tipe tindakan murni yang didasarkan pada motivasi pelaku ( misalnya tindakan afektual)
d.      Tipe-tipe ideal structural.tipe ini adalah bentuk yang diambil oleh sebab dan konsekuensi tindakan sosial (misalnya dominasi tradisional)[10]
4.      Nilai
Persepsi umum terhadap pandangan Weber adalah bahwa ilmuwan sosial tidak boleh membiarkan nilai –nilai pribadinya memengaruhi penelitian ilmiah.
a.      Nilai dan Pengajaran
Yang Weber maksudkan disini adalah hubungan antara guru dengan muridnya atau antara dosen dengan mahasiswa. Weber dengan tegas menyatakan kewajiban guru mengontrol nilai-nilai pribadi mereka di dalam ruang kelas.[11]
b.      Nilai dan Penelitian
Weber memahami peran nilai pada aspek spesifik proses penelitian, ia berpikir bahwa mereka harus dijauhkan dari pengumpulan data penelitian secara actual. Yang dimaksud Weber adalah kita harus menjalankan prosedur regular penelitian ilmiah, seperti pengamatan secara akurat dan perbandingan secara sistematis. Meskipun weber menentang mencampuradukkan fakta dengan nilai, ia tidak percaya bahwa nilai harus dihapuskan dari ilmu-ilmu sosial. Ia bersiap mengakui nilai menempati ruang tertentu, kendati ia mengingatkan para peneliti agar berhati-hati dengan peran nilai.[12]
C.    Sosiologi Substantif
Dalam metodologi individualis, Weber tertarik untuk mereduksi aktivitas menjadi tindakan individu. Namun, dikebanyakan sosiologi substantifnya, Weber memfokuskan perhatiannya pada struktur skala besar (seperti birokrasi dan kapitalisme) dan tidak memberikan perhatian secara langsung pada apa yang dilakukan individu atau mengapa mereka melakukannya. Dengan ini, definisi sosiologi yang dikemukakan Weber adalah bahwa Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada pemahaman interpretif  atas tindakan sosial  pada penjelasan kausal atas proses dan konsekuensi tindakan tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa
a.        sosiologi haruslah berupa ilmu,
b.      Sosiologi harus memusatkan perhatian pada kausalitas (hubungan sebab-akibat)
c.       Sosiologi juga harus menggunakan pemahaman interpretif. (versetehen)

D.    Tindakan Sosial
Keseluruhan sosiologi Weber didasarkan pada konsepsinya tentang tindakan sosial.Weber membedakan diantara tindakan sosial dan perilaku reaktif  belaka. Yang sampai sekarang konsep perilaku dimaksudkan sebagai perilaku otomatis yang tidak melibatkan proses pemikiran. Stimulus datang dan perilaku terjadi, dengan sedikit jeda antara stimulus dan respons. Ia memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas campur tangan proses pemikiran antara terjadinya stimulus dan respons.Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang memiliki makna yaitu ketika individu yang berinteraksi dengan individu lain dan hasilnya individu tersebut dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya. Karena pada realitanya menurut Weber pemikiran manusia atau individu masing-masing memiliki bentuk dan metode yang berbeda-beda, sehingga memunculkan tindakan-tindakan yang berbeda dan saling mempengaruhi.[13]
Hasil dari kajian Weber mengenai tindakan sosial dikatakan berupa data empiris. Tindakan sosial menurut Weber terbagi menjadi dua. Pertama, reactive behavior yakni reaksi perilaku spontan yang memiliki subyektive meaning atau dengan kata lain ,tindakan yang dilakukan sekedar spontanitas belaka. Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang memengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat. keempat jenis tindakan sosial itu adalah :
1.      Rasionalitas instrumental, yaitu tindakan sosial yang dilakukan seseorang  didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang digunakan untuk mencapai tindakan tersebut. Seorang anak pensiunan pegawai negeri yang memutuskan untuk memilih kuliah di perguruan tinggi di program diploma karena menyadari tidak memiliki biaya yang cukup adalah salah satu contoh yang bisa disebut dengan tindakan rasional instrumental.
2.      Rasional yang berorientasi nilai, sifat rasional tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar,sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Artinya, nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat nonrasional sehingga tidak memperhitungkan alternative. Contoh tindakan jenis ini adalah perilaku beribadah.
3.      Tindakan tradisional, dalam tindakan jenis ini seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan seperti ini berbentuk warisan dan bersifat turun-temurun. Misalnya acara sedekah bumi dan membelah kelapa ketika syukuran tujuh bulanan.
4.      Tindakan afektual.tipe tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar.tindakan afektif bersifat spontan tidak rasional dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Misalnya seseorang menangis tersedu-sedu karena terlampau sedih atau wajahnya yang berubah menjadi pucat karena.[14]
Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tidak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola regulitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. Yang terpenting adalah pembedaan yang dilakukan Weber terhadap kedua tipe dasar tindakan rasional.Rasionalitas sarana-tujuan sama dengan tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain.Rasionalitas nilai sama dengan tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya. Tindakan afektual sama dengan tindakan yang ditentukan oleh emosi aktor. Tindakan tradisional sama dengan tindakan yang ditentukan oleh cara bertindak aktor yang biasa dan telah lazim dilakukan Kelas, Status, dan Partai. Aspek terpenting dari analisis ini adalah bahwa Weber tidak mau mereduksi stratifikasi menjadi sekedar faktor ekonomi, melainkan melihatnya sebagai sesuatu yang bersifat multidimensional. Jadi, masyarakat terstratifikasi menurut basis ekonomi, status, dan kekuasaan.Weber menyatakan bahwa situasi kelas hadir ketika ketiga syarat dibawah ini terpenuhi : Sejumlah orang memiliki kesamaan komponen kausal spesifik peluang hidup mereka, selama Komponen ini hanya direpresentasikan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan barang atau peluang untuk memperoleh pendapatan, dan direpresentasikan menurut syarat-syarat komoditas atau pasar tenaga kerja. Jadi, kelas bukanlah komunitas, melainkan sekedar sekelompok orang yang berada dalam situasi ekonomi atau situasi pasar yang sama. Berlawanan dengan kelas, biasanya status merujuk pada komunitas, kelompok status biasanya berupa komunitas, kendati sedikit agak terbentuk. Status didefinisikan Weber sebagai setiap komponen tipikal kehidupan manusia yang ditentukan oleh estimasi sosial tentang derajat martabat tertentu,baik itu positif maupun negatif.[15]
Jika kelas hadir dalam tatanan ekonomi dan kelompok status hadir dalam tatanan sosial, partai dapat ditemukan dalam tatanan politik. Bagi Weber, partai selalu merupakan struktur yang berjuang untuk meraih dominasi. Jadi, partai adalah elemen paling teratur dalam sistem stratifikasi Weber. Struktur otoritas Weber bukanlah seorang politis radikal. Weber memilih demokrasi sebagai bentuk politik bukan karena ia percaya pada massa namun karena demokrasi menawarkan dinamika maksimal dan merupakan mileu terbaik untuk menciptakan pemimpin politik. Weber selalu mengawali analisisnya tentang struktur otoritas dengan asumsinya tentang hakikat dan sifat dasar tindakan. Ia mendefinisikan dominasi sebagai probabilitas suatu perintah tertentu akan dipatuhi oelh sekelompok orang. Yang terutama menarik perhatian Weber adalah bentuk dominasi yang sah, atau yang disebutnya dengan otoritas. Analisis Weber menganai otoritas antara lain :
1.      Otoritas legal : otoritas legal dapat memiliki beragam bentuk struktural, namun bentuk yang paling menarik perhatiannya adalah birokrasi, yang ia pandang sebagai tipe paling murni dari dijalankannya otoritas legal.
2.      Otoritas tradisional : otoritas tradisional didasarkan pada klaim pemimpin dan keyakinan para pengikutnya bahwa terdapat kelebihan dalam kesucian aturan dan kekuasaan yang telah berusia tua. Pemimpin dalam sistem semacam itu bukan penguasa superior, namun personal.
3.      Otoritas karismatik : Weber tidak menyangkal bahwa pemimpin karismatik dapat memiliki ciri menonjol, karismanya lebih tergantung pada kelompok pengikut dan bagaimana mereka mendefinisikan pemimpin karismatik.yang krusial dalam proses inin adalah ketika seorang pemimpin dipisahkan dari orang biasa dan diperlakukan seolah-olah ia memiliki kekuatan atau kualitas supranatural, supermanusia, atau skeurang-kurangnya kekuatan tidak lazim yang tidak dapat dimiliki oleh orang biasa.
4.      Karisma dan revolusi : bagi Weber, karisma adalah kekuatan revolusioner. Yang membedakan karisma sebagai kekuatan revolusioner adalah bahwa dia menyebabkan berubahnya pikiran aktor, ini menyebabkan reorientasi subjektif atau internal.
5.      Organisasi karismatik dan rutinisasi karisma : minat Weber pada organisasi dibelakang pemimpin karismatik dan staf yang ada didalamnya membawanya pada pertanyaan tentang apa yang terjadi dengan otoritas karismatik ketika pemimpinya mati. Akhirnya, sistem karismatik pada dasarnya sangat rentan. Sistem ini terlihat mampu bertahan hanya selama pemimpin karismatik hidup. Bagi Weber, karisma pada dasarnya tidak stabil, ia hadir dalam bentuknya yang murni selama pemimpin karismatiknya hidup.[16]

E.     The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism
Dalam karyanya yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, Weber menjelaskan bahwa minat paling utamanya adalah lahirnya rasionalisme khas Barat. Dalam bukunya ini bukanlah buku tentang kelahiran kapitalisme modern, melainkan tentang asal-usul semangat tertentu yang pada akhirnya membuat kapitalisme modern berkembang dan mulai mendominasi ekonomi. Menurut pandangan Weber, semangat kapitalisme tidak dapat didefinisikan begitu saja berdasarkan kerakusan ekonomi. Dia adalah sistem etika, dan etos, yang memang jadi salah satu pendorong terjadinya kesuksesan ekonomi. Namun, protestanisme berhasil mengalihkan upaya mencari keuntungan menjadi semacam jihad moral. Weber melakukan perbandingan sah antara Barat dan Cina adalah bahwa keduanya memiliki prasyarat bagi perkembangan kapitalisme. Di Cina, terdapat tradisi penguasaan secara intens dan persaingan bebas. Ada industri besar dan peluang kerja luar biasa di tengah-tengah masyarakat. Terdapat sejumlah etos yang begitu kuat. Penduduk meningkat. Terjadi pertumbuhan logam mulia secara terus-menerus. Menurut pandangan Weber, kapitalisme dasar di Cina menuju kearah yang berlawanan dengan perkembangan perusahaan ekonomi rasional.Weber mendaftar beberapa kendala struktural bagi lahirnya kapitalisme di Cina. Pertama, terdapat struktur komunitas khas Cina. Kedua, struktur Negara Cina. Ketiga, sifat bahasa Cina. Meskipun ada hambatan struktural lain bagi kelahiran kapitalisme, faktor kuncinya adalah tiadanya mentalitas yang diperlukan untuk itu, tiadanya sistem gagasan yang dibutuhkan. Poin penting disini ialah bahwa kaum Calvinis tanpa disadari berusaha menciptakan sistem kapitalis. Dimana etika kerja Calvinisme yang berkombinasi dengan etos kerja para kapitalis membawa masyarakat barat kepada perkembangan masyarakat yang modern. Jadi, doktrin Calvinisme tentang takdir memberikan dorongan psikologi bagi rasionalisasi dan sebagai stimulus dalam meningkatkan pertumbuhan sistem ekonomi kapitalis dalam tahap-tahap pembentukannya. [17]
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Max Weber seorang sosiolog kelahiran Efrut, Jerman, 21 April 1864. Nama lengkapnya Maxilian Weber. Ayahnya seorang borjuis yang condong pada keduniawian dan ibunya seorang Calvinis yang saleh. Weber menganalisis sosiologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Weber mulai meninggalkan ketergantungan sosiologi terhadap ilmu alam dan memunculkan metode memahami, verstehen. Menurut Weber, sosiologi bertujuan memahami, verstehen, mengapa tindakan social mempunyai arah dan akibat tertentu.
Jika Emile Durkheim mengartikan sosiologi suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, Weber mengartikanya sebagai suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial. Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang memiliki makna yaitu ketika individu yang berinteraksi dengan individu lain dan hasilnya individu tersebut dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya. Karena pada realitanya menurut Weber pemikiran manusia atau individu masing-masing memiliki bentuk dan metode yang berbeda-beda, sehingga memunculkan tindakan-tindakan yang berbeda dan saling mempengaruhi.
Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Max Weber adalah, Karl Marx, Imanuel Kant, Nietzsche dan Wilhelm Dilthey. Banyak teori-teori yang disumbangkannya bagi sosiologi, seperti, teori etika protestan dan kapitalisme, rasionalisasi, tindakan sosial, birokrasi, sosiologi agama.

B.     Saran dan Kritik
Demikian makalah yang dapat kami buat dan kami sampaikan.Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua.Apabila ada kesalahan dalam penulisan, ataupun ada refrensi yang kurang benar dalam pembahasan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan kami menerima saran dan kritikan dari pembaca demi kebaikan kami untuk selanjutnya.Tiada kesempurnaan bagi kita, kecuali kesempurnaan itu hanya milik Allah semata.




DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, G. dan D.J.Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.2011.
Narwoko, J.D. dan Suyanto,Bagong. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.Jakarta:Prenada Media.2014.
Ritzer,George. Teori Sosiologi Dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2014
Damsar.Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:Prenada media.2013.
Soekanto,Soerjono.Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi.Jakarta: Rajawali Pers.2011.
M.S.Elly dan Kolip,Usman . Pengantar Sosiologi:Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial ,Teori ,Aplikasi Dan Pemecahannya. Jakarta,:Kencana 2004.


[1] Elly M.S. dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi:Pemahaman Fakta Dan Gejala Permasalahan Sosial ,Teori ,Aplikasi Dan Pemecahannya. ( Jakarta, Kencana 2004 ) hlm 7
[2] Ibid hlm 8
[3] George Ritzer dan Douglas J.Goodman. Teori Sosiologi Modern.( Jakarta: Kencana,2011) hlm 38
[4] Soerjono Soekanto. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011) hlm 8
[5] George Ritzer . Teori Sosiologi .( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012) hlm 198
[6] Ibid,199
[7] Ibid,199
[8] Prof.Dr.Damsar, Pengantar Sosiologi Politik.(Jakarta :Kencana,2012)hlm 32
[9] Ibid,203
[10] Ibid,207
[11] Ibid,207-208
[12] Ibid,208
[13] George Ritzer.op,cit hlm 215
[14] J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto,Sosiologi:Teks pengantar dan Terapan.(Jakarta:PRENADA MEDIA 2014) hlm 19
[15] George Ritzer.op,cit hlm 215-218
[16] George Ritzer.op,cit hlm 219-230
[17] George Ritzer.op,cit hlm252-255

Tidak ada komentar:

Posting Komentar